Sukses

Raja Yordania: Perang AS-Iran Bakal Picu Kekacauan Tak Terkira

Raja Yordania, seorang pemimpin pro-Barat yang negaranya adalah tempat berlindung relatif stabil di Timur Tengah buka suara soal kengerian konflik AS vs Iran.

Liputan6.com, Strasbourgh - Konflik AS versus Iran juga mencuri perhatian Raja Yordania, Abdullah II.

"Perang antara AS dan Iran akan menciptakan kekacauan yang tak terkira di dunia," kata Raja Yordania memperingatkan hari Rabu 15 Januari 2020, dalam pidatonya kepada anggota parlemen Eropa mengenai ketegangan yang memanas di Timur Tengah seperti dikutip dari Arab News, Kamis (16/1/2020).

Meskipun Washington dan Tehran saat ini dalam kebuntuan setelah aksi militer saling balas selama dua pekan terakhir, Raja Yordania mengatakan kepada Parlemen Eropa bahwa bahaya belum berlalu.

"Bagaimana jika lain kali tidak ada pihak yang mundur dari tepi jurang, menyeret kita semua menuju kekacauan yang tak terhitung? Perang habis-habisan membahayakan stabilitas seluruh wilayah, " kata King Abdullah II.

"Terlebih lagi, hal itu berisiko gangguan besar terhadap seluruh ekonomi global termasuk pasar, tetapi mengancam kebangkitan terorisme di seluruh dunia."

Peringatan terkait konflik AS versus Iran itu mengemuka di antara serangkaian peringatan lain oleh Raja Abdullah, seorang pemimpin pro-Barat yang negaranya adalah tempat berlindung relatif stabil di Timur Tengah yang dilanda konflik proksi, kekerasan sektarian, dan persaingan antara kekuatan di dalam dan di luar kawasan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Mengumpamakan Suriah dan Irak

Dalam kesempatan tersebut, Raja Abdullah II juga mendesak kepemimpinan yang baik dan kesabaran. Ia juga menyatakan keprihatinan tentang perkembangan di Suriah dan Irak.

"Bagaimana jika Suriah tetap menjadi sandera persaingan global dan kembali ke konflik sipil? Bagaimana jika kita melihat kebangkitan kembali Daesh dan Suriah menjadi tempat pementasan untuk serangan terhadap seluruh dunia?" tanyanya, menggunakan akronim alternatif untuk Daesh.

Gejolak di Irak, katanya, berisiko membawa negara itu ke dalam siklus "pemulihan dan kembali ke kondisi buruk- atau, lebih buruk lagi, konflik."

Dia juga menyebut Libya, salah satu negara dengan masalah kebijakan luar negeri terbesar yang dihadapi Uni Eropa bersama dengan Iran.

"Bagaimana jika Libya runtuh dan pecah perang besar, dan akhirnya menjadi negara gagal? Bagaimana jika Libya adalah Suriah baru, hanya lebih dekat ke benua yang kalian sebut rumah? " tanyanya lagi seraya mengatakan skenario seperti itu perlu ditangani sekarang untuk mencegah pengandaian itu menjadi kenyataan.

Raja Yordania, yang membawa gelar herediter "penjaga" situs suci Muslim dan Kristen di Yerusalem, juga menekankan kepada anggota parlemen bahwa Israel berusaha "memaksakan solusi yang tidak terpikirkan" atas Palestina, karena harapan memudar untuk solusi dua negara yang didukung oleh komunitas internasional.

Menurutnya, pembangunan permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki dan "mengabaikan hukum internasional" dapat disimpulkan sebagai "satu negara yang tidak peduli di lingkungannya, mengabadikan perpecahan di antara orang-orang dan agama di seluruh dunia."