Liputan6.com, Jakarta - Pada Maret 2018, seekor sanca bodo (Python bivittatus) di Florida, Amerika Serikat, dilaporkan menelan mangsanya bulat-bulat yang berukuran jauh lebih besar dari tubuh si ular, yaitu rusa ekor putih.
Hewan melata dengan nama alias piton Burma itu diketahui berbobot 14 kg, sedangkan rusa ekor putih punya berat 15,9 kg, menurut keterangan Conservancy of Southwest Florida dalam sebuah artikel di blog mereka pada Kamis, 1 Maret 2018.Â
"Pihak berwenang menemukan ular betina 11 kaki atau sepanjang 3,3 meter di Collier-Seminole State Park di Naples, dengan tonjolan di perut, berisi binatang berukuran besar," tulis mereka, yang temuannya kemudian dipublikasikan dalam jurnal Herpetological Review.
Advertisement
Baca Juga
Pihak konservasi menjelaskan, temuan tersebut diyakini sebagai "predator dengan mangsa terjumbo" yang pernah didokumentasikan dalam sejarah spesies sanca bodo liar.Â
"Ini adalah bukti dampak negatif serangan invasif piton Burma terhadap satwa-satwa asli di ekosistem Taman Nasional Everglades," ujar Ian Bartoszek, seorang ahli biologi margasatwa untuk Conservancy of Southwest Florida.
Selain kasus di atas, peristiwa menghebohkan lain pernah terjadi di Indonesia.
Pada Juni 2018, jasad seorang wanita bernama Wa Tiba (54 tahun), warga Desa Lawela, Kecamatan Lohia, Sulawesi Tenggara, ditemukan di dalam perut ular piton sepanjang 7 meter yang berdiam di semak-semak pinggir kebun Wa.
Menurut keterangan Kepala Desa Lawela, La Faris, di tubuh perempuan paruh baya itu terdapat sejumlah luka, seperti di kaki berupa gigitan dan di kepala.
Apa yang terjadi pada Wa Tiba, pernah terjadi pada seorang petani bernama Akbar (25 tahun), pada akhir Maret 2017. Tepatnya di Desa Salo Biro, Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat.
Akbar diserang sanca batik saat tengah mengambil kelapa sawit di kebunnya, Minggu, 26 Maret 2017, pukul 09.00 WIB. Hingga keesokan harinya dia tak kunjung pulang ke rumah.
Setelah beberapa jam mencari, warga menemukan ular itu sulit bergerak, seperti tengah kekenyangan. Mereka pun sepakat membelah perut ular tersebut dengan senter dan parang.
Jasad Akbar langsung dikenali kerabatnya saat dikeluarkan dari dalam perut sanca kembang itu. Selain dari baju yang dikenakan, wajah korban masih utuh.
Lalu, sebenarnya seberapa jauh seekor ular bisa menelan korbannya yang berukuran lebih besar dari tubuhnya? Berikut penjelasannya, seperti dikutip dari Live Science, Rabu (16/10/2019).
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â
Karena Evolusi
Ular memiliki hubungan yang tidak biasa dengan makanan. Tanpa kebutuhan untuk menghasilkan panas tubuh, seekor ular bisa mendapatkan kalori yang jauh lebih sedikit daripada kebanyakan hewan berdarah panas lainnya.
Menurut penelitian yang diterbitkan pada 1988 dalam jurnal Oecologia, ular betina bahkan dapat bertahan hidup dan tetap bereproduksi meski hanya memakan kurang dari 3% jumlah mangsa yang dibutuhkan oleh hewan berdarah panas seukuran sama dengan tubuhnya.Â
Ular mungkin dapat menggunakan energinya secara efisien, tetapi mereka masih perlu makan. Pergerakan mereka saat berburu benar-benar bergantung pada anggota tubuh, mengingat hewan melata ini tak punya tangan dan kaki.
Ular juga tidak memiliki banyak gigi untuk menggigit, merobek dan mengunyah mangsanya. Satu-satunya cara untuk melahap adalah menelan bulat-bulat makanannya.
"Kemampuan memakan mangsa berukuran besar bukanlah sesuatu yang hanya terjadi satu kali dalam evolusi ular," kata Julia Klaczko, ahli ilmu hewan di University of Brasilia, Brasil.
Meskipun para peneliti masih memiliki beberapa pertanyaan tentang silsilah keluarga ular, namun ada bukti yang menunjukkan bahwa garis keturunan ular yang berbeda, secara independen mengembangkan sifat serupa yang memungkinkan mereka menangkap, menelan, dan mencerna mangsa besarnya.
"Anda bisa mendapati ular yang memakan cacing tanah, moluska, dan mamalia besar," imbuh Julia.
Â
Advertisement
Pakai Tulang di Kepala
Berlawanan dengan kepercayaan umum, rahang ular tidak akan rusak hanya karena menelan mangsa berukuran jumbo. Sebagai gantinya, ular menggunakan tulang tengkorak, ligamen dan otot untuk membuka mulut mereka dengan sangat lebar, memungkinkan ular memasukkan makanannya ke mulut secara utuh.
Ukuran lubang ini, yang oleh para ahli herpetologi disebut "gape", menempatkan batas atas pada ukuran mangsa yang bisa dimakan ular.
"Rahang ular tidak melekat pada tengkorak, tetapi ligamen," kata Calhoon. "Ular memiliki struktur rahang ligamen yang sangat fleksibel, yang bisa merenggang dan membuka lebih lebar."
Setelah rahangnya direntangkan di sekitar mangsa, langkah berikut yang dilakukan ular adalah memindahkan mangsanya melalui saluran pencernaan, di mana cairan pencernaan di perut akan mulai memecah jaringan tubuh mangsa.
Saat memakan mangsa kecil (seperti cacing atau hewan pengerat), ular memakai rahangnya untuk mendorong mangsa ke saluran pencernaan. Namun, untuk mangsa yang lebih besar, ular harus menggunakan tulang di kepala dan rahangnya agar mangsa bisa bergerak ke perut.
Sementara ada beberapa ular yang dilaporkan melahap buaya, sapi dan manusia, sebagian besar mereka justru sudah cukup kenyang dengan memakan cacing atau mungkin tikus.
"Mereka memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan dalam jaring makanan dan ekosistem Bumi. Keberadaan ular amat berguna bagi ekologi dan keseimbangan alam," pungkas Klaczko.