Liputan6.com, Beijing - Hati-hati jika mendukung demo Hong Kong kemudian malah mengunjungi China, pasalnya Pemerintah China mengakui meringkus warga negara negara asing atas tuduhan membantu demo di Hong Kong. Dua WNA yang sudah ditangkap berasal dari Taiwan dan Belize.
Dilaporkan South China Morning Post, Minggu (1/12/2019), pria Taiwan yang ditangkap adalah Lee Meng-Chu. Menurut media lokal China, ia diciduk oleh Komisi Keamanan Nasional Shenzhen karena dituduh memberikan rahasia nasional secara ilegal dan menjadi mata-mata dari pihak asing.
Advertisement
Baca Juga
"Lee Meng-chu adalah anggota inti dari organisasi kemerdekaan Taiwan yang pernah mengunjungi Hong Kong untuk bergabung ke dalam kegiatan-kegiatan melawan China dan menyebabkan kekacauan di Hong Kong, dan menyelinap ke daratan utama untuk memata-matai rahasia militer," tulis Guangzhou Daily.
Sebelumnya, pihak berwajib berkata memeriksa Lee terkait kegiatan yang membahayakan keamanan negara. Ia dilaporkan menyebarkan foto-foto militer China serta perlengkapannya di dekat Hong Kong. Lee diperkirakan masuk ke Shenzhen dari Hong Kong pada Agustus lalu.
Selain Lee, ada pula pebisnis bernama Lee Henley Hu Xiang asal Belize yang diringkus karena dituduh membiayai organisasi anti-China di luar negeri. Ia ditangkap oleh Komisi Keamanan Nasional Guangzhou pada 26 November lalu.
Belize sendiri tidak memiliki hubungan diplomatik dengan China. Negara di Amerika Tengah itu tercatat mengakui kedaulatan Taiwan sebagai negara yang berdiri sendiri.
Pihak berwajib menyebut Lee Henley Hu Xiang memberikan sumbangan ke kelompok-kelompok yang menyebabkan kerusuhan di Hong Kong. Ia pun dikatakan melakukan kolusi dengan pihak asing untuk ikut campur ke urusan dalam negeri Hong Kong.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pemerintah China Waspada Terkait Isu Hong Kong
Sebelumnya, China juga pernah meringkus pegawai konsulat Inggris di Hong Kong, Simon Cheng, selama dua minggu. Pemerintah China curiga atas hubungan Cheng dengan warga China yang ikut demo Hong Kong.
Simon Cheng mengaku disiksa selama diinterogasi, bahkan dipaksa mengaku bahwa dirinya terlibat prostitusi.
Aktivis lain, yakni Huang Xueqin asal China juga sempat diciduk pada bulan lalu karena diduga mendukung demo di Hong Kong. Meski tidak dipenjara, kediamannya kini diawasi oleh pemerintah.
Demo di Hong Kong sudah berlangsung selama setengah tahun tanpa adanya titik temu. Selama ini pemerintah China memang menyalahkan negara-negara barat atas demo di yang terjadi. Salah satu pihak yang disalahkan adalah National Democratic Institute (NDI) asal Amerika Serikat.
NDI pun tidak terima dengan tuduhan itu dan menangkis tudingan China yang berkata kelompok mereka adalah "tangan hitam" yang mengendalikan demo Hong Kong. China pun disebut menyebar kabar palsu dan misinformasi.
Advertisement
Donald Trump Sahkan UU Dukung HAM Hong Kong, China Janjikan Balasan Tegas
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, pada Rabu 27 November 2019, menandatangani rancangan undang-undang dari Kongres AS yang mendukung para pengunjuk rasa pro-demokrasi dan penegakan hak asasi manusia di Hong Kong.
Langkah AS menarik respons cepat dan amarah dari Beijing, yang menjanjikan 'balasan tegas', demikian seperti dikutip dari Al Jazeera.
Undang-undang, yang disetujui dengan suara mayoritas oleh House of Representatives (DPR) dan Senat (DPD) memandatkan pemerintah AS untuk melakukan peninjauan setiap tahun terkait situasi HAM di Hong Kong.
Jika ada bukti atas indikasi pelanggaran, Washington dapat menerapkan sanksi ekonomi kepada kota semi-otonom China yang merupakan salah satu pusat finansial dunia tersebut --dan secara luas turut bisa merugikan Beijing.
Kongres juga meloloskan UU kedua, yang juga ditandatangani oleh Trump, yang bisa melarang ekspor amunisi pengendali massa kepada polisi Hong Kong, seperti gas air mata, semprotan merica, peluru karet, dan pistol bius.
Sebagai respons, pernyataan kementerian luar negeri yang dikeluarkan pada Kamis, 28 November 2019 mengatakan bahwa Beijing mengecam keras dan berjanji memberikan "penanggulangan tegas."
Sementara pemerintah otonomi Hong Kong menyatakan "sangat menyayangkan" langkah AS.
Menurut Kemlu AS, 85.000 warga AS tinggal di Hong Kong pada 2018 dan lebih dari 1.300 perusahaan AS beroperasi di sana, termasuk hampir setiap perusahaan keuangan utama AS.
Wilayah itu adalah tujuan utama layanan hukum dan akuntansi AS. Pada tahun 2018, surplus perdagangan barang-barang bilateral AS terbesar adalah dengan Hong Kong pada US$ 31,1 miliar.
Perdagangan antara Hong Kong dan AS diperkirakan bernilai US$ 67,3 miliar pada tahun 2018, dengan AS menghasilkan surplus US$ 33,8 miliar--terbesar dengan negara atau wilayah mana pun, menurut Kantor Perwakilan Perdagangan AS.