Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump siap memberi guyuran dana ke Palestina dalam bentuk investasi. Tak tanggung-tanggung, prospek investasinya mencapai USD 50 miliar (Rp 681 triliun).
Berdasarkan laporan Middle East Peace Plan versi Trump, investasi itu akan masuk ke Palestina dalam periode 10 tahun ke depan. Dana akan mengalir ke sektor pendidikan, turisme, kesehatan, dan dunia bisnis.
Advertisement
Baca Juga
"Bisnis-bisnis akan mendapat akses ke permodalan, dan market di Tepi Barat dan Gaza akan terhubung dengan mitra dagang kunci, termasuk Mesir, Israel, Yordania, dan Lebanon. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi memiliki potensi untuk mengakhiri krisis pengangguran saat ini dan mengubah Tepi Barat dan Gaza menjadi pusat kesempatan," tulis laporan itu.
Pemerintah Israel menyambut positif rencana ini, sementara pihak Palestina menolak rencana AS yang turut meminta pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Pengamat Timur Tengah Nahdlatul Ulama (NU), Zuhairi Misrawi, berkata bukan uang yang dibutuhkan oleh Palestina, melainkan kedaulatan.
"Palestina tidak butuh ekonomi. Palestina itu butuh kedaulatan dan kemerdekaan karena bagi mereka kedaulatan dan kemerdekaan mutlak untuk membangun sebuah negara," ujar Zuhairi kepada Liputan6.com, Rabu (29/1/2020).
Ia pun berkata rencana Donald Trump bersifat transaksional, tidak sesuai hukum internasional, dan jauh dari keadilan.
"Persoalan Palestina ini selama ini penjajahan. Cara-cara penyelesaian Trump dengan memberikan kompensasi ini cara-cara transaksional yang jauh dari prinsip dan nilai-nilai keadilan," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Iming-iming untuk Lepas Yerusalem
Tawaran investasi itu dianggap oleh pengamat Timur Tengah Universitas Indonesia (UI) sebagai iming-iming agar Palestina mau melewas status Yerusalem. Hal itu tentunya berat bagi Palestina.
"Saya kira itu adalah sebuah tawaran agar Palestina mau realistis untuk melepas wilayah Yerusalam secara umum dan ia akan diberikan sebagian kecil di Yerusalem Timur," ujar pengamat UI Yon Machmudi.
Ia melihat ada unsur menjebak dalam tawaran ini, karena jika Palestina menolak, maka mereka akan disalahkan. Israel pun diduga akan menggunakan itu sebagai justifikasi untuk lanjut menduduki daerah Palestina.
Pemerintah Indonesia pun diminta bertindak melalui Dewan Keamanan PBB. Pasalnya, rencana damai versi Donald Trump masih cenderung memihak kepentingan Israel.
"Saya kira Indonesia melalui Dewan Keamanan PBB harus bisa meminta kedua belah pihak untuk bisa membicarakan secara fair terhadap masalah yang ada di Palestina, nampak bahwa plan dari Amerika itu masih berat sebelah," pungkasnya.
Advertisement