Liputan6.com, Tokyo - Lima orang tewas dan beberapa lainnya hilang akibat bencana Topan Hagibis di Jepang akhir pekan ini --yang disebut-sebut sebagai badai terburuk sejak 60 tahun terakhir yang pernah melanda Negeri Sakura.
Topan Hagibis merapat ke Jepang sebelum 19:00 waktu setempat (10:00 GMT) pada Jumat 11 Oktober 2019, di Semenanjung Izu, barat daya Tokyo. Saat ini, badai tersebut bergerak ke pantai timur pulau utama Jepang, dengan kecepatan angin 225 km / jam (140 mph).
Lebih dari 270.000 rumah telah kehilangan daya, lapor penyiar nasional Jepang, NHK.
Advertisement
Dilansir BBC, Minggu (13/10/2019), kantor berita Kyodo mengatakan, lima kematian telah dikonfirmasi di berbagai daerah.
Dua orang tewas setelah rumah-rumah disapu tanah longsor - seorang pria di Tomioka, Prefektur Gunma, dan seorang wanita di Sagamihara dekat Tokyo.
Baca Juga
Seorang pria berusia 60-an ditemukan tewas di apartemen yang tergenang di Kawasaki, barat daya Tokyo, sementara seorang wanita jatuh ke jalur air dan tenggelam di Tochigi, lapor Kyodo.
Korban lain, seorang pria berusia 50-an, ditemukan tewas dalam sebuah mobil terbalik di Chiba.
Kyodo mengatakan 11 orang dilaporkan hilang dan lebih dari 90 dilaporkan terluka akibat badai Topan Hagibis.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bahaya Topan Hagibis, 50.000 Ribu Warga Mengungsi
Lebih dari tujuh juta orang telah diminta untuk meninggalkan rumah mereka di tengah peringatan banjir dan tanah longsor yang parah, tetapi diperkirakan hanya 50.000 mengungsi ke tempat penampungan.
"Hujan lebat yang belum pernah terjadi sebelumnya telah terlihat di kota-kota di mana peringatan darurat telah diberikan," kata pemantar cuaca badan meteorologi Jepang (JMA) Yasushi Kajiwara dalam jumpa pers.
JMA telah memperingatkan bahwa hujan setinggi setengah meter dapat turun di daerah Tokyo antara tengah hari pada hari Sabtu dan Minggu.
Banyak layanan kereta peluru telah dihentikan, dan beberapa jalur di metro Tokyo dihentikan pada hari Sabtu.
Lebih dari seribu penerbangan ke dan dari bandara Haneda Tokyo dan bandara Narita di Chiba telah dibatalkan.
Dua pertandingan Piala Dunia Rugby yang dijadwalkan Sabtu dibatalkan karena alasan keamanan dan dinyatakan sebagai seri dalam Inggris vs Prancis dan Selandia Baru vs Italia. Pembatalan tersebut merupakan yang pertama dalam 32 tahun sejarah turnamen.
Pertandingan Namibia vs Kanada hari Minggu yang dijadwalkan berlangsung di Kamaishi juga dibatalkan dan dinyatakan seri.
Pertandingan AS vs Tonga di Osaka dan Wales vs Uruguay di Kumamoto akan berjalan sesuai jadwal pada hari Minggu, kata penyelenggara.
Sementara itu, pertandingan crunch antara Skotlandia dan tuan rumah turnamen Jepang pada hari Minggu akan berlangsung. Keputusan tersebut mengikuti inspeksi keselamatan.
Formula 1 juga menunda balapan kualifikasi Sabtu untuk Grand Prix Jepang "demi kepentingan keselamatan bagi para penonton, peserta, dan semua orang di Sirkuit Suzuka".
Advertisement
Evakuasi Korban Badai
Warga lokal James Babb berbicara kepada BBC dari pusat evakuasi di Hachioji, Tokyo barat. Dia mengatakan sungai di dekat rumahnya berada di ambang meluap.
"Saya dengan saudara ipar saya, yang cacat," katanya. "Rumah kami mungkin banjir. Mereka memberi kami selimut dan biskuit."
Andrew Higgins, seorang guru bahasa Inggris yang tinggal di Tochigi, utara Tokyo, mengatakan kepada BBC bahwa ia telah "melalui beberapa badai topan" selama tujuh tahun di Jepang.
"Saya merasa kali ini Jepang, secara umum, menganggap topan ini lebih serius," katanya. "Orang-orang bersiap-siap semalaman."
Bulan lalu, Topan Faxai mendatangkan malapetaka di beberapa bagian Jepang, merusak 30.000 rumah, yang sebagian besar belum diperbaiki.
"Saya dievakuasi karena atap saya robek oleh topan lainnya dan hujan turun. Saya sangat khawatir dengan rumah saya," kata seorang lelaki berusia 93 tahun kepada NHK, dari tempat penampungan di Tateyama, Chiba.
Tentang Topan Hagibis
Hagibis berarti "kecepatan" dalam bahasa Filipina Tagalog, dan itu bisa menjadi badai terkuat yang dihadapi negara itu sejak Topan Vera pada tahun 1959.
Vera menghantam Jepang dengan kecepatan angin 306 km/jam (190mph) dan menewaskan lebih dari 5.000 orang.
Pada Sabtu, 12 Oktober 2019 sore waktu setempat, rekaman dan gambar menunjukkan beberapa sungai telah melewati tepian. Diantaranya termasuk Tamagawa, yang mengalir melalui daerah perumahan di Tokyo.
"Ada bagian-bagian di mana bank tanah tidak sepenuhnya dibangun. Kami telah mengatasinya dengan kantong pasir, tetapi air mulai meluap," kata pejabat kementerian pertanahan Shuya Nakamura kepada kantor berita AFP.
Sebelum badai terjadi, pihak berwenang menyarankan warga untuk menyiapkan persediaan makanan. Hal tersebut mengakibatkan habisnya stok produk di pusat perbelanjaan.Â
Jepang memang diperkirakan akan mengalami sekitar 20 badai tahun ini, namun Tokyo tidak pernah mengalami musibah sebesar ini.Â
Advertisement