Sukses

Uni Eropa Bergerak Menyerukan Sanksi untuk China Terkait Isu Uighur

Masalah Uighur di Xinjiang menjadi problematika pelik dunia saat ini. Kini, giliran Uni Eropa yang memberikan sanksi kepada China atas masalah tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Pihak China menuduh Parlemen Eropa atas kemunafikannya, setelah sebuah resolusi yang menyerukan sanksi ditargetkan terhadap pejabat China atas perlakuan terhadap minoritas Uighur.

China menghadapi kecaman internasional karena telah mengumpulkan sekitar satu juta warga Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya di kamp-kamp interniran di wilayah barat laut Xinjiang. Demikian dikutip dari Asia Times, Sabtu (21/12/2019). 

Anggota Parlemen Eropa mengatakan pada Kamis, 19 Desember 2019 bahwa catatan hak asasi manusia China telah memburuk pada tahun lalu, dan menyerukan kepada pemerintah Tiongkok untuk "segera mengakhiri praktik penahanan sewenang-wenang tanpa tuduhan, persidangan atau hukuman."

Menanggapi resolusi tersebut, Beijing menyerukan Parlemen Eropa untuk "meninggalkan standar ganda mereka tentang anti-terorisme" dan berhenti "mencampuri urusan dalam negeri China."

"Orang-orang Xinjiang dan orang-orang China memiliki hak yang lebih besar untuk berbicara (tentang situasi di Xinjiang) daripada mereka yang jauh di Eropa, yang belum pernah ke Xinjiang," kata juru bicara kementerian luar negeri Geng Shuang pada jumpa pers reguler.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sanksi Uni Eropa terhadap China

Parlemen Eropa telah menyerukan sanksi yang ditargetkan dan membekukan aset, jika dianggap tepat dan efektif, terhadap pejabat China yang bertanggung jawab atas represi berat hak-hak dasar di Xinjiang.

Beijing pada awalnya membantah keberadaan kamp Xinjiang, tetapi sekarang malah mengatakannya sebagai "pusat pelatihan kejuruan" yang diperlukan untuk memerangi terorisme.

Bulan lalu, New York Times memperoleh 403 dokumen tentang tindakan keras Beijing terhadap mayoritas etnis minoritas Muslim di wilayah itu, termasuk pidato yang tidak dipublikasikan oleh Presiden China Xi Jinping, dan mendesak para pejabat untuk menunjukkan "sama sekali tidak ada ampun" kepada para ekstremis.