Liputan6.com, Jakarta - Wacana Presiden Joko Widodo terkait hukuman mati bagi koruptor dianggap tidak akan efisien untuk mencegah tindak pidana korupsi. PBB dan Inggris pun berharap wacana itu tidak akan dilaksanakan.
Sebelumnya, Presiden Jokowi berkata hukuman mati terhadap koruptor dapat dilakukan bila rakyat menghendaki. Jokowi melontarkan wacana itu ketika berkunjung ke pentas Prestasi Tanpa Korupsi di SMKN 57 Jakarta pada Hari Anti-Korupsi Sedunia.
Advertisement
Baca Juga
Merespons itu, United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) berkata hukuman mati tak terbukti efektif untuk meminimalisir tindak pidana korupsi. PBB pun berpendirian untuk menolak tindakan itu.
"Hukuman mati tidak pernah mencegah kejahatan apapun. PBB sebagai organisasi tentunya menekan negara untuk menghilangkan hukuman mati," ujar Country Manager UNODC untuk Indonesia Collie F. Brown di Jakarta kepada Liputan6.com, Senin (9/12/2019). "Pada pendirian PBB, kami menolak itu," lanjutnya.
Senada, perwakilan negara maju seperti Inggris juga berkata hukuman mati tidaklah efektif mencegah korupsi. Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia Rob Fenn pun berharap agar tindakan hukum mati tidak diteruskan.
"Posisi Inggris sama. Kami menentang hukuman mati, dan kami merekomendasikan Indonesia untuk terus melakukan moratorium de facto pada hukuman mati," ujar Rob Fenn yang berharap hukuman mati tak masuk ke RUU KUHP.
"Jadi menambahkan kejahatan yang bisa dihukum mati adalah sebuah langkah mundur, itu dalam pandangan Inggris," jelasnya. Berdasarkan data Transparency International, Inggris merupakan contoh negara yang berhasil memberantas korupsi.
Ketika ditanya soal China sebagai contoh negara yang sering disebut berhasil menghukum mati koruptor, Collie Brown kembali menegaskan bahwa di negara manapun hukuman mati tidak efektif untuk mencegah korupsi.
"Kembali ke apa yang saya nyatakan, tak peduli negara mana, posisi PBB tetap sama (hukuman mati tak efektif)," kata Brown.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Jokowi Buka Peluang Koruptor Dihukum Mati Bila Rakyat Menghendaki
Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak menutup kemungkinan adanya revisi Undang-undang yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor. Asalkan, usulan tersebut datang dari rakyat.
“Itu yang pertama kehendak masyarakat,” kata Jokowi di SMK Negeri 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).
Jokowi menyebut aturan yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor bisa masuk dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor.
“Itu dimasukkan (ke RUU Tipikor), tapi sekali lagi juga tergantung yang ada di legislatif,” ujarnya.
Saat menghadiri pentas Prestasi Tanpa Korupsi di SMKN 57 Jakarta, Jokowi mendapat pertanyaan seputar hukuman mati bagi koruptor. Pertanyaaan tersebut datang dari salah satu pelajar bernama Harli.
”Mengapa negara kita mengatasi korupsi tidak terlalu tegas? Kenapa nggak berani seperti di negara maju misalnya dihukum mati? Kenapa kita hanya penjara tidak ada hukuman tegas?” tanya Harli.
Advertisement
Aturan Hukuman Mati
Jokowi langsung menjawab bahwa aturan hukuman mati sudah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi, hukuman mati dalam UU tersebut hanya berlaku bagi koruptor bencana alam nasional.
“Kalau korupsi bencana alam dimungkinan (dihukum mati). Misalnya, ada bencana tsunami di Aceh atau di NTB, kita ada anggaran untuk penanggulangan bencana, duit itu dikorupsi, bisa,” jelas Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo ini menyadari, sejauh ini memang belum ada ketentuan hukuman mati bagi koruptor selain bencana alam.