Liputan6.com, Jakarta - Nama seorang pekerja migran Indonesia yang menulis tentang demo pro-demokrasi Hong Kong dan dideportasi belakangan tengah jadi buah bibir. Ia adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bernama Yuli Riswati.
TKI Yuli menjadi sorotan karena ia dideportasi belum lama ini oleh pemerintah Hong Kong, alasannya karena tak memperpanjang Visa atau overstay. Kendati demikian, ia merasa diperlakukan tak biasa. Dirinya menyebut apa yang dialaminya tak seperti kawan-kawan dengan kasus serupanya.
Kabar berembus perlakuan berbeda itu karena dirinya kerap menuliskan demo Hong Kong. Apa yang dialami olehnya menuai kritik dari Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) di Surabaya.
Advertisement
Berikut ini sejumlah fakta di balik kasus TKI Yuli yang dideportasi dari Hong Kong, Liputan6.com rangkum dari sejumlah sumber pada Kamis (5/12/2019):
Â
Â
Â
1. TKI asal Surabaya ini cukup sering memberitakan peristiwa gerakan pro-demokrasi yang terjadi di Hong Kong dan mempublikasikannya lewat media alternatif milik, Migran Pos --media online fokus tentang menjalin komunikasi antar pekerja migran RI di Hong Kong yang terbentuk Maret 2019. Sebelumya ia menjadi kontributor untuk koran lokal Hong Kong berbahasa Indonesia, Suara.
Advertisement
2. Pada 23 September 2019, sebuah media lokal Hong Kong memuat profil Yuli dan menceritakan tentang kisah seorang pembantu rumah tangga (PRT), yang kerap membagikan cerita seputar demonstrasi di sana.
3. Pemberitaan soal Yuli Riswati trending di Hong Kong pada 23 September, ia ditangkap oleh petugas Imigrasi Kowloon Bay di rumah majikannya karena diduga melakukan pelanggaran izin tinggal. Meskipun Departemen Imigrasi kemudian memutuskan untuk tidak memberikan bukti terhadapnya di pengadilan.
Advertisement
4. Pada 4 November 2019, Yuli menjalani sidang di Pengadilan Sha Tin, Hong Kong. Ia memang dinyatakan bersalah karena melanggar izin tinggal namun hanya dikenakan hukuman wajib berkelakuan baik dan tidak boleh melanggar hukum selama 12 bulan ke depan.
5. Pada 5 November 2019, Yuli justru dibawa ke Castle Peak Bay Immigration Centre (CIC), karena pihak imigrasi menilai tidak ada pihak yang menjamin dan memberi tempat tinggal kepada Yuli. Ia lantas ditahan tanpa pemberitahuan masa tahanan atau proses yang akan dilalui.
Advertisement
6. Selama di CIC --ruang penahanan untuk orang-orang atau warga asing yang akan dipulangkan ke negara asalnya atau sedang dalam proses pendataan atau pengajuan suaka-- Yuli mengaku diperlakukan sangat buruk. Kerap dihukum saat berbicara, dipaksa bugil padahal dalam tulisan di bukunya hanya meraba badan. Hal itu membuatnya depresi.
7. Yuli juga diminta menuliskan pernyataan sikap oleh petugas imigrasi yang justru ia anggap memojokkannya. Akhirnya ia menulis soal tanpa pendampingan, pencabutan aplikasi visa dan pemulangannya.
Advertisement
8. Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong menegaskan bahwa yang dilakukan oleh otoritas Hong Kong terhadap Yuli adalah bentuk tindakan atas pelanggaran keimigrasian yaitu tinggal melebihi waktu yang diijinkan (overstay).
9. Konsul Protokol dan Konsuler, KJRI Hong Kong, Erwin Akbar, KJRI tidak dapat berspekulasi mengenai kaitan proses hukum Yuli dengan tulisan-tulisannya tentang demonstrasi di Hong Kong. Ia mengatakan, Yuli dinyatakan bersalah telah melanggar aturan keimigrasian Hong Kong dan dijatuhi sanksi hukum atas pelanggaran tersebut.
Advertisement