Liputan6.com, Jakarta - Diplomasi Indonesia mendapat kritikan bahwa kurang bersuara di dunia internasional, sehingga ada dorongan agar memakai megaphone diplomacy. Diplomasi cara tersebut memakai metode mengeluarkan pernyataan publik yang keras terkait suatu persoalan.
Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid berkata tidak setuju terhadap penggunaan diplomasi tersebut, sebab masih ada jalur-jalur lain yang bisa ditempuh.
Advertisement
Baca Juga
"Diplomasi memang tidak melulu harus koar-koar jadi saya kuga tidak sepakat harus megaphone diplomacy tapi artinya bersuara dengan lantang itu perlu secara terukur," ujar Meutya usai diskusi konflik Iran dan Amerika Serikat (AS) di Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) pada Kamis (23/1/2020) di Jakarta.Â
Meutya menyampaikan apresiasinya pada tindakan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang menjalin komunikasi dengan Duta Besar Iran dan AS untuk meredakan ketegangan. Ia menyebut Indonesia bisa memakai diplomasi gotong royong dengan cara menggalang dukungan negara-negara sahabat dan Dewan Keamanan PBB untuk meredam konflik Iran dan AS.Â
Konflik antara kedua negara, meski terjadi di Timur Tengah, dipandang Meutya bisa memberi efek ke seluruh dunia, terutama terkait harga minyak.
"Pasti dalam dunia global ini peningkatan ketegangan di suatu daerah akan berdampak ke negara-negara lainnya," ujarnya.Â
Ketika ditanya apakah suara diplomasi pemerintah Indonesia sudah maksimal, Meutya menyebut masalahnya bukan pada kerasnya sebuah pernyataan. Menurutnya yang penting ialah adanya upaya terus-menerus.Â
"Dalam hal ini bukan kerasnya, tetapi intensitas upaya-upaya yang dilakukan. Jadi bukan bicara dengan keras. tetapi bicara kepada banyak pihak jadi siapapun yang bisa membantu dalam negeri atau luar negeri itu bisa digalang," ujar Meutya.Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Komunikasi Berbagai Cara
Meutya kini memimpin Komisi I DPRÂ yang bergerak di bidang hubungan internasional dan intelijen. Pendekatannya komunikasi diplomatiknya pun tidak memakai jalur konvensional saja.Â
Penggunaan Twitter pun ia sebut bisa digunakan untuk menggalang dukungan ke negara sahabat untuk menyelesaikan isu global seperti konflik Iran dan AS.
"All means. Segala cara. Mau lewat sosial media, lewat Twitter, lewat diplomasi, lewat hubungan telepon, bersurat jika perlu, jadi dengan segala cara, karena dampaknya jika terjadi peningkatan ketegangan di sana tak hanya berakibat buruk bagi Indonesia, tetapi bagi dunia," ia menegaskan.
Advertisement