Liputan6.com, Moskow - Kementerian Pertahanan Rusia, pada Selasa 15 Oktober 2019, menjelaskan bahwa pasukan mereka telah dikerahkan ke garis depan konflik di Suriah bagian utara.
Ini merupakan perkembangan terbaru sejak tentara Turki memulai operasi militer pada 9 Oktober untuk menggempur kelompok milisi Kurdi Suriah yang menguasai wilayah tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Pengumuman Rusia juga datang hanya berselang setelah Tentara Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad yang dibeking Moskow, membangun koalisi dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) pimpinan kelompok Kurdi untuk membendung operasi militer Turki.
Soal intervensi terbaru Moskow di Suriah bagian utara, Utusan Khusus Rusia untuk Suriah, Alexander Lavrentiev mengatakan bahwa Kremlin "tidak akan membiarkan" Turki bentrok dengan tentara al-Assad, kantor berita Rusia RIA Novosti melaporkan, seperti dikutip dari Newsweek, Rabu (16/10/2019).
Kehadiran Rusia di Suriah utara yang tengah menjadi area operasi ofensif Turki menunjukkan kontradiksi dari hubungan kedekatan mereka dengan Ankara. Terlebih, kedua negara, bersama dengan Iran, telah membentuk proses trilateral yang dirancang untuk mengakhiri perang saudara Suriah dan bertemu baru-baru ini bulan lalu dengan harapan mendorong perdamaian.
Teheran sendiri telah mengutuk langkah negeri ottoman yang melancarkan operas di Suriah utara.
Simak video pilihan berikut:
Milisi Pro-Ankara Menyerbu Kota Manbij di Suriah
Sementara itu, milisi pemberontak Suriah pro-Turki, awal pekan ini, melancarkan operasi untuk merebut kota strategis Manbij dari pasukan Kurdi Suriah. Ini merupakan perkembangan terakhir dari operasi ofensif Turki yang hendak mengusir kelompok Kurdi dari wilayah Suriah bagian utara dan timur laut sejak 9 Oktober 2019.
Operasi milisi itu datang ketika pasukan pemerintah Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad bekingan Rusia mulai bergerak menuju front perang di utara, setelah Damaskus membuat kesepakatan dengan Pasukan Demokrat Suriah (SDF) yang dipelopori Kurdi untuk menangkis dorongan militer Ankara.
"Pertempuran Manbij telah dimulai," Mustafa Seijari, seorang pejabat sayap politik dari milisi pemberontak Suriah yang didukung Turki mengatakan di Twitter pada Senin 14 Oktober, seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (15/10/2019).
Manbij sering bertukar tangan selama konflik. Kota itu ditangkap oleh pemberontak Suriah anti-Assad pada 2012, sebelum ditangkap oleh ISIS dua tahun kemudian, untuk kemudian direbut oleh milisi SDF pada 2016 --yang menandai kekalahan teritorial ISIS di Manbij.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecilkan nuansa ofensif proksi militernya ke Manbij, menjelaskan bahwa mereka datang ke sana bukan untuk berperang dengan tentara Suriah pimpinan Presiden Assad yang dibeking Rusia.
"Ketika Manbij dievakuasi, kami tidak akan masuk ke sana sebagai Turki. Saudara-saudara Arab kami, yang adalah pemilik sebenarnya, suku-suku ... akan kembali ke sana. Pendekatan kami adalah untuk memastikan kembalinya dan keamanan mereka di sana," kata Erdogan.
Turki mengatakan, operasinya ditujukan untuk membersihkan area Suriah utara dan timur laut dari unsur-unsur "teroris" dan menciptakan apa yang disebut "zona aman" di mana beberapa dari 3,6 juta pengungsi Suriah di Turki dapat dimukimkan kembali di sana.
Ankara menganggap Kelompok Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), yang membentuk tulang punggung SDF, kelompok "teroris" yang terkait dengan separatis Kurdi di Turki.
Advertisement