Sukses

Fasilitas Kesehatan Terjangkau Jadi Tema Keketuaan Indonesia di FPGHI pada 2020

Indonesia akan mengetuai Foreign Policy and Global Health Initiative (FPGHI) pada 2020 dengan tema 'affordable global health for all'.

Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun 2020, Indonesia akan mengetuai Foreign Policy and Global Health Initiative (FPGHI) dengan tema 'affordable global health for all' atau fasilitas kesehatan terjangkau untuk semua. 

Dibentuk sejak 2007, FPGHI terdiri dari tujuh negara termasuk Brazil, Prancis, Norwegia, Senegal, Afrika Selatan, Thailand dan Indonesia. Negara-negara tersebut mewakili kawasan yang berbeda seperti Amerika, Eropa, Afrika serta Asia Pasifik. 

FPGHI dibentuk atas dasar isu kesehatan secara global yang membuthkan dorongan politis supaya dapat menjadi prioritas masing-masing di tingkat nasional maupun global. 

 

Para negara anggota berkumpul setiap tahun untuk membahas isu kesehatan kepada para pelaku foreign policy di New York. Jika sebelumnya isu kesehatan jadi suatu masalah medis-teknis, dengan adanya FPGHI hal tersebut beralih menjadi foreign policy language.

Ketika foreign policy language telah disepakati, maka semua foreign policy makers di New York menjadi mengerti mengenai pentingnya kolaborasi dalam menangani isu-isu seperti pandemik dan epidemik seperti SARS, MERS dan kini virus corona. 

Dalam keketuaannya, Indonesia ingin mendorong agar FPGH bisa memiliki suatu pernyataan resmi kerja sama yang kini masih ada dalam tahap negosiasi.

2 dari 3 halaman

Prioritas Indonesia

Dalam pidato pembukanya, Menlu Retno Marsudi menyampaikan bahwa dengan menyediakan layanan kesehatan untuk semua menjadi semakin penting dalam memastikan kualitas layanan kesehatan yang baik dengan akses ke obat-obatan berkualitas tinggi, vaksin, layanan fasilitas, serta tenaga medis.

Layanan kesehatan yang terjangkau adalah salah satu prioritas utama bagi Indonesia, maka dari itu hal tersebut dipilih jadi tema keketuaan di tahun 2020. 

Febriyanto Ruddyard selaku Dirjen Kerja Sama Multilateral Kemlu pun menyampaikan lima hal yang menjadi tindakan konkret dalam prioritas Indonesia selama memimpin FPGHI.

Ha tersebut termasuk mempromosikan pentingnya perawatan kesehatan yang terjangkau untuk menentukan pembangunan berkelanjutan, memeriksa dan menavigasi peluang dan tantangan dalam mempromosikan layanan kesehatan yang terjangkau sebagai faktor kunci dalam menentukan pemerintahan universal, memastikan hak setiap negara untuk sepenuhnya memanfaatkan fleksibilitas aspek perdagangan terkait hak kekayaan intelektual (TRIP) dan untuk memastikan akses universal terhadap pengobatan dan vaksin.

Selain itu juga termasuk memastikan adanya masalah kesehatan yang dijadikan sebagai prioritas dalam masalah perdagangan dan implementasi prinsip Deklarasi Doha, serta untuk lebih memperkuat peran forum FPGH dan mempromosikan layanan kesehatan yang terjangkau.

Cakupan asuransi kesehatan di Indonesia telah mencapai lebih dari 223 juta orang atau 83,5% dari populasi di mana 44% darinya dibiayai oleh negara.

"Kami berusaha untuk meningkatkan kualitas, akses fasilitas dan layanan, dengan kontribusi semua pemangku kepentingan," ujar Menlu Retno. 

Dr Navaratnasamy Paranietharan selaku perwakilan WHO di Indonesia menyampaikan bahwa tema yang diambil sangatlah tepat dengan kondisi negara. 

"Tema tentang 'affordable healthcare for all', sangat relevan bagi Indonesia. Say ke sini 2 tahun yang lalu, and I was astonished by how Indonesia and the president announcing the affordable health care and insurance program for everyone," katanya. 

3 dari 3 halaman

Jadi Politik Luar Negeri

Tujuh negara, Afrika Selatan, Brasil, Prancis, Norwegia, Thailand, dan Indonesia telah sepakat untuk bekerja sama, menunjukan kekuatan gabungan untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman kesehatan.

"Kami sepakat untuk mengintegrasikan masalah ke dalam arena diskusi dan pengambilan keputusan kebijakan luar negeri," ujar Menlu Retno. 

Dalam 15 tahun terakhir, masalah kesehatan telah naik ke tingkat tertinggi politik internasional dan menjadi agenda yang sah dalam kebijakan luar negeri.

Namun khusus pada saat ini, dengan merebaknya kasus virus corona, Menlu Retno menyampaikan bahwa hal ini menjadi pengingat bagi semua orang bahwa tidak ada satu pun negara yang bisa menghindar dari outbreak tersebut. 

"Oleh karena itu diperlukan kerja sama internasional baik dalam prevensi, maupun dalam penanganan outbreak kita sendiri," paparnya.

Pada saat sepert ini lah, masalah politik luar negeri dapat berfungsi dengan cara menggerakkan kesatuan di antara negara-negara, kawasan bahkan dunia untuk merespons hal darurat seperti saat ini. 

Walaupun WHO memiliki peran utama yang bertanggung jawab, pihak Kementerian Luar Negeri dari seluruh dunia juga tidak bisa tinggal diam dan lepas tangan begitu saja.