Sukses

Australia Selidiki Dugaan Parlemennya Hendak Disusupi Mata-Mata China

Badan intelijen domestik Australia mengonfirmasi sedang menyelidiki tuduhan penyusupan intel China di parlemen.

Liputan6.com, Canberra - Perdana Menteri Australia Scott Morrison, pada Senin 25 November 2019 waktu lokal, mengungkap dugaan rencana penyusupan yang hendak dilakukan spionase China terhadap Parlemen Australia.

Ini merupakan tuduhan perdana yang dilontarkan kepala pemerintahan Negeri Kanguru, sejak plot spionase itu disiarkan pertama kali oleh jaringan televisi lokal Nine.

Nine Australia melaporkan, jaringan spionase China dicurigai mendekati seorang warga Australia berdarah Tiongkok untuk mencalonkan diri sebagai anggota parlemen.

Dalam sebuah pernyataan publik yang langka, badan intelijen domestik Australia atau ASIO mengonfirmasi sedang menyelidiki tuduhan dan menanggapinya dengan serius, demikian seperti dilansir BBC, Senin (25/11/2019).

"ASIO sebelumnya telah mengetahui hal-hal yang telah dilaporkan dan telah secara aktif menyelidiki mereka," kata Direktur Jenderal ASIO, Mike Burgess.

Dia mengatakan tidak akan berkomentar lebih lanjut perihal pemeriksaan kasus yang tengah berjalan, tetapi menambahkan: "Kegiatan intelijen asing yang bermusuhan terus menjadi ancaman nyata bagi bangsa dan keamanan kita."

China belum menanggapi tuduhan tersebut.

Sementara itu, PM Morrison mengatakan bahwa laporan itu meresahkan dan "sangat mengganggu", tetapi memperingatkan agar pemerintahannya dan para anggota parlemen tidak boleh terburu-buru "menyimpulkan".

Pada Minggu 24 November, program siaran lokal 60 Minutes Australia melaporkan bahwa seorang yang diduga sebagai intel China mendekati seorang penjual mobil mewah bernama Nick Zhao menjelang pemilihan umum yang berlangsung pada Mei 2019 lalu.

Mereka diduga menawarinya AU$ 1 juta untuk mendanai pencalonannya sebagai calon legislator dari Partai Liberal mewakili konstituen Melbourne untuk kursi Parlemen Australia.

Zhao diketahui sedari awal merupakan anggota Partai Liberal --pemegang kursi mayoritas di parlemen saat ini.

Saat diperiksa oleh ASIO beberapa bulan lalu, Zhao mengonfirmasi pernah didekati oleh seorang yang dituduh Australia sebagai intel China.

Namun, ketika penyelidikan lebih lanjut hendak dilakukan, Zhao ditemukan tewas di sebuah kamar hotel di Melbourne pada Maret 2019 --dua bulan sebelum Pemilu Australia Mei 2019.

Kematian Zhao dan konteks kecurigaan keterlibatannya dengan seorang intel China telah mendorong penyelidikan ekstensif dari aparat Australia.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Mencuatnya Aktivitas Spionase China di Australia

Pada kabar terpisah, seorang pria yang mengaku sebagai mata-mata China telah mengajukan permohonan suaka di Australia, kata laporan media.

Wang "William" Liqiang dilaporkan memberi informasi kepada pihak berwenang tentang operasi di Hong Kong, Taiwan dan Australia, dengan mengatakan ia "secara pribadi terlibat" dalam pekerjaan spionase.

Pria China itu juga mengatakan kepada program siaran 60 Minutes bahwa dia mengetahui beberapa mata-mata Tiongkok yang beroperasi di Australia dan berusaha mempengaruhi politik.

Pejabat Tiongkok telah menolak klaim Wang, dan mengatakan bahwa dia adalah buron pengangguran yang dihukum karena penipuan sebelum melarikan diri dari tanah kelahirannya dengan paspor palsu.

Narasi Intervensi China di Australia

Ada perdebatan yang sedang berlangsung tentang pengaruh China dalam politik dan masyarakat Australia.

Beberapa politikus menuduh Beijing mencoba menyusup ke Canberra melalui sumbangan dan cara lain.

Namun, yang lain percaya bahwa tuduhan itu memicu xenophobia dan membahayakan kemakmuran bangsa, mengingat China adalah mitra dagang terbesar Australia.

Australia mengeluarkan undang-undang baru pada 2018, yang ditujukan untuk melawan campur tangan asing.

Perdana menteri Australia yang saat itu menjabat, Malcolm Turnbull, mengakui "laporan yang mengganggu tentang pengaruh China".

Pernyataan itu secara konsisten ditolak oleh Beijing, yang kadang-kadang menuduh Australia memiliki "mentalitas Perang Dingin".

Awal tahun ini, seorang anggota parlemen Australia berdarah China yang baru terpilih, Gladys Liu, menghadapi pengawasan ketat setelah hubungan masa lalunya dengan kelompok-kelompok terkait Beijing diungkapkan oleh media Australia.

Liu dengan tegas membantah memiliki loyalitas yang terpecah, dan PM Australia Scott Morrison menegaskan bahwa dia telah menjadi korban kampanye "kotor".