Liputan6.com, New Delhi - RUU Kewarganegaraan India terus mengalami gelombang penolakan karena isinya yang diskriminatif. Aturan itu akan mempertimbangkan agama imigran yang ingin menjadi warga India. Pemberian suaka bagi warga Muslim pun bisa semakin sulit.
Dilaporkan BBC, Rabu (11/12/2019) menyebut RUU ini adalah amendemen hukum kewarganegaraan India. Dalam aturan eksisting, imigran ilegal tak bisa mendapatkan kewarganegaraan. RUU ini pun menjadi kontroversial karena memisahkan antara Muslim dan non-Muslim.
Advertisement
Baca Juga
Dengan RUU ini, maka imigran non-Muslim akan lebih mudah untuk menjadi warga negara India. Itu dinilai bertentangan dengan konstitusi India yang melarang diskriminasi.
The New York Times melaporkan sentimen anti-Islam semakin kuat di rezim Narenda Modi yang mengedepankan azas nationalis-religius. Pendirian politik itu pun fokus pada kepentingan agama mayoritas di sana. Langkah Modi pun dinilai bertentangan oleh prinsip sekuler negara India.
Salah satu logika anggota parlemen India untuk mendukung RUU diskriminatif ini adalah negara mereka butuh identitas agama seperti negara Islam.
"Ada negara Islam, ada negara Yahudi, semuanya punya identitasnya masing-masing. Dan masyarakat kita ada lebih dari satu miliar, kan? Kita harus punya satu identitas," ujar Ravi Kishan, aktor laga yang menjadi anggota parlemen.
Dilaporkan DW, Rabu (11/12/2019), RUU tersebut sudah disahkan di majelis rendah dan masih harus menunggu persetujuan majelis tinggi pada Kamis mendatang.
Bagi kelompok muslim, oposisi, pegiat HAM dan organisasi kemanusiaan, RUU Imigrasi merupakan implementasi agenda kelompok Hindu Nasionalis di bawah Perdana Menteri Narendra Modi. Bersamanya India menelurkan paket kebijakan yang secara perlahan memarjinalkan 200 juta minoritas muslim.
Partai pemerintah, Bharatiya Janata Party, yang menguasai mayoritas di majelis rendah dengan mulus meloloskan RUU itu usai melewati perdebatan alot. Seorang anggota legislatif muslim bahkan menyebut pemerintah India bertindak serupa seperti Nazi Jerman.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Jika Disahkan
Jika disahkan, RUU tersebut akan mempermudah umat Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi dan Kristen dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan untuk memohon suaka di India.
Pemerintah berdalih, kaum muslim tidak menghadapi persekusi di negara-negara tersebut sehingga tidak dipertimbangkan termasuk kelompok yang rawan menjadi korban.
Pengecualian juga diberikan kepada minoritas seperti Tamil dari Sri Lanka, Rohingya dari Myanmar dan warga Tibet di Cina.
"Saya tegaskan sekali lagi RUU ini tidak berhubungan dengan kaum Muslim di India," kata Menteri Dalam Negeri Amit Shah di hadapan parlemen. Ironisnya Shah sebelumnya menebar rasa takut di kalangan minoritas muslim saat mengusulkan daftar kependudukan nasional (NRC) untuk mengungkap "penyusup" asing di India.
Sementara itu Perdana Menteri Pakistan Imran Khan sudah lebih dulu mengritik legislasi keimigrasian oleh pemerintahan "fasis" India "melanggar" prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dan perjanjian bilateral antara kedua negara.
Advertisement
Penolakan
Pada Senin lalu sebanyak 1.200 ilmuwan dan akademisi dari seluruh India menuliskan surat pernyataan bersama yang menolak RUU Keimigrasian yang baru dan mendesak pemerintah memperlakukan seluruh umat beragama secara adil.
Hal senada dilayangkan Komisi Kebebasan Beragama bentukan parlemen AS yang menyebut RUU Keimigrasian sebagai "tikungan berbahaya ke arah yang salah." Lembaga itu juga menyebut NRC yang menyaratkan tes keagamaan untuk semua penduduk akan menghapus kewarganegaraan ratusan juta umat muslim.
Namun penduduk di timur laut India memiliki alasan lain menentang RUU tersebut. Mereka mengkhawatirkan serbuan pengungsi Hindu dari Bangladesh yang selama ini justru dianggap sebagai penyusup asing. Pada Selasa kemarin, kota-kota India di perbatasan tiga negara, Bangladesh, China dan Myanmar, dibuat lumpuh oleh aksi mogok massal.
Akibatnya sekolah, jalan-jalan protokol dan pusat perbelanjaan terpaksa ditutup atau berhenti beroperasi.
"Aksi ini ditanggapi positif oleh negara bagian di barat daya," kata Samujjal Bhattacharyya dari Organisasi Mahasiswa Timur Laut yang berpengaruh. "Assam dan negara-negara bagian di timur laut sudah mendapat beban berat akibat pendatang asing ilegal," ujarnya.