Liputan6.com, Bali - Pertemuan "Bali Democracy Forum" (BDF) ke-12 yang diselenggarakan tahun ini pada 5-6 Desember menyoroti tiga tantangan pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam membangun ekonomi yang merangkul semua kalangan atau inklusif, antara lain ketimpangan, pembangunan tidak merata, dan rendahnya tingkat pendidikan.
Tantangan itu disepakati oleh 11 pembicara diskusi panel bertajuk "Demokrasi dan Inklusivitas" yang menjadi salah satu tema pembahasan "Bali Democracy Forum" di Bali, Kamis 5Â Desember 2019.
Dalam mengatasi masalah itu, Direktur Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) Christophe Bahuet menyampaikan ekonomi kreaktif memiliki peranan penting dalam memperluas pembangunan inklusif.
Advertisement
"Perlu diketahui, ekonomi kreatif merupakan salah satu agenda yang terus dipromosikan pemerintah Indonesia dalam forum PBB, dan usulan itu telah disambut baik lewat disahkannya resolusi terkait ekonomi kreatif pada Sidang Majelis PBB di New York," kata Kementerian Luar Negeri RI, penyelenggara BDF, lewat siaran tertulis yang dikutip dari Antara News, Sabtu (7/12/2019).
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, menyampaikan pembangunan ekonomi yang inklusif merupakan syarat utama memelihara sistem demokrasi di Indonesia.
"Demokrasi tanpa pemenuhan ekonomi akan sulit berkembang," kata Iskandar.
Tidak hanya itu, pembicara lain yang terdiri dari perwakilan pemerintah, perusahaan rintisan, pihak swasta, asosiasi pengusaha, akademisi, badan PBB, lembaga pengawas, dan perbankan juga menyampaikan ekonomi inklusif dapat diciptakan melalui pemerataan pembangunan infrastruktur, pemanfaatan teknologi, serta peningkatan akses pendidikan untuk seluruh kalangan masyarakat.
Menurut Kemlu RI, dialog mengenai ekonomi inklusif diharapkan menjadi wadah berbagi pengalaman atau best practices dari para pemangku kepentingan sehingga ada kerja sama konkret yang dapat dibuat dalam mengembangkan kapasitas negara-negara berkembang.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah guna mendukung pembangunan ekonomi inklusif mencakup penandatanganan nota kesepahaman antara Kemlu RI dengan Bank Rakyat Indonesia untuk pemberdayaan dan pengembangan kapasitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia serta wilayah pasifik.
Bali Democracy Forum merupakan pertemuan kerja sama tahunan negara-negara sistem demokrasi di Asia yang diadakan setiap Desember di Bali. Forum itu pertama kali diadakan pada 2008, dan saat ini ada kurang lebih 20 negara yang berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.
Ketua Komisi I DPR Tutup Gelaran BDF ke-12
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Meutya Hafid menutup gelaran Forum Demokrasi Bali (Bali Democracy Forum/BDF) ke-12 di Bali, Jumat 6 Desember, yang secara total dihadiri oleh 461 delegasi dari 87 negara dan tujuh organisasi internasional.
Dalam pidato penutupan, anggota DPR perempuan itu kembali menekankan soal partisipasi dan peran perempuan khususnya dalam proses pengambilan keputusan yang menjadi bagian penting dalam demokrasi.
"Berbagai peranan perempuan mendukung ketahanan demokrasi suatu negara, terutama dalam dinamika situasi geopolitik saat ini," ujar Meutya.
Lebih lanjut ia menyebut bahwa ketahanan demokrasi itu diperlukan untuk menguatkan lembaga kenegaraan serta mempromosikan budaya inklusi sebagai prasyarat untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Meutya juga mengapresiasi beragam perspektif yang muncul selama forum yang digelar dua hari, 5-6 Desember 2019, itu berlangsung, terlebih dengan adanya panel khusus dengan pembicara empat menteri luar negeri perempuan dari Indonesia, Australia, Kenya, dan Namibia.
"Panel itu sejalan dengan SDGs dan upaya untuk menjaga keberlangsungan prinsip kesetaraan gender. Kita menjadi saksi munculnya berbagai perspektif dan pemikiran terhadap tantangan dalam menumbuhkan demokrasi inklusif dan bagaimana upaya untuk melewatinya," kata dia.
Â
Sebelumnya, dalam pembukaan BDF ke-12 pada Kamis 5Â Desember, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi juga menyoroti perihal demokrasi yang inklusif terkait kerapuhan suatu negara.
"Semakin inklusif sebuah negara, maka negara tersebut akan semakin tidak rapuh atau stabil. Oleh karenanya, proses demokrasi memerlukan partisipasi dan kontribusi aktif seluruh lapisan masyarakat," ujar Retno.
Advertisement