Liputan6.com, Jakarta - Kematian Ratu Victoria pada 22 Januari 1901, mengakhiri era di mana sebagian besar rakyat Inggris tidak lagi mengenal raja lainnya. Pemerintahannya selama 63 tahun, merupakan kekuasaan yang terpanjang dalam sejarah Inggris.
Selama menjadi Ratu Inggris, Victoria telah mengembalikan martabat kerajaan Inggris dan memastikan kelangsungan hidupnya sebagai lembaga politik seremonial, seperti dilansir dari history.com, Selasa (21/1/2020).
Advertisement
Dilahirkan pada 1819, ia naik takhta setelah kematian pamannya, Raja William IV, pada 1837.
Ketika seorang wanita muda naik ke atas takhta, calon suaminya menggambarkannya, "sebagai seorang yang keras kepala yang terus-menerus berperang melawan kebaikan di dalam dirinya."
Perdana menteri pertamanya, Lord Melbourne, menjadi teman dekat dan penasihatnya, dan dia berhasil menggagalkan penggantinya yaitu Tory Robert Peel pada 1839.
Namun, dua tahun kemudian, pemilihan menghasilkan suara mayoritas untuk Tory di DPR Commons, dan Victoria terpaksa menerima Peel sebagai perdana menteri. Sejak itu, ia tidak pernah lagi campur tangan secara langsung dalam politik Inggris yang demokratis.
Pernikahan Ratu Victoria
Pada tahun 1839, sepupu pertamanya, Albert, seorang pangeran Jerman, datang mengunjungi pengadilan Inggris di Windsor, dan Victoria melamarnya lima hari setelah kedatangannya.
Pangeran Albert menerima, dan pada bulan Februari 1840 mereka pun menikah.
Dia segera menjadi pengaruh dominan dalam hidupnya dan juga bekerja sebagai sekretaris pribadinya.
Di antara prestasi terbesarnya sebagai permaisuri adalah organisasinya pada Pameran Besar tahun 1851, pekan raya dunia pertama, di Crystal Palace, London.
Victoria dan Albert membangun tempat tinggal kerajaan di Osborne House di Isle of Wight dan di Balmoral Castle di Skotlandia. Hal itu membuat mereka semakin terpisah dari London.
Mereka memiliki sembilan anak, termasuk Victoria, kemudian permaisuri Jerman, dan Pangeran Wales, kemudian Raja Edward VII.
Pada tahun 1861, Albert meninggal. Kepergian suaminya membuat kesedihan yang mendalam bagi Victoria, ia pun menghilang dari publik hingga tiga tahun lamanya.
Dia tidak pernah sepenuhnya bisa mengatasi kehilangan itu, dan sampai akhir hidupnya dia meminta pelayan-pelayannya meletakkan pakaian Albert di malam hari untuk hari berikutnya dan juga di pagi hari untuk mengganti air di baskom di kamarnya.
Perdana Menteri Inggris saat itu, Benjamin Disraeli kemudian membujuknya keluar dari pengasingan. Karena itu, Victoria pun terkesan dengan upaya Disraeli dalam memperkuat dan memperluas Kerajaan Inggris.
Pada 1876, dia menjadikannya sebagai "permaisuri India," gelar yang menyenangkannya dan menjadikannya sebagai simbol persatuan kekaisaran.
Selama beberapa dekade terakhir hidupnya, popularitasnya, yang telah menurun karena hilangnya ia selama tiga tahun, meningkat pesat.
Dia tidak pernah menerima kemajuan sosial dan teknologi abad ke-19, tetapi menerima perubahan dan bekerja keras untuk memenuhi tugas seremonialnya sebagai kepala negara.
Ketika dia meninggal, dia telah memiliki 37 cicit yang selamat, dan pernikahan mereka dengan monarki lain memberinya nama "nenek Eropa."
Advertisement