Liputan6.com, Lima - Penjelajah National Geographic, Albert Lin --bersama dengan para arkeolog, Adan Choqque Arce dan Thomas Hardy-- menggunakan teknologi revolusioner yang dikenal sebagai LiDAR (pendeteksi cahaya dan jangkauan) untuk mengungkapkan situs kebudayaan Suku Inca di Pegunungan Andes, Peru.
Lokasi tersebut juga menjadi tempat hunian bagi orang-orang yang datang sebelum Suku Inca: pra-Inca.
Pemukiman itu terletak di zona arkeologis Wat'a --yang berarti "pulau" dalam bahasa asli setempat-- di ketinggian sekitar 13.000 kaki atau 3.962 meter di atas permukaan laut (mdpl) atau 5.000 kaki lebih tinggi dari Machu Picchu, puncak kemuliaan peradaban Inca.
Advertisement
"Sangat sulit untuk sampai ke sana," kata Lin kepada Newsweek, dikutip pada Senin (11/11/2019). "Kau berada di ketinggian sekitar 13.000 kaki dan sebagian besar lanskap terbuka, tidak banyak pohon. Jadi, kau pada dasarnya memanggang diri di bawah sinar matahari di tempat tinggi."
Baca Juga
"Ketika kami berada di sana, kami mendapati pemandangan megah ini --dikelilingi pegunungan yang benar-benar indah-- dan situs itu sendiri, yang terletak di atas gunung itu, adalah sudut pandang yang sempurna, yang tampak seperti rute perdagangan. Mungkin juga menuju situs yang diduga menjadi Machu Picchu."
Kota kuno tersebut sudah diinvestigasi sebelum menggunakan metode arkeologi tradisional. Peneliti mengungkap keberadaan makam, alun-alun untuk upacara atau ritual, daerah perumahan dan tembok besar di sekitarnya.
Namun, dengan melakukan survei LiDAR, ketiga penjelajah dapat mengungkapkan banyak fitur yang sebelumnya tidak terlihat.
LiDAR pada dasarnya memungkinkan tim untuk "menerawang" semak-semak tebal dan kaktus yang tak terhitung jumlahnya yang melapisi puncak gunung.
Teknologi ini menggunakan instrumen yang dipasang di pesawat tanpa awak atau drone, yang menembakkan sinar laser ke tanah ratusan ribu kali per detik.
Data yang dikumpulkan kemudian digunakan untuk membuat peta 3D terperinci guna mengungkapkan topografi tanah dan fitur buatan manusia purba yang biasanya tidak tampak di permukaan.
Â
Ungkap Peninggalan Baru
Di antara fitur-fitur di atas, tim mampu mengidentifikasi terasering dengan karakter khas Suku Inca, serta struktur melingkar yang terkait dengan pra-Inca.
"Dalam satu gerakan, kami dapat menghilangkan semak itu dan tiba-tiba, seluruh gunung menjadi tempat berbentuk teras ini, seperti Machu Picchu. Teras-teras itu bergerak ke atas, meskipun pada skala yang lebih kecil," imbuh Lin.
"Saya merasakan bahwa pra-Inca dan Inca ... mereka memindahkan pegunungan."
Kota kuno itu menarik untuk diteliti, karena --seperti di tempat-tempat lain di Peru-- Suku Inca tinggal di bekas pemukiman pra-Inca sebelumnya.
Lebih lanjut, para peneliti mengatakan bahwa situs ini, dengan cara tertentu, merupakan 'kembaran' Machu Picchu — yang dibangun pada pertengahan Abad ke-15.
Â
Advertisement