Liputan6.com, Sucre - Eks Presiden Bolivia Evo Morales telah menerima tawaran suaka politik di Meksiko, sehari setelah mengundurkan diri sebagai kepala negara Amerika Latin tersebut pada Senin 11 November 2019, menyusul protes kecurangan pemilu.
Dalam sebuah twit, Morales merasa sangat sedih meninggalkan Bolivia, tetapi mengatakan "akan kembali" ke tanah kelahiran dengan lebih banyak "kekuatan dan energi," demikian seperti dilansir BBC, Selasa (12/11/2019).
Advertisement
Baca Juga
Menteri Luar Negeri Meksiko, Marcelo Ebrard mengumumkan keputusan untuk memberikan suaka kepada Evo Morales pada konferensi pers. Ia menambahkan bahwa Ebard telah naik pesawat pemerintah Meksiko.
Meksiko memiliki pemerintahan yang condong ke kiri dan telah mendukung Morales.
Menlu Ebrard sebelumnya menggambarkan peristiwa di Bolivia sebagai "kudeta", menuduh keterlibatan militer dalam pengunduran diri Morales.
Sementara itu, komandan militer Bolivia memerintahkan pasukan untuk mendukung polisi yang telah bentrok dengan pendukung Morales.
Sekitar 20 orang dilaporkan terluka dalam bentrokan itu.
Morales sebelumnya mendesak para pendukungnya untuk menentang "kekuatan gelap" yang memaksanya untuk mundur.
Evo Morales, seorang mantan petani koka (yang jika diekstrak bisa menghasilkan kokain), pertama kali dipilih pada 2006. Dia telah memenangkan pujian untuk memerangi kemiskinan dan meningkatkan ekonomi Bolivia, tetapi menuai kontroversi dengan menentang batasan masa jabatan konstitusional untuk masa jabatn keempat dalam pemilihan Oktober 2019, yang dituduh telah marak dengan penyimpangan.
Simak video pilihan berikut:
Presiden Interim Bolivia
Sementara itu, Wakil Pemimpin Senat Bolivia, Jeanine Anez mengatakan, dia akan mengambil alih sebagai presiden interim sampai pemilu baru diumumkan.
Anez membuat pengumuman setelah Wakil Presiden Alvaro GarcÃa, pemimpin Senat Adriana Salvatierra dan pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat Victor Borda semuanya mengundurkan diri, meninggalkan barisan berikutnya untuk mengambil alih kekuasaan sementara.
"Saya menganggap tantangan ini dengan satu-satunya tujuan untuk mengadakan pemilihan baru," katanya. "Ini hanyalah fase transisi."
Politikus oposisi mengatakan, dia akan mengadakan majelis legislatif pada Senin 11 November untuk dinobatkan sebagai presiden interim.
Tetapi dengan partai Morales yang mengendalikan Senat dan Dewan Perwakilan, tidak jelas apakah dia akan mendapatkan dukungan yang diperlukan dari legislator.
Di bawah konstitusi Bolivia, siapa pun yang mengambil alih sebagai presiden interim memiliki 90 hari untuk mengadakan pemilihan baru.
Advertisement
Mengapa Morales Berhenti?
Tekanan telah meningkat kepada Evo Morales sejak kemenangannya secara tipis dalam pemilihan presiden bulan lalu.
Pada Minggu 10 November 2019, rangkaian peristiwa yang mengawali proses pengunduran diri Morales berlangsung cepat.
Pertama, Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) mengumumkan hasil audit atas pemilu Bolivia, yang menemukan adanya "manipulasi yang jelas" dan menyerukan agar hasilnya dibatalkan.
Sebagai tanggapan, Morales setuju untuk mengadakan pemilihan baru. Namun saingan utamanya, Carlos Mesa --yang berada di urutan kedua dalam pemungutan suara-- mengatakan Morales tidak boleh menggelar pemilu baru.
Kemudian, muncul intervensi kepala pasukan bersenjata, Jenderal Williams Kaliman, yang mendesak Morales untuk mundur demi kepentingan perdamaian dan stabilitas.
Mengumumkan pengunduran dirinya, Evo Morales mengatakan dia telah mengambil keputusan untuk menghentikan sesama pemimpin sosialis dari "dilecehkan, dianiaya, dan diancam". Dia juga menyebut alasan mundurnya dari kursi kepimpinan sebagai "kudeta".
Laporan yang beredar menyebut Evo Morales mengumumkan pengunduran dirinya dari El Chapare, daerah pedesaan dengan pertanian koka yang besar di Cochabamba, dan sebuah benteng dukungan untuk dia dan Partai Mas yang dipimpinnya.
Menyusul pengunduran diri Morales, penentangnya telah merayakan di seluruh Bolivia, menyalakan kembang api dan mengibarkan bendera nasional. Sementara pendukungnya bentrok dengan polisi di kota-kota La Paz dan El Alto, menurut laporan media setempat.
Argentina dan Bolivia juga turun ke jalan-jalan Buenos Aires pada Senin 11 November 2019 untuk memprotes pengunduran dirinya.
Pengunduran diri Evo Morales mendapat reaksi beragam dari para pemimpin dunia.
Presiden AS Donald Trump pada hari Senin menggambarkannya sebagai "momen penting bagi demokrasi di Belahan Barat".
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan "gelombang kekerasan yang dilancarkan oleh oposisi" tidak mengizinkan "mandat presiden Evo Morales diselesaikan".
Presiden Kuba, Miguel DÃaz Canel melalui Twitter mengatakan bahwa apa yang terjadi adalah "kudeta kekerasan dan pengecut terhadap demokrasi di Bolivia oleh sayap kanan".
Negara-negara yang dipimpin oleh kaum sosialis Nikaragua dan Venezuela juga menyatakan solidaritas dengan Tuan Morales.
Spanyol menyatakan keprihatinannya atas peran tentara Bolivia, dengan mengatakan bahwa "intervensi ini membawa kita kembali ke saat-saat dalam sejarah Amerika Latin di masa lalu".