Liputan6.com, Jakarta - Tak hanya turun salju, penurunan harga alias diskon besar-besaran sudah menjadi "tradisi" dari Hari Raya Natal di berbagai negara.
Tren belanja Natal ternyata tidak membuat Paus Fransiskus senang. Ia mengecam kelakuan konsumtif yang disebutnya sebagai virus yang menyerang iman.
Advertisement
Baca Juga
Dilaporkan DW, Senin (2/12/2019), Paus Fransikus pun mengingatkan bahwa makna hidup bukanlah berarti menimbun materi. Para jemaah di Vatikan pun ia ajak supaya jangan terlena "cahaya konsumsi yang menyilaukan" yang akan banyak muncul di musim natal ini.
"Jika kamu hidup demi materi, maka hal itu tidak akan terasa cukup, rasa tamak tumbuh, orang lain pun malah (dianggap) menjadi penghalang dalam kompetisi," ujar Paus pada sebuah misa di Vatikan.
Paus Fransiskus juga menyayangkan budaya konsumerisme sedang merajai dunia. Menurutnya, tingkah konsumtif membuat orang percaya bahwa kehidupan bergantung pada apa yang mereka miliki, bukan kepada iman.
Statista memperkirakan belanja musim liburan natal tahun ini akan menembus USD 729,3 miliar atau Rp 10.301 triliun (US$ 1 = Rp 14.124), dan itu baru untuk satu negara saja, yakni Amerika Serikat.
Di AS, belanja musim dingin atau natal dimulai ketika belanja Thanksgiving di akhir November dan terus menyambung hingga Natal. Tahun ini, warga AS rata-rata menghabiskan hingga US$ 846 (Rp 11,9 juta) untuk hadiah natal.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jangan Tamak dan Konsumtif
Pada hari Natal tahun lalu, Paus Fransiskus juga mengungkap kritikan serupa pada budaya konsumerisme. Ia pun mengajak jemaah agar merenung supaya sadar bahwa kehidupan tidak perlu bergantung pada materi.
"Mari kita bertanya pada diri sendiri: Apa saya benar-benar butuh materi dan resep-resep rumit agar bisa hidup? Bisakah saya hidup tanpa segala barang-barang ekstra yang tak diperlukan ini dan memberikan hidup rasa sederhana yang lebih besar?" ujar Paus Fransiskus pada misa malan Natal di Vatikan.
Paus Fransiskus pun menyayangkan bahwa masih banyak orang kelaparan setiap harinya, tetapi banyak orang yang menghamburkan uang demi belanja.
"Zaman sekarang, bagi banyak orang makna hidup ada dalam memiliki, dalam kebanyakan memiliki materi. Rasa tamak menandai sejarah manusia, bahkan hari ini terdapat paradoks, ada beberapa yang makan malam dengan mewah, sementara banyak yang tidak bisa makan roti untuk bisa bertahan hidup sehari-hari," kata Paus Fransikus.
Advertisement