Liputan6.com, New York - Pada hari ini 11 tahun yang lalu, tepatnya pada 11 Januari 2009, sebuah pesawat jet US Airways dengan 155 orang di dalamnya kehilangan daya di kedua mesinnya dan jatuh di Sungai Hudson, New York.
Dilansir dari New York Times, Senin (13/1/2020), kemungkinan hal itu terjadi karena pesawat menabrak sekelompok burung setelah lepas landas dari Bandara La Guardia pada Kamis sore. Mesin pesawat terebut mati hanya setelah 2 menit lepas landas.
Baca Juga
Kejadian tersebut bisa saja menjadi malapetaka, tetapi karena pemikiran pilot yang cepat dan cekatan, juga dekatnya kapal penyelamat dari tempat kejadian, seluruh penumpang dan kru pesawat selamat bagai keajaiban.
Advertisement
Airbus A320 yang telah naik hingga 3.200 kaki di atas Bronx dan belok ke kiri, turun ke hilir, badan pesawatnya lebih rendah daripada banyak teras dan jendela apartemen, dalam sebuah touchdown yang dilakukan dengan hati-hati tak lama setelah menyebabkan segumpal besar air di tengah sungai, antara West 48th Street di Manhattan dan Weehawken, New Jersey.
Selama masih dalam penerbangan, Pilot Chesley B. Sullenbergerm membuat keputusan untuk mendarat di Hudson karena ingin menghindari daerah padat penduduk. Dia memperingatkan 150 penumpang untuk bersiap-siap karena pesawat akan melakukan pendaratan keras. Sebagian besar menundukkan kepala ketika pesawat jet itu menabrak air.
Kejadian itu membuat banyak pengemudi yang melihat dari pantai terkejut karena tidak tenggelam segera. Melainkan badan pesawat itu mengambang, berputar dan bergerak ke selatan dengan arus kuat. Beberapa saat kemudian, penumpang yang ketakutan mulai keluar dari pintu darurat ke udara yang sangat dingin dan ke sayap yang terendam dari pesawat.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kerja Pilot Menakjubkan
Kejadian ini disebut sebagai keajaiban di 34th Street Hudson oleh banyak orang, terutama warga New York. Hal ini dikarenakan pilot bisa mendaratkan pesawat tanpa mesin, dan seluruh penumpang selamat.
Pakar penerbangan mengatakan kejadian itu berada di tingkat sulit. Sudut keturunan yang terlalu curam bisa mematahkan sayap pesawat dan membuat pesawat tenggelam. Para saksi di gedung-gedung tinggi di kedua sisi sungai menggambarkan tahapan jatuh yang tampaknya dikendalikan dengan hati-hati.
Di pesawat, penumpang mendengar pilot berkata di interkom, "Brace for impact." Satu penumpang, Elizabeth McHugh dari Charlotte, duduk di lorong dekat belakang, mengatakan pramugari meneriakkan lebih banyak instruksi, seperti kaki rata di lantai, kepala ke bawah, dan tutupi kepala. "Saya berdoa dan berdoa dan berdoa," katanya.Â
Salah satu penumpang yang bergegas keluar ke sayap adalah Jeff Kolodjay, yang berada di Kursi 22A di belakang. Dia mengatakan bahwa setelah pintu darurat dibuka, pesawat mulai dimasuki air.
Dalam apa yang dia gambarkan sebagai "kekacauan yang terorganisir," para penumpang, semuanya mengenakan pelampung penyelamat, berjalan melalui air menuju pintu keluar.
Advertisement
Selamat Bagaikan Mukjizat
Beberapa penumpang dibantu dengan kapal feri, perahu polisi, perahu api, dan beberapa diselamatkan oleh penyelam dari pihak polisi yang turun ke air untuk menyelamatkan.
Setelah diselamatkan ke darat di kedua sisi sungai, para korban segera dibawa ke rumah sakit di Manhattan dan New Jersey. Sebagian besar untuk pengobatan akibat udara yang terlalu dingin. Sekitar 18 derajat Celcius di udara dan sekitar 35 derajat Celcius di air.
Sebagian besar dari mereka berjalan ke darat, beberapa di antaranya ketakutan dan menggigil kedinginan, dibalut dengan mantel pinjaman. Tetapi yang lain tersenyum, dan beberapa siap untuk mewawancarai gerombolan wartawan dan kamera televisi.
Beberapa menggambarkan kelangsungan hidup mereka sebagai mukjizat, sentimen yang diulang kemudian oleh pejabat kota dan negara; yang lain memberikan kisah mengerikan tentang cobaan yang mungkin sedikit orang bayangkan dalam krisis seperti itu.
Â
Reporter: Jihan Fairuzzia