Liputan6.com, Jakarta - World Food Day atau Hari Pangan Sedunia telah ditetapkan pada 16 Oktober. Dalam beberapa dekade terakhir, Organisasi Pertanian Pangan PBB telah secara dramatis mengubah bola makan dan kebiasaan makan sebagai akibat dari globalisasi, urbanisasi dan pertumbuhan pendapat.
Tahun ini, Organisasi Pangan menyerukan tindakan lintas sektor untuk membuat diet sehat dan dapat diakses oleh semua orang. Pada saat yang sama, ini juga mengajak semua orang untuk mulai berpikir tentang apa yang kita makan.
Baca Juga
Organisasi tersebut telah beralih dari hidangan musiman, terutama nabati dan kaya serat ke makanan yang kaya akan pati, gula, lemak, garam, makanan olahan, daging, dan produk hewani lainnya.
Advertisement
Namun sekarang, lebih sedikit waktu orang-orang yang dihabiskan untuk menyiapkan makanan di rumah, khususnya konsumen di daerah perkotaan.
Mengutip dari laman resminya, FAO, pada Rabu (16/10/2019), warga kota cenderung semakin bergantung pada supermarket, gerai makanan cepat saji, pedagang jalanan dan restoran yang bisa dibawa pulang.
Â
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Pola Makan Tidak Terjaga
Kombinasi dari pola makan yang tidak sehat dan gaya hidup yang tidak banyak bergerak telah membuat angka obesitas melonjak.
Ini tidak hanya ada di negara maju, tetapi juga di negara-negara berpenghasilan rendah, di mana kelaparan dan obesitas sering terjadi bersamaan.
Sekarang, lebih dari 670 juta orang dewasa dan 120 juta anak perempuan dan laki-laki berusia 5-19 tahun, mengalami obesitas.
Tercatat juga, lebih dari 40 juta anak di bawah 5 tahun kelebihan berat badan, sementara itu lebih dari 820 juta orang menderita kelaparan.
Advertisement
Tingkat Kematian di Dunia
Pola makan yang tidak sehat adalah faktor risiko utama kematian akibat penyakit tidak menular (NCD), termasuk penyakit kardiovaskular, diabetes dan kanker tertentu.
Terkait dengan seperlima kematian di seluruh dunia, kebiasaan makan yang tidak sehat juga berdampak pada anggaran kesehatan nasional yang menelan biaya hingga USD 2 triliun per tahun.
Obesitas dan bentuk kekurangan gizi lainnnya memengaruhi hampir satu dari tiga orang. Proyeksi menunjukkan, bahwa jumlahnya akan menjadi satu dari dua pada 2025.
Kabar baiknya adalah, adanya solusi yang terjangkau untuk mengurangi semua bentuk kekurangan gizi, tetapi mereka membutuhkan komitmen dan tindakan global yang lebih besar.
Â
Reporter: Aqilah Ananda Purwanti