Sukses

Modus Baru Pelecehan: Guru Rayu Siswi Lewat Grup WA Kelas

Komnas Perempuan Indonesia menguak pelecehan seksual lewat grup WA.

Liputan6.com, Jakarta - Menutup 2019, Komnas Perempuan Indonesia menemukan tren kejahatan baru yang menimpa anak-anak perempuan. Grup WhatsApp (WA) yang menjadi sarana komunikasi guru-murid pun kini menjadi celah aksi pelecehan dari pendidik yang nakal.

Oknum guru itu menghubungi secara pribadi murid yang menjadi target. Ia memastikan terlebih dahulu bahwa murid itu sendirian di rumahnya, kemudian dikunjungi guru itu.

"Komnas Perempuan bahkan menemukan guru itu predator juga. Jadi di sekolah itu murid-muridnya jadi korban. Kalau guru itu kan punya WA group dengan anak-anak sekelas, terus dia japri salah satu (siswinya)," ujar Komisioner Komnas Perempuan Adriana Venny Aryani di selata Diplomatic Forum ke-34 di Jakarta, Selasa (17/12/2019).

Tahun ini, Adriana mencatat ada 97 kasus pelecehan seksual secara online. Kasus revenge porn juga mulai mencuat di Indonesia. Revenge porn adalah menyebarkan foto panas pasangan usai mengakhiri hubungan.

Modus lainnya adalah perdagangan manusia. Dengan iming-iming menjadi pacar, perempuan malah direkrut untuk jadi kurir narkoba.

"Ada rekrutmen trafficking untuk menjadi prostitusi atau menjadi drug trafficking dengan modus dipacarin. Modus itu ada di online," ujar Adrianna. "Anak-anak perempuan harus hati-hati sekali," tegasnya.

Bagi yang ingin melaporkan pelecehan seksual ke Komnas Perempuan, Adrianna menyebut korban bisa memberikan laporan via media sosial seperti Twitter. Pelapor pun bisa menceritakan kronologi kasusnya dengan lengkap.

Klik di sini untuk mengakses akun Twitter Komnas Perempuan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Dukung UN Women, Hannah Al Rashid: Banyak Anak Sekolah Tak Sadar Kena Pelecehan

Aktris-aktivis Hannah Al Rashid mengajak kalangan publik untuk berani bicara soal maraknya kasus kekerasan seksual. Hannah menilai diskursus mengenai topik tersebut masih tabu di kalangan Indonesia sehingga menghalangi proses pencarian solusi.

Ajakan itu disampaikan Hannah dalam rangkaian kampanye internasional 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dari UN Women. Absennya diskusi soal kekerasan seksual membuat korban enggan berbicara dan terus terjebak di siklus kekerasan. 

"Setiap 16 hari ini kita memang kita harus membuka ruang dialog tentang isu ini, karena memang penting sebab kita tak akan bisa cari solusi kalau kita tidak tahu dasarnya ada masalah," ujar Hannah kepada Liputan6.com di Institut Français Indonesia (IFI) di Jakarta pada akhir November lalu.

"Untuk mengetahui ada masalah itu ya kita harus komunikasi. Kita harus ngobrol. Kita harus memang ngobrol tentang hal-hal yang membuat kita tidak nyaman. Harus berangkat dari situ," lanjut Hannah.

Pandangan itu Hannah sampaikan usai diskusi soal film Posesif besutan sutradara Edwin dalam rangkaian kampanye UN Women. Film pemenang Piala Citra menunjukan hubungan toxic antar dua sejoli SMA yang diperankan Putri Marino dan Adipati Dolken.

Edwin mengaku melakukan observasi sosial dalam menggarap film tersebut, sehingga terwujud adegan atau dialog yang mengena. Hannah sendiri mengaku kerap mendengar cerita-cerita pelajar yang tak sadar sedang dalam hubungan toxic.

Hal tersebut Hannah dengar langsung dari pelajar yang mengirimkan Direct Message (DM) di media sosial. Ia lantas berpikir bahwa para murid sekolah perlu diajari terkait kekerasan dalam pacaran atau konsep consent di suatu hubungan agar tak terjebak hubungan toxic.

"Hal-hal kayak gitu sebenarnya kita harus makin sadar. Kalau gue menerima DM dari anak SMP-SMA itu banyak yang tak sadar apa yang menimpa mereka sebenarnya kekerasan atau pelecehan," tegas aktivis UN Women itu.