Liputan6.com, Yogyakarta - Putra Mahkota Denmark, Mary Elizabeth Donaldson, istri Frederik, tiba di Yogyakarta, Selasa 4 Desember 2019 sore. Dia kemudian bertemu dengan sekelompok remaja dan pegiat kesehatan reproduksi di sebuah warung kopi.
Kepada mereka, Mary berpesan tentang pentingnya pengetahuan, dalam menghadapi persoalan remaja.
"Tanpa ilmu pengetahuan kita akan menghadapi masalah. Dengan ilmu pengetahuan kita memiliki kekuatan. Kita bisa berkata tidak. Kita memahami, dan bisa membuat keputusan, sebuah keputusan yang didasari pemahaman yang baik. Sebuah keputusan yang tepat untuk diri kita sendiri," kata Mary seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (5/12/2019).
Advertisement
Pesan yang disampaikan Mary terkait dengan bagaimana sebaiknya para remaja menghadapi persoalan pribadi mereka. Dia menambahkan, dengan menjadi generasi yang berilmu, remaja memiliki kesempatan untuk memaksimalkan potensi diri dan berperan bagi masyarakat.
Mary berkunjung ke Indonesia sebagai patron dari Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA). Hadir bersamanya, sejumlah pejabat Denmark, Eksekutif Direktur UNFPA Natalia Kanem, dan perwakilan UNFPA Indonesia, Anjali Sen.
Remaja Jadi Pusat Perhatian
Hari Rabu pagi, 4 Desember, Mary berkunjung ke Puskesmas Tegalrejo, Yogyakarta. Puskesmas ini adalah salah satu unit layanan terkemuka di Yogyakarta, yang memberikan perhatian khusus terhadap isu remaja dan kesehatan reproduksi. Mary bertemu dengan sejumlah konselor kesehatan reproduksi remaja. Kepada para konselor itu, Mary sempat menanyakan apa tentang apa yang diinginkan dan dikhawatirkan remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan.
Pertanyaan itu dijawab oleh Amri Shinta, seorang konselor remaja di Puskesmas tersebut. Dia menjawab, para remaja dengan kehamilan yang tidak diinginkan, membutuhkan perlindungan dan dukungan psikologis dari teman-teman sebayanya. Mereka juga membutuhkan pemeriksaan kesehatan, tanpa ada stigma negatif yang diberikan.
"Juga mendapatkan informasi-informasi yang jelas, karena di usianya yang masih sangat muda, tentu kurang informasi tentang kehamilan, tentang bagaimana cara menyusui, persalinan itu seperti apa, nifas itu seperti apa. Itu yang dibutuhkan, informasi dan pendampingan yang tidak ada stigma negatif," ujar Shinta.
Triyana, konselor kesehatan reproduksi di Puskesmas Tegalrejo menjelaskan kepada Mary, tentang Pusat Informasi Konseling Remaja (PIKR).
"Dalam PIKR ini, kita berikan mereka pembekalan tentang alat reproduksinya. Bagaimana remaja-remaja itu bisa bertanggung jawab terhadap alat reproduksinya. Bagaimana remaja tidak terjerumus pada pergaulan bebas, sehingga dia melakukan seks bebas, sehingga terjadilah kehamilan tidak diinginkan," kata Triyana.
Ada dua fokus kegiatan di PIKR, yaitu penyediaan konselor sebaya dan pendidik sebaya. Konselor sebaya dididik khusus menjadi tempat konseling bagi remaja. Proses ini memanfaatkan kecenderungan remaja yang lebih suka dan terbuka untuk berbagi masalah dengan teman sebayanya. Syarat konselor sebaya adalah bisa dipercaya dan paham permasalahan kesehatan reproduksi remaja.
Fokus kedua adalah pendidik Sebaya, yang bertugas memberikan pembekalan bagi remaja tentang kesehatan reproduksi mereka. Kelompok ini bekerja sama dengan kalangan pendidikan untuk mengakses sekolah-sekolah, perguruan tinggi, rumah ibadah hingga pondok pesantren.
"Bagaimana dengan yang sudah telanjur hamil di luar nikah? Kami selalu pesankan, kandungan harus dijaga kesehatannya. Harus selalu konsultasi kepada bidan atau dokter," tambah Triyana.
Advertisement
Kendala Masih Menghadang
Kepala Puskesmas Tegalrejo, Abdul Latief seusai bertemu Mary menyebut, beberapa kendala sempat mereka diskusikan bersama.
"Kita juga menyampaikan kendala-kendala informasi yang didapat oleh remaja. Beberapa kasus ada sekolah yang masih belum memberikan izin, kita memberikan pendidikan atau penyuluhan tentang alat kontrasepsi, karena dinilai belum waktunya," kata Latief.
Mary sempat mengusulkan adanya perubahan materi untuk setiap jenjang pendidikan. Usulan itu, kata Latief menjadi masukan berarti karena menurut Mary, Denmark menerapkan strategi yang sama.
Kedatangan Mary, lanjut Latief juga bermakna besar dan membuktikan perhatian keluarga monarki Denmark itu terhadap isu kesehatan reproduksi. Mary sempat menanyakan data kehamilan di luar pernikahan yang terjadi khusus di Kota Yogyakarta. Latief menyampaikan, kehamilan tidak diinginkan pada 2018 mencapai sekitar 290-an kasus. Dari jumlah tersebut, 175 kasus dialami remaja.
"Maka ini menjadi concern tersendiri bagi Princess Mary untuk melihat dan mendengar sebenarnya permasalahan kesehatan yang ada di kota Yogyakarta, sebagai perwakilan dari Indonesia untuk kesehatan reproduksi itu apa," lanjut Latief.
Puskesmas Tegalrejo juga membentuk Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Di dalamnya adalah tenaga dokter, perawat dan psikolog yang memiliki kemampuan menangani persoalan remaja lebih baik.
Perwakilan UNFPA Indonesia, Anjali Sen mengatakan, lembaga tersebut memastikan akan terus menjadi partner dan memberikan dukungan seterusnya. Mereka juga akan terus memastikan bahwa setiap orang memiliki akses untuk informasi, pendidikan dan layanan tanpa adanya diskriminasi dan stigma.
"Saya tahu kita masih punya banyak hal yang harus dikerjakan. Kita harus bekerja dengan komunitas, dengan kalangan pendidikan, melakukan banyak advokasi, bekerja sama dengan tokoh masyarakat, dan tentu saja ini adalah pendekatan multisektor, dan sekali lagi kami tegaskan, kami akan selalu bersama sebagai partner dalam isu ini," ujar Anjali.
Sebelum meninggalkan Yogyakarta pada Rabu sore, Mary dan rombongan sempat bertemu Sri Sultan Hamengkubuwono X di Keraton, dan mampir ke KUA Gondomanan.