Liputan6.com, Beijing - Dokter Li Wenliang disebut-sebut sebagai sosok pahlawan di China karena menjadi salah satu sosok pertama yang menguak penyeberan Virus Corona di Wuhan. Peringatan dr. Li malah tak dihiraukan aparat dan ia dituding hanya membuat gaduh.Â
Li Wenliang ikut terinfeksi Virus Corona Wuhan dan dirawat di rumah sakit Wuhan. ia baru saja dikabarkan wafat pada Jumat pagi waktu setempat, di usia 34 tahun.Â
Advertisement
Baca Juga
Kematian sang dokter mengundang simpat warganet China, tetapi warganet juga murka pada pemerintah Tiongkok karena diduga ada penyensoran. Alhasil, Li Wenliang malah "meninggal dua kali".Â
Dirangkum CNN, Jumat (7/2/2020), kabar meninggalnya Li Wenliang sudah disebar beberapa media China seperti People's Daily dan Global Times pada Kamis malam kemarin.Â
Dua media pro-pemerintah China itu menyebut Li Wenliang sebagai seorang whistleblower yang mencoba memperingatkan penyebaran Virus Corona.Â
"(Dokter Li) wafat pada Kamis malam akibat infeksi Virus Corona, hal itu memicu duka cita di seluruh negeri," ujar People's Daily via Twitter. Setelah itu, WHO pun ikut memberikan ucapan duka cita.Â
Mendadak, media-media itu menghapus twit tersebut tanpa penjelasan. Global Times menyebut jantung dr. Li berhenti berdetak pada Kamis pukul 21.30 dan pihak rumah sakit masih berupaya menyelematkannya.
Akhirnya, media China kembali mengabarkan kematian dr. Li pada Jumat pagi pukul 02.58 waktu setempat. Warganet China pun sudah keburu marah di media sosial karena dugaan ada penyensoran.
Ada yang menuding pemerintah China berusaha menunda pengumuman kematian Li Wenliang yakni ketika masyarakat sudah tidur.
"Saya sudah tahu kamu pasti memposting ini di tengah malam," tulis seorang pengguna media sosial seperti dikutip CNN. "Kamu pikir kita semua sudah tidur? Tidak. Kami belum."
"Seorang dokter sampai harus meninggal dua kali," ujar seorang pengguna medsos lain."Itu adalah humiliasi nasional," lanjutnya.Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Warga China Ingin Kebebasan Berpendapat
Penyensoran merupakan hal yang sering terjadi di China. Media sosial dikendalikan pemerintah komunis demi stabilitas sosial dan tidak ada kegaduhan.
CNN melaporkan ketika kabar kematian Li Wenliang tersebar dan terjadi simpang siur, muncul tren "Kami Ingin Kebebasan Berpendapat" dan "Pemerintah Wuhan Berhutang Maaf Kepada Dr. Li."Â
Dua tagar itu bertahan selama beberapa jam sebelum disensor pemerintah China. Lalu, muncul tagar lain yaitu "Saya Ingin Kebebasan Berpendapat" dan kemudian tagar itu disensor lagi.Â
Li Wenliang pada akhir Desember mengingatkan orang-orang terdekatnya terkait adanya virus yang mirip SARS. Pesannya lalu viral hingga ia ditegur oleh polisi karena membuat gaduh masyarakat.
"Saya hanya ingin mengingatkan teman-teman universtas saya agar mereka berhati-hati," ujar Li beberapa hari sebelum meninggal.
Advertisement