Liputan6.com, Filipina - Mantan kepala polisi penegak perang mematikan terhadap narkoba di Filipina telah didakwa melakukan korupsi karena diduga melindungi petugas yang terkait dengan perdagangan narkotika. Hal itu diunumkan pihak Departemen Kehakiman Filipina.
Oscar Albayalde mengundurkan diri pada Oktober 2019 setelah menjabat sebagai kepala polisi Filipina selama lebih dari setahun. Ia pernah memimpin penumpasan anti-narkotika yang menewaskan ribuan tersangka narkoba mati.
Episode yang menyebabkan kejatuhannya yang tiba-tiba, terjadi karena perang narkoba yang populer di kalangan orang Filipina ini, telah menghadapi kritik internasional atas tuduhan bahwa polisi secara cepat mengeksekusi para tersangka.
Advertisement
Dilansir The Guardian, Departemen Kehakiman mengatakan para jaksa penuntut menemukan 'kemungkinan penyebab' untuk menuntut Albayalde yakni karena tidak menghukum petugas yang dituduh tidak bertanggung jawab atas 163 kg obat-obatan terlarang dan sekitar US$ 517.000 disita dari serangan narkoba.
Saksikan Video Plihan di Bawah Ini:
Membantah
Sebuah pernyataan departemen kehakiman mengatakan 13 petugas polisi lainnya akan didakwa dengan pelanggaran narkoba, korupsi dan menerima suap untuk peran mereka dalam operasi anti-narkoba di provinsi Pampanga, utara Manila.
Albayalde telah berulang kali membantah telah melindungi petugas atau mengambil keuntungan dari narkoba yang disita.
Dalam sebuah pernyataan dia mnyebut kasus itu sebagai kesempatan untuk membersihkan namanya: “Akhirnya, saya akan menjalani hari saya di pengadilan.”
Tuduhan yang dilontarkan terhadapnya membawa hukuman hingga 10 tahun penjara.
Advertisement
Lebih dari 5.000 Tersangka Dibunuh
Serangan-serangan terhadap tersangka Narkoba sebenarnya sudah terjadi pada November 2013 ketika Albayalde menjadi kepala polisi Pampanga.
Tuduhan korupsi dan penyalahgunaan polisi tidak jarang terjadi di Filipina.
Duterte dua kali memerintahkan polisi untuk menghentikan kampanye anti-narkotika karena tuduhan korupsi dan pembunuhan oleh petugas.
Pada bulan Januari, polisi mengatakan mereka telah membunuh 5.552 tersangka dalam operasi anti-narkoba sejak Duterte mulai menjabat pada Juni 2016.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh jumlah sebenarnya empat kali lebih tinggi dan mengatakan pembunuhan itu adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Jaksa penuntut di pengadilan pidana internasional telah meluncurkan penyelidikan awal kampanye dan badan hak-hak asasi utama PBB memberikan suara mendukung peninjauan mendalam.
Meskipun perang narkoba sangat didukung oleh orang-orang Filipina, para kritikus mengatakan itu menargetkan orang miskin dan membuat orang kaya dan berkuasa tidak tersentuh sembari memperkuat budaya impunitas.
Reporter: Deslita Krissanta Sibuea