Sukses

Raja Salman: Rakyat Saudi Marah Akibat Penembakan di Markas AL Florida

Raja Salman angkat suara terkait penembakan di pangkalan udara Angkatan Laut AS di Florida.

Liputan6.com, Jeddah - Raja Salman dari Arab Saudi angkat bicara soal penembakan yang terjadi di pangkalan udara Pensacola, Florida. Pelaku penembakan adalah letnan asal Arab Saudi yang sedang melakukan pelatihan penerbangan.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengaku sudah dihubungi oleh Raja Salman. Trump pun menyampaikan simpati Raja Salman via Twitter beberapa jam usai penembakan terjadi pada Jumat pagi, 6 Desember 2019 waktu setempat. 

"Raja Salman dari Arab Saudi baru saja menelepon untuk mengungkapkan rasa berduka citanya dan memberikan simpatinya ke keluarga dan sahabat dari kesatria yang terbunuh dan terluka dalam serangan yang terjadi di Pensacola, Florida," tulis Trump seperti dikutip Sabtu (7/12/2019).

Pada twit berikutnya, Donald Trump menyampaikan bahwa rakyat Arab Saudi merasa marah atas penembakan yang terjadi. Trump juga menulis bahwa rakyat Saudi mencintai Amerika Serikat.

"Sang Raja juga mengatakan rakyat Saudi sangat marah oleh aksi barbar si penembak, dan orang ini tidaklah mewakili dalam bentuk apapun perasaan rakyat Arab Saudi yang mencintai rakyat Amerika," ujar Trump.

Masih lewat Twitter, Presiden Trump berkata sudah berbicara dengan Gubernur Florida Ron DeSantis terkait penembakan. Pihak Gedung Putih pun menyebut akan terus memonitor investigasi yang berlanjut.

Penembakan terjadi di Pangkalan Udara Pensacola milik Angkatan Laut AS. Pelaku merupakan bagian dari militer Arab Saudi dan sedang menjalani program pelatihan selama tiga tahun.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Total 4 Orang Tewas

Perwira militer asal Arab Saudi menjadi tersangka penembakan massal di Pangkalan Udara Angkatan Laut Pensacola di Florida. Ia merupakan bagian dari militer Saudi yang sedang ikut latihan terbang di pangkalan itu.

Dilansir CNN, Sabtu (7/12/2019), penembakan terjadi pada Jumat pagi 6 Desember oleh warga Arab Saudi bernama Mohammed Alshamrani yang berpangkat Letnan Dua. Pelaku menewaskan tiga orang serta melukai setidaknya 11 orang lain.

Senjata yang digunakan pelaku adalah jenis pistol tangan (handgun). Ia tewas setelah adu tembak dengan dua petugas yang ikut terluka. Total korban pun menjadi empat orang, termasuk pelaku.

FBI sudah mengambil alih investigasi kasus ini. Kasus penembakan ini belum ditetapkan sebagai kasus terorisme.

Nama-nama korban sejauh ini belum dirilis, sampai pihak berwajib menghubungi keluarga mereka.

Pelaku mulai latihan di AS pada Agustus 2017 sebagai bagian dari program tiga tahun. Pihak Kementerian Pertahanan Amerika menyebut pelaku belajar penerbangan dasar, pelatihan pilot, dan Bahasa Inggris.

Gubernur Florida Ron DeSantis meminta pemerintah Arab Saudi agar bertanggung jawab pada korban serta mempertanyakan pelatihan militer warga asing. Namun, pihak militer berkata kehadiran murid internasional adalah hal wajar dan ada ratusan murid asing di pangkalan Pensacola.

"Selalu ada murid-murid internasional yang berlatih di sini, karena tempat ini bagus sebagai tempat latihan. Ini adalah pelatihan berkualitas bagus," ujar Commading Officer dari Pangkalan Udara Pensacola, Kapten Tim Kinsella.

Insiden penembakan ini terjadi tak lama usai pria diduga petugas militer menembak dua orang di Pearl Harbour pada Rabu siang 4 Desember 2019. Pelaku yang merupakan anggota Angkatan Laut AS bunuh diri di lokasi kejadian.

3 dari 3 halaman

Jejak Digital Penembak

FBI menyebut masih belum mengetahui motif dari penembakan. Para investigator juga sedang mencari tahu bagaimana pelaku yang merupakan warga asing bisa mendapatkan senjata api.

Pelaku seharusnya belajar di AS hingga Agustus 2020. Sumber CBS News menyebut investigator sudah berbicara dengan warga Saudi lainnya yang terkait penembakan. Hingga kini belum ada penahanan atau penetapan tersangka.

Middle East Media Research Institute menemukan jejak digital di Twitter yang diduga milik si penembak. Pelaku berkata tidak membenci orang Amerika, tetapi ia marah karena kebijakan AS yang mendukung Israel.

"Apa yang saya lihat dari Amerika adalah mendukung Israel yang merupakan bentuk penjajahan negara Muslim," tulis akun tersebut.