Sukses

PBB Kecam Pelanggaran HAM Terhadap Masyarakat Rohingya

Permasalahan Hak Asasi Manusia yang dialami oleh masyarakat Rohingya tak kunjung usai. Kali ini, giliran badan kemanusiaan PBB yang mengecam kasus di sana.

Liputan6.com, Naypyidaw - Majelis Umum PBB telah menyetujui resolusi yang mengecam pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Rohingya dan minoritas lainnya di Myanmar.

Resolusi itu juga menyerukan Myanmar untuk menghentikan hasutan kebencian terhadap Rohingya dan minoritas lainnya. Demikian dikutip dari BBC, Sabtu (28/12/2019).

Ribuan orang Rohingya telah terbunuh dan lebih dari 700.000 orang melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh pada saat penumpasan tentara di negara yang mayoritas penduduk Buddha itu pada 2017 silam.

Myanmar (sebelumnya Burma) menegaskan bahwa mereka kini sedang menangani ancaman ekstremis.

Awal bulan ini, pemimpin negara tersebut, Aung San Suu Kyi menolak tuduhan genosida di Mahkamah Internasional PBB (ICJ).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tak Mengikat Secara Hukum

Majelis Umum PBB telah menyetujui resolusi yang menyatakan kekhawatiran atas berlanjutnya masuknya Rohingya ke Bangladesh selama empat dekade terakhir "sebagai akibat dari kekejaman yang dilakukan oleh pasukan keamanan dan bersenjata Myanmar".

Laporan itu menyoroti temuan-temuan sebuah misi internasional independen "pelanggaran berat hak asasi manusia dan pelanggaran yang diderita oleh Muslim Rohingya dan minoritas lainnya" oleh pasukan keamanan Myanmar, yang digambarkan misi itu sebagai "kejahatan paling berat di bawah hukum internasional".

Resolusi itu menyerukan Myanmar untuk melindungi semua kelompok dan untuk menjamin keadilan bagi semua pelanggaran hak asasi manusia. Kemudian, resolusi tersebut disahkan oleh total 134 negara dalam badan dunia yang beranggotakan 193 negara, dengan sembilan suara menentang dan 28 abstain.

Resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum tetapi dapat mencerminkan pendapat dunia.

Duta Besar PBB untuk Myanmar, Hau Do Suan, menyebut resolusi itu "contoh klasik standar ganda [dan] penerapan norma HAM yang selektif dan diskriminatif".

Dia mengatakan resolusi itu dirancang untuk mengerahkan "tekanan politik yang tidak diinginkan" pada Myanmar dan tidak berusaha untuk menemukan solusi untuk "situasi rumit di negara bagian Rakhine". 

 

Â