Liputan6.com, Amerika Serikat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat meloloskan dan mengesahkan undang-undang untuk menunjukkan dukungan bagi para demonstran prodemokrasi di Hong Kong pada Selasa (16/10/2019) waktu setempat.
Meski mendapat kecaman cepat dari China, tetapi pada akhirnya DPR Amerika Serikat tetap mengesahkan undang-undang tersebut.
Baca Juga
Undang-undang yang dituntut demonstran Hong Kong untuk disahkan itu akan memiliki dampak, terlebih pada sektor ekonomi bilateral negara AS dan China.
Advertisement
Undang-undang pertama adalah Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong yang disahkan dapat mengakhiri status perdagangan khusus China dengan AS. Terkecuali, apabila Departemen Luar Negeri China memberi sikap bahwa pihak berwenang menghormati hak asasi manusia dan aturan hukum.
Lalu, undang-undang kedua adalah Protect Hong Kong Act. Undang-undang tersebut akan melarang ekspor komersial barang-barang militer. Serta, pengendalian massa seperti gas air mata, seperti dilansir aljazeera.com.
Kemudian undang-undang ketiga adalah resolusi tidak mengikat yang mengakui hubungan Hong Kong dengan AS. Aturan tersebut mengecam "camput tangan Beijing" dalam urusan/hubungan Hong Kong, serta mendukung hak warga kota untuk melakukan protes.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi menyebut undang-undang tersebut sebagai pengingat pentingnya dukungan AS untuk hak asasi manusia dalam menghadapi kepentingan komersial yang signifikan di Tiongkok.
"Jika Amerika tidak berbicara tentang hak asasi manusia di China karena kepentingan komersial, maka kita kehilangan semua otoritas moral untuk berbicara atas nama hak asasi manusia di tempat mana pun di dunia," kata Nancy Pelosi.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya "dengan tegas menentang" rancangan undang-undang tersebut.
Mereka mendesak legislator AS untuk berhenti mencampuri urusan di Hong Kong. Kemlu China menuduh "kekuatan eksternal" meningkatkan kerusuhan berbulan-bulan di kota semi-otonom, Hong Kong.
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kecaman China
Ketiga undang-undang tersebut memiliki dukungan lintas partai dan disetujui dalam suara terpisah di Negeri Paman Sam.
Senat berupaya mengirim RUU ke Gedung Putih untuk ditandatangani menjadi undang-undang - atau veto oleh Presiden AS Donald Trump.
Seorang Republikan dan salah satu sponsor utama salah satu undang-undang Hong Kong, Christopher Smith mengatakan, mereka perlu meminta pertanggungjawaban China terkait isu Hong Kong.
Di bawah Presiden Xi Jinping, pelanggaran hak asasi manusia di Tiongkok telah memburuk secara signifikan, kata Smith. Ia pun turut memberi komentar perihal tindakan China yang semena-mena terhadap HAM.
"(China) unggul dalam menghancurkan tubuh, menghancurkan tulang, menyiksa para pembangkang dan mengisi kamp konsentrasi - kejahatan besar terhadap kemanusiaan yang hanya sedikit atau tidak ada pertanggungjawaban atau sanksi," kata Smith.
"Hari ini kami hanya mendesak presiden Tiongkok dan Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, untuk dengan setia menghormati janji pemerintah," tambah Christopher Smith.
Sementara itu, kecaman keras mengalir dari Negeri Tirai Bambu. Mereka meminta AS berhenti mencampuri urusan mereka dengan negara dengan bendera anggrek putih tersebut, seperti dilansir bbc.com.
Juru bicara kementrian luar negeri China, Geng Shuang menyatakan ekspresi kegeraman atas tindakan AS untuk mengesahkan undang-undang yang dianggap mencampuri China.
"Kami menyatakan kemarahan kami yang kuat dan penentangan tegas terhadap desakan DPR AS untuk mengesahkan apa yang disebut 'Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong'," kata Geng Shuang.
Juru bicara itu menambahkan hubungan bilateral antara China dan AS dapat rusak. Hal itu imbas dari pengesahan RUU menjadi undang-undang yang berlaku
Advertisement
Situasi Hong Kong
Sementara itu, situasi di Hong Kong belum menunjukkan keredaan dalam unjuk rasa yang telah dilakukan berbulan-bulan tersebut.
Unjuk rasa cenderung berujung bentrokan antara demonstran dengan polisi. Bahkan, petugas polisi tak segan menembakkan peluru tajam ke arah pengunjuk rasa, seperti dilansir bbc.com.
Pengunjuk rasa menuduh polisi melalukan kebrutalan (terhadap demonstran).
Kemudian, demonstran juga membalas tindakan aparat dengan melemparkan bom bensin/bom molotov. Serta, menyerang bisnis-bisnis yang dianggap pro-Beijing.
Dikutip dari aljazeera.com, kekerasan telah meletus di distrik-distrik di seluruh Hong Kong dengan sekelompok kecil pengunjuk rasa melemparkan batu bata dan bom bensin.
Sementara, polisi menggunakan gas air mata, meriam air, peluru berlapis karet. Bahkan, baru-baru ini menggunakan peluru hidup.
Reporter: Hugo Dimas