Sukses

Usai Didemo Selama Sepekan, PM Irak Adil Abdul Mahdi Mengundurkan Diri

PM Iraq Adil Abdul-Mahdi mengundurkan diri setelah diprotes selama seminggu oleh masyarakat.

Liputan6.com, Baghdad - Presiden Irak mengumumkan pada hari Kamis, 31 Oktober 2019 bahwa Perdana Menteri Irak Adil Abdul Mahdi telah setuju untuk mengundurkan diri setelah berminggu-minggu protes anti-pemerintah yang menyebabkan ratusan korban.

Dilansir dari CNN, Jumat (1/11/2019) dalam pidato yang disiarkan televisi melalui TV Al-Iraqiya Irak, Presiden Barham Salih mengatakan Abdul Mahdi telah setuju untuk mundur dengan syarat bahwa akan ada seorang penerus yang menggantikannya.

"Perdana menteri telah setuju untuk mengundurkan diri," kata Salih, menambahkan bahwa Abdul Mahdi telah meminta para blok politik untuk memiliki solusi yang mencegah kekosongan posisi.

Salah satu ulama terkemuka Syiah Irak sekaligus politisi paling kuat, Muqtada al-Sadr, telah meminta pihak lain untuk mendukung desakannya dalam pemungutan suara yang menentang Abdul Mahdi.

Protes yang telah berlangsung di beberapa bagian Irak selama sebulan terakhir, dipicu oleh keluhan lama tentang pengangguran, korupsi pemerintah, dan kurangnya layanan dasar seperti listrik dan air bersih.

Banyak warga Irak menyalahkan partai-partai politik yang kini berkuasa atas kesulitan ekonomi yang dialami. Skala protes, yang diyakini sebagai yang terbesar sejak jatuhnya Saddam Hussein pada 2003 dan cukup membuat pemerintah kewalahan dalam menanganinya.

Para pejabat negara telah berusaha untuk mengambil kendali dengan menggunakan kekuatan mematikan, sementara juga memberlakukan jam malam serta pemadaman internet.

Pemerintah mengatakan pihaknya hanya akan menembak ketika diserang, tetapi warga yang terlibat dalam demonstrasi membantah dan mengatakan sebaliknya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Beralih Jadi Anarkis

Lebih dari 200 pemrotes telah terbunuh, sedangkan ribuan lainnya terluka sejak protes dimulai awal bulan ini. Aksi protes lainnya pecah di ibu kota Baghdad pada hari Rabu, yang terdiri dari pengunjuk rasa dari berbagai etnis dan sektarian negara itu.

Demonstrasi berubah menjadi kekerasan pada malam hari, dan pemrotes berusaha untuk menyerbu jembatan yang mengarah ke Zona Hijau yang dijaga ketat. Zona Hijau merupakan area yang meliputi wilayah kedutaan AS beserta kedutaan asing lainnya serta gedung parlemen Irak dan gedung-gedung pemerintah lainnya.

"Hari itu, sebuah roket mendarat 100 meter dari kedutaan AS yang kemudian menewaskan seorang prajurit Irak dan melukai yang lainnya," kata seorang perwira senior militer Irak kepada CNN.

Pasukan keamanan Irak sedang menyelidiki insiden itu dan berusaha menentukan titik peluncuran roket.

Pada hari Kamis, PBB meminta dialog nasional untuk meredakan kemarahan yang meluas.

"Demokrasi telah memberi rakyat Irak hak untuk membuat suara mereka didengar dan meminta pertanggungjawaban para pemimpin mereka," Jeanine Hennis-Plasschaert, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Irak.

Hari ini Irak berada di persimpangan jalan. Kemajuan melalui dialog, atau tidak melakukan tidakan yang dapat memecah-belah. Kekerasan hanya akan melahirkan lebih banyak kekerasan lagi. Dialog nasional publik dapat menyatukan rakyat Irak untuk menyusun jalan menuju Irak yang lebih inklusif, stabil dan makmur.