Sukses

Setelah Twitter dan Facebook, Google Juga Akan Larang Iklan Politik

Sebelumnya, Twitter dan Facebook telah lebih dulu melarang muatan iklan politik.

Liputan6.com, Jakarta - Google tidak akan lagi mengizinkan kampanye politik untuk meletakkan iklan pada orang-orang berdasarkan kecenderungan politik mereka.

Kampanye politik juga tidak akan dapat mencocokkan basis data calon pemilih mereka dengan basis pengguna Google, untuk menargetkan individu di seluruh platform seperti pencarian YouTube dan Google.

Kebijakan akan dimulai di Inggris "dalam waktu seminggu", dengan daerah lainnya akan menyusul di kemudian hari. Demikian dikutip dari BBC, Kamis (21/11/2019).

Kampanye politik masih dapat menargetkan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan lokasi.

Google menambahkan bahwa pihaknya juga akan mengambil tindakan terhadap pernyataan menyesatkan yang terkandung dalam iklan, membuatnya bertentangan dengan Facebook.

Mark Zuckerberg mengatakan jejaring sosialnya tidak akan mengecek iklan dari kandidat atau kampanye politik.

Twitter, sementara itu, mengatakan akan melarang iklan politik sepenuhnya. 

Kebijakan baru Google menempatkannya di suatu tempat di tengah, menyarankan pendekatan lepas tangan, dengan hanya informasi keliru yang paling nyata segera ditindaklanjuti.

"Kami menyadari bahwa dialog politik yang kuat adalah bagian penting dari demokrasi, dan tidak ada yang dapat menilai secara adil setiap klaim politik, balasan, dan sindiran," kata Scott Spencer, kepala manajemen produk Google untuk Iklan Google, dalam postingan blog yang diterbitkan pada hari Rabu (20/11).

"Maka dari itu kami memperkirakan bahwa jumlah iklan politik yang kami tindak lanjuti akan sangat terbatas, tetapi kami akan tetap melanjutkan hal tersebut supaya semuanya jelas," tambah Spencer. 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Berdasarkan Database

Berdasarkan kebiasaan para pengguna dalam melakukan pencarian di internet, termasuk website berita apa yang sering mereka kunjungi, pihak Google dapat membuat asumsi tentang keberpihakan politik mereka.

Apa yang terjadi di AS dan Inggris, kampanye politik memiliki pilihan untuk menargetkan orang berdasarkan keberpihakan mereka.

Hal itu juga memungkinkan kampanye politik di negara lain untuk mengunggah daftar kontak pribadi mereka seperti, database anggota partai ke Google. Setelah itu, mereka akan mungkin memiliki kecocokan dengan pengguna sehingga iklan yang dipublikasikan bisa langsung menjangkau target. Namun, hal tersebut tak lagi diizinkan.

"Akan membutuhkan waktu yang cukup untuk menerapkan perubahan ini," jelas Spencer.

"Kami akan mulai menerapkan perubahan ini di Inggris dalam seminggu (menuju pemilu) dan di Eropa pada akhir tahun, sedangkan negara lain di dunia mulai pada 6 Januari 2020," kata Spencer menambahkan.

Kampanye, seperti pengiklan lainnya, masih dapat menempatkan iklan terhadap jenis konten tertentu, seperti video tentang sepak bola atau artikel tentang ekonomi, kata Google.

Setiap tindakan yang diambil terhadap iklan yang dianggap melanggar kebijakannya, akan dicatat di bagian Laporan Transparansi Google.

Detail tentang iklan yang dihapus akan muncul di halaman, tetapi bukan iklan itu sendiri. Google mengatakan data ini akan tetap dapat diunduh sehingga dapat dianalisis secara independen.

Iklan politik sebenarnya memiliki jumlah yang relatif kecil dari total pendapatan iklan Google, yang berjumlah $116 miliar pada tahun 2018.

Sejak Maret 2019, misalnya, angka-angka Google menunjukkan hanya £ 171.250 telah dihabiskan untuk iklan-iklan politik di Inggris.

Di AS, kampanye telah menghabiskan $ 128 juta untuk iklan Google sejak perusahaan mulai menerbitkan data di wilayah tersebut pada Mei 2018.

Pengeluaran terbesar, "Trump Make America Great Again Committee", telah menghabiskan $ 8,5 juta untuk Google sejak tanggal tersebut.