Liputan6.com, Michigan - Alam mengamuk sejadinya di Great Lakes pada 9 November 1913. Badai sudah menerjang sejak 2 hari sebelumnya, namun saat itu adalah yang terparah. Hampir 300 orang tewas, 19 kapal hancur, dan pinggiran danau terendam air.
Saat badai reda keesokan harinya, ombak membawa tubuh-tubuh beku, kaku, dan rusak dari kapal-kapal yang karam. Di antara jasad-jasad itu terlihat ada yang berpelukan. Sungguh pemandangan yang menyayat hati.
Baca Juga
Sejumlah jenazah pelaut yang ditemukan di pinggir Danau Huron memiliki kesamaan: arloji yang berhenti saat jarum jam menunjuk ke pukul 20.00 sampai 23.30 waktu setempat, 9 November 1913.
Advertisement
Kapal tak dikenal juga ditemukan mengambang di lepas pantai timur Michigan. Lima hari setelah penemuannya, akhirnya diketahui itu adalah Kapal Charles S. Price -- sebuah kapal barang yang memiliki panjang 504 kaki.
"Badai 1913 akan dicatat dalam sejarah navigasi sebagai salah satu bencana terdahsyat dengan korban jiwa besar," tulis editor J.H. Armington dalam “Monthly Weather Review" edisi November 1913.
Karena tak ada pencatatan daftar awak kapal secara akurat, jumlah pasti korban tewas tidak diketahui, namun setidaknya nyawa 248 pelaut melayang.
Great Lakes atau adalah kelompok lima danau besar di Amerika Utara di atau dekat perbatasan Kanada-Amerika Serikat: Danau Superior, Danau Michigan, Danau Huron, Danau Erie, dan Danau Ontario. Semuanya adalah danau air tawar terbesar di Bumi.
Badai yang melanda pada 1913 terjadi di 4 danau, terutama Danau Huron. Kala itu angin bertiup dengan kecepatan 110 km/jam selama 14 jam. Hujan deras berubah tiba-tiba menjadi badai salju. Ombak meninggi hingga 40 kaki atau 12 meter.
Dari 17 kapal di Danau Huron antara pukul 20.00 hingga tengam malam, hanya 2 yang berhasil sampai tujuan. Dalam kondisi rusak berat dan compang camping.
Firasat Buruk
Dalam bukunya, "November's Fury: The Deadly Great Lakes Hurricane of 1913", penulis dari Wisconsin, Michael Schumacher mengisahkan tentang Milton Smith, teknisi Kapal Charles S. Price yang memutuskan tak jadi berlayar, meski ia membutuhkan uang untuk memberi makan istri dan 6 anaknya di Cleveland. Gara-garanya, ia mendapat firasat buruk.
Dari kapal, ia menuju ke stasiun kereta api di Ashtabula, Ohio. Di tengah perjalanan Smith bertemu rekannya Arze McIntosh. "Sialan," kata McIntosh, yang bekerja sebagai pengendali setir kapal kala itu. "Aku harap aku bisa pergi bersamamu."
Tapi McIntosh membutuhkan uang dari jasanya mengangkut batubara ke Milwaukee. Untuk membayar operasi mata. Malang, ia menjadi salah satu korban tewas tragedi itu.
Musibah datang nyaris tanpa peringatan. Hanya ada pengumuman kecil di harian Detroit News pada 6 November 1913, di mana peramal cuaca memprediksi angin sedang hingga kencang akan bertiup di danau-danau tersebut.
Kala itu, para prakirawan cuaca tak dilengkapi teknologi canggih seperti komputer, data observasi atmosfer, satelit, atau radar yang bisa membuat prediksi akurat.
Apapun, bencana badai yang menerjang Great Lakes, yang juga disebut White Hurricane karena kondisinya yang bersalju, menjadi inspirasi bagi perkembangan konstruksi kapal, komunikasi, juga prediksi cuaca.
Namun, menurut penulis Valerie van Heest, meski kini teknologi telah maju, para pelaut tetap harus waspada. "Badai seperti itu seharusnya jadi peringatan, bahwa kita tak boleh lengah," kata dia. "Kekuatan alam sangatlah besar, hari ini atau pada tahun 1913 yang lalu," demikian Liputan6.com kutip dari Detroit News.
Selain badai dahsyat di Great Lakes, tanggal 9 November juga diwarnai sejumlah peristiwa penting. Pada tahun 1799 Napoleon Bonaparte ikut serta dalam kudeta atau perebutan kekuasaan di Prancis.
Kemudian pada 9 November 1906, Presiden Theodore Roosevelt meninggalkan Washington DC dalam kunjungan 17 hari ke Panama dan Puerto Rico. Ia menjadi pemimpin AS pertama yang melakukan kunjungan resmi di luar negeri. Sementara pada 1935, pasukan Jepang menginvasi Shanhai, China.
Sementara, ambruknya Tembok Berlin, 9 November 1989, menjadi puncak dari berakhirnya Perang Dingin. Warga Jerman yang menonton TV menyaksikan konperensi pers dari pemerintah dan terkejut mendengar mereka kini bebas untuk pergi ke Jerman Barat.Â
Orang-orang yang langsung mencobanya malam itu diusir menjauh dari Tembok Berlin oleh pengawal perbatasan. Namun dalam beberapa jam, ribuan orang berkumpul di perbatasan dan suasana menjadi semacam pesta besar.
Mereka menaiki tembok sambil bersorak sorai maupun memukuli dinding tembok dengan peralatan seadanya. Esoknya, seperti dikutip dari BBC, buldoser Jerman Timur mulai merubuhkan Tembok Berlin --38 tahun sejak dibangun-- dan gelombang warga Jerman Timur memasuki Berlin Barat.
Â
Reporter: Windy Febriana
Advertisement