Liputan6.com, Jakarta - Dua fenomena astromi terjadi hari ini, Kamis (26/12/2019). Fenomena alam yang menjadi penutup 2019 ini adalah Gerhana Matahari Cincin dan asteroid melintasi Bumi.
Gerhana Matahari Cincin sayang dilewatkan, sebab Indonesia akan mengalami Gerhana Matahari lagi pada 2023 mendatang.Â
Baca Juga
Namun, tidak semua wilayah Indonesia bisa melihat gerhana dengan jelas. Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), hanya ada beberapa wilayah yang bisa dengan jelas menyaksikan gerhana matahari cincin.
Advertisement
Di Indonesia, Gerhana Matahari Cincin bisa diamati di Padang Sidempuan, Sibolga, Kabupaten Siak, Kepulauan Riau, dan sebagian Kalimantan Barat bagian utara, yakni di Kabupaten Singkawang.
Sementara itu, wilayah yang lainnya akan mengalami Gerhana Matahari Sebagian (GMS). Di Jakarta, piringan matahari akan mencapai 72 persen dengan puncak gerhana yang akan terjadi sekitar pukul 12.36 WIB.
Selain di sebagian wilayah Indonesia, Gerhana Matahari Cincin juga bisa diamati di Arab Saudi, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Oman, India, Sri Lanka, Singapura, Borneo, Filipina, dan sejumlah wilayah di teluk Guam.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Proses Terjadinya Gerhana Matahari
Mengutip laman Gerhana Indonesia, Gerhana Matahari terjadi saat bulan pada fase Bulan baru, ketika posisi Bulan terletak antara Bumi dan Matahari.
Gerhana Matahari tak selalu terjadi pada tiap fase Bulan baru. Hal ini karena Bulan bergerak mengelilingi Bumi dengan kemiringan orbit sekitar lima derajat terhadap bidang orbit Bumi terhadap Matahari (ekliptika).
Kemiringan orbit ini tak membuat Bulan selalu sejajar dengan Matahari dan Bumi. Namun, jika fase Bulan baru berlangsung ketika Bulan berada pada titik perpotongan garis orbitnya dengan orbit Bumi-Matahari, terjadilah gerhana.
Ketika gerhana, piringan Matahari di langit akan tertutup oleh piringan Bulan. Dengan begitu, cahaya matahari akan terhalang. Kerucut bayang-bayang Bulan yang disebut umbra dan penumbra akan jatuh ke sebagian wilayah permukaan Bumi.
Pada saat Gerhana Matahari Total, piringan Matahari akan tertutup seluruhnya oleh piringan Bulan. Namun, pada 26 Desember nanti, piringan Bulan tak seratus persen menutupi piringan Matahari.
Hal ini mungkin terjadi karena Bulan mengelilingi Bumi dalam orbit elips. Artinya, ada kalanya Bulan berada dekat dengan Bumi dan ada kalanya jauh.
Sekadar informasi, jarak terdekat Bumi dan Bulan adalah 363.104Km atau disebut perige. Sementara jarak terjauhnya adalah 405.696Km atau apoge.
Perbedaan jarak ini yang membuat Bulan kadang terlihat sangat besar di langit dan kadang terlihat kecil.
Laman Space menyebut, saat Gerhana Matahari terjadi, Bulan berada dalam jarak terjauhnya dari Bumi. Dengan jarak yang jauh ini, Bulan akan lebih kecil dari piringan Matahari.
Advertisement
Asteroid Besar Dekati Bumi
Fenomena astronomi kedua yang terjadi pada Rabu 26 Desember ini adalah sebuah asteroid besar yang mendekati Bumi. Asteroid yang dikenal sebagai 310442 (2000 CH59) akan melakukan pendekatan terdekatnya dengan Bumi pada 26 Desember pukul 07.54 UTC. Hari itu, jarak batu luar angkasa tersebut dengan planet manusia sekitar 0,05 unit astronomi, atau 4,5 juta mil.
Perhitungan itu berdasarkan data dari Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS). Direktur CNEOS Paul Chodas mengatakan, ukuran "dekat" asteroid dengan Bumi ini hanya dalam istilah astronomi, tidak dalam istilah manusia.
"Pada jarak terdekatnya, CH59 akan sekitar 19 kali lebih jauh dari bulan," katanya kepada Newsweek.
"Meskipun kita tahu sedikit tentang sifat-sifat asteroid ini, kita memang memiliki gambaran kasar tentang ukurannya berdasarkan kecerahannya," imbuh Chodas.
CNEOS memperkirakan asteroid ini memiliki diameter antara 919 dan 2.034 kaki. Jika mengambil perkiraan atas, ini akan membuatnya sedikit lebih besar dari Menara Willis di Chicago (biasanya disebut sebagai Menara Sears) yang tingginya lebih dari 1.700 kaki.
Menurut CNEOS, asteroid akan melakukan perjalanan melewati Bumi dengan kecepatan mengejutkan sekitar 27.500 mil per jam, atau sekitar 18 kali lebih cepat daripada jet tempur F-16 yang bergerak dengan kecepatan penuh.
CH59 digambarkan sebagai objek dekat Bumi (Near Earth Object/NEO), yakni setiap komet atau asteroid yang lintasannya mengelilingi matahari membawanya dalam jarak 121 juta mil dari bintang dan 30 juta mil dari orbit planet manusia.
Selain itu, CH59 diklasifikasikan sebagai "berpotensi berbahaya" karena diperkirakan memiliki diameter lebih dari 460 kaki dan lintasan masa depannya diperkirakan akan membawanya dalam 0,05 unit astronomi Bumi.
"Selama berabad-abad dan ribuan tahun (asteroid ini) mungkin berevolusi menjadi orbit yang melintasi bumi," ujar Chodas. "Jadi adalah bijaksana untuk terus melacak (asteroid ini) selama beberapa dekade mendatang dan untuk mempelajari bagaimana orbit mereka berkembang."
Â
Tidak Berpeluang Tabrak Bumi
Dalam kasus CH59, orbit asteroid ini diketahui dengan sangat baik. Proyeksi CNEOS menunjukkan bahwa batu ruang angkasa tidak memiliki peluang untuk bertabrakan dengan Bumi pada abad mendatang.
Proyeksi ini pertama kali ditemukan dalam survei LINEAR pada 2 Februari 2000 dan telah dilacak para ilmuwan sejak saat itu.
Saat ini, diketahui ada sekitar 25.000 NEO yang berdiameter lebih dari 460 kaki. Chodas mengaku pihaknya telah menemukan sekitar 35 persen dari total angka.
"Tetapi jika Anda menghitung semuanya lebih dari 10 meter, total populasi meningkat menjadi sekitar 100 juta, di mana kami hanya menemukan sebagian kecil dari persen," kata Chodas.
"Untuk asteroid yang berpotensi berbahaya (PHA), total populasi diperkirakan sekitar 5.000," ia memungkasi.
Advertisement