Sukses

Akui Demokrasinya Terancam China, Presiden Taiwan Minta Dukungan AS

Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen menyebut bahwa demokrasi Taiwan berada di bawah China. Hal itu membuat negaranya membutuhkan dukungan dari AS dan negara sekutu lainnya.

Liputan6.com, Taipei - Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, Minggu 29 Desember 2019, mengatakan bahwa demokrasi Taiwan berada di bawah ancaman langsung dari China. Dia pun menekankan perlunya hubungan lebih dekat dengan Amerika Serikat (AS) dan sekutu yang lain.

Tsai mengatakan, dia akan mempertahankan kebebasan dan cara hidup Taiwan.

Dikutip dari VOA Indonesia, Senin (30/12/2019), ia juga tidak akan mengubah konstitusi atau nama resmi negara itu, yakni Republik Tiongkok.

Tsai berbicara pada sebuah acara debat yang disiarkan di televisi, di mana dia berhadapan dengan Han Kuo-yu dari Partai Nasionalis dan James Soong dari Partai People’s First.

Tsai mengatakan dia akan melestarikan kebebasan dan cara hidup Taiwan, tetapi tidak akan membuat perubahan pada konstitusi atau nama resmi pulau itu, Republik Tiongkok.

"Tantangan paling mendesak Taiwan muncul dari ambisi China yang berkembang," kata Tsai. "Situasi di wilayah kami semakin kompleks dan kedaulatan Taiwan - cara hidup yang bebas dan demokratis - terancam dilucuti dan dirusak."

"Kita perlu memperdalam dan memperkuat hubungan internasional kita, dan saat ini kita melakukannya dalam hal ekonomi dan secara menyeluruh dengan banyak negara," katanya.

Partai Progresif Demokratik yang memerintah Tsai saat ini memegang mayoritas dalam majelis, yang memungkinkannya untuk mengejar agenda reformasi ekonomi. Hal itu sebagian dimaksudkan untuk menarik investasi kembali dari kelompok bisnis Taiwan yang berbasis di China dan di tempat lain.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Satu Negara, Dua Sistem

Pemilihan presiden dan parlemen dijadwalkan berlangsung pada 11 Januari. Kebanyakan jajak pendapat menunjukkan Tsai memimpin dalam kampanye bagi masa jabatan kedua.

Selama debat, Han melanjutkan klaimnya menghadapi oposisi dari media arus utama dan menuduh pendukung Tsai melakukan korupsi. Dia menggambarkan ancaman China untuk menggunakan kekuatan militer untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya sebagai abstraksi dan membela perjanjian sebelumnya dengan pemerintah China sebagai hal yang diperlukan untuk memastikan masa depan ekonomi Taiwan.

"Jangan mempengaruhi orang. Kamu mencintai Taiwan? Aku juga mencintai Taiwan," kata Han.

Soong, yang memimpin sebagian dari pemilih pro-China, menjadikan dirinya sebagai moderat yang bisa membawa pengalaman politik ke kantor.

Tsai telah memimpin pemilihan dalam beberapa bulan terakhir, sebagian sebagai tanggapan terhadap penumpasan protes pro-demokrasi di Hong Kong.

China memerintah kota semi-otonomi itu di bawah kerangka "satu negara, dua sistem" yang juga diusulkan untuk Taiwan, tetapi telah sangat ditolak oleh hampir 24 juta orang di pulau itu.