Sukses

BUMN dan Swasta Masih Belum Penuhi Kuota Pekerja Disabilitas

Apa yang membuat penyandang disabilitas sulit mendapat tempat di lapangan kerja?

Liputan6.com, Jakarta - Pada acara kompetisi film pendek bertema disabilitas, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyebut 45 persen penyandang disabilitas di ASEAN berada di Indonesia. Jumlahnya di atas 20 juta orang dan banyak di antaranya berusia produktif kerja.

Hak atas pekerjaan pun menjadi satu dari tiga prioritas dari Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) dan berbagai organisasi disabilitas lain. Pasalnya, sumber daya manusia dari komunitas disabilitas ternyata belum bisa dioptimalkan pemerintah.

"Ada 21 juta penyandang di seluruh Indonesia. Usia produktifnya itu sekitar 60 persen dari itu. Tentu jumlahnya cukup besar, mungkin bisa sampai lebih dari 12 juta yang usia produktif. Tentu saja mereka butuh pekerjaan, butuh penghidupan," ujar Ketua Umum PPDI Gufroni Sakaril di Kementerian Luar Negeri pada Kamis malam (19/12/2019).

Gufroni Sakaril berkata hingga kini hanya ada UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang memberikan kuota bagi karier bagi penyandang disabilitas, yaitu satu persen perusahaan swasta dan dua persen di BUMN dan pemerintah. Namun, perusahaan swasta dan BUMN masih belum dapat memenuhi kuota itu.

"Kuota satu persen belum bisa sepenuhnya dipenuhi oleh perusahaan swasta dan dua persen untuk BUMN," jelas Gufroni.

Dua penyebabnya adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah berupa pendidikan. Di kalangan penyandang disabilitas, akses pendidikan ke SMA atau universitas ternyata masih sulit.

"Kendala dari internal penyandang disabilitas sendiri yaitu masih Remdahnya tingkat pendidikan sehingga mereka agak sulit masuk dunia kerja. Hanya sedikit yang punya pendidikan bagus," terang Gufroni.

Faktor selanjutnya adalah terkait lingkungan karena masih ada perusahaan yang skeptis terhadap kapabilitas penyandang disabilitas. Gufroni pun berharap ada lembaga pelatihan yang mengajarkan hard skill serta soft skill agar penyandang disabilitas bisa akrab dengan lingkungan sosial.

Direktur Kerja Sama ASEAN Kemlu, Jose Tavares, berkata butuh usaha bersama untuk sosialisasi kebijakan pro-disabilitas sampai ke level pemerintah daerah. Kemenlu pun mendukung kegiatan yang inklusif terhadap penyandang disabilitas di level universitas hingga pemerintah.

"Kita tahu bahwa berbagai kegiatan sangat beragam dan luas, misalkan saja presiden mendorong Asian Para Games agar penyandang disabilitas terlibat secara aktif. Hal-hal seperti itu yang perlu kita dorong," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Kartu Pra-Kerja Jadi Solusi?

Sebelumnya, pemerintahan Joko Widodo pernah menyatakan bahwa pada Maret 2020, akan memulai program kartu Pra-Kerja. Pada program ini, peserta dapat ikut belajar di lembaga pelatihan kerja yang dipilih pemerintah untuk belajar skill baru.

Para peserta juga akan diberi uang transportasi selama pelatihan. Pilihan skill yang disediakan pemerintah juga beraneka ragam tergantung minat peserta, mulai kemampuan barista sampai coding.

Pihak PPDI menyambut positif program ini karena sesuai keinginan terkait lembaga pelatihan. Pihaknya berharap pemerintah dapat turut menjamin adanya posisi di lapangan kerja.

"Harapan kami bagi penyandang disabilitas yang mendapatkan kartu pra kerja dan mendapatkan training, harusnya dijamin mendapatkan pekerjaan," ucap pihak PPDI.