Sukses

Virus Corona Picu Diskriminasi, Pakar hingga Pemimpin Dunia Bertindak Tegas

Wabah Virus Corona memicu diskriminasi di sejumlah bagian dunia. Hal itu menuai respons dari para pakar hingga pemimpin dunia.

Liputan6.com, Beijing- Dengan tersebarnya beberapa informasi yang tidak benar mengenai Virus Corona, para pemimpin dunia dan para ahli dikabarkan telah meminta komunitas internasional untuk menangani diskriminasi yang tengah terjadi terhadap kelompok etnis tertentu.  

Dilaporkan adanya kasus dikriminasi dan kekerasan yang buruk terhadap orang – orang berkebangsaan China, sejak munculnya kabar mengenai Virus Corona yang pertama kali melanda di pusat Kota Wuhan.

Situasi tidak menyenangkan ini pun turut direspons oleh Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.

"Mudahnya untuk memasuki ... perspektif yang di mana cenderung menampilkan diskriminasi; pelanggaran hak asasi manusia; juga stigma tentang orang yang tidak bersalah hanya karena etnis mereka", kata Antonio Guterres.

Antonio Guterres dikabarkan telah mengimbau publik dunia agar memberikan solidaritas dan dukungan internasional kepada China dalam situasi sulit yang mereka hadapi, juga untuk negara-negara lain yang (mungkin) terkena dampak.

"Publik juga diharapkan agar memberikan kepedulian yang kuat dan menghindari stigmatisasi terhadap orang-orang yang tidak bersalah dan yang mungkin menjadi korban dari situasi itu", tambah Antonio Guterres, seperti dikutip dari Xinhua, Sabtu, (8/2/2020).

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Keluhan di Berbagai Negara

Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez dikabarkan telah bertemu dengan para pemimpin komunitas China di Spanyol. Pertemuan ini diadakan untuk memberikan penawaran bantuan dan dukungan dalam menghadapi krisis Virus Corona yang sedang berlangsung. PM Pedro Sanchez mengatakan bahwa ia menyesalkan ketakutan yang terjadi karena adanya Virus Corona yang menyebabkan orang – orang berkebangsaan China kesulitan dan menjadi korban rasisme. 

PM Pedro Sanchez juga antusias memberikan pemahaman dan pujian atas upaya yang dilakukan China dalam mengendalikan penyebaran virus.

Harris County Judge di Texas, Amerika Serikat, Lina Hidalgo, mengatakan dalam acara Asian Chamber of Commerce (yang diselenggarakan di Chinese Community Center) bahwa diskriminasi terhadap orang berkebangsaan China karena Virus Corona tidak akan ditoleransi. Ia pun menegaskan akan pentingnya menghargai keragaman dengan tidak melakukan diskriminasi. 

Kasus yang serupa terjadi di Prancis, di mana ada tagar yang dikabarkan viral di Twitter yang berbunyi #Jenesuispasunvirus (saya bukan virus) sebagai ekspresi terhadap keluhan rasisme dan prasangka di tengah wabah Virus Corona. Dalam tagar tersebut juga memperlihatkan puluhan ribu pengguna Twitter yang memberikan ungkapan ketidakpuasan mereka tentang diskriminasi dan rasisme.

Association of Young Chinese di Prancis pun membagikan respons terhadap diskriminasi yang banyak terdengar di Prancis, "Seseorang yang berasal dari China bukanlah orang yang terinfeksi Virus Corona. Kami bukan virus", kata mereka.

Kesalahpahaman dan berita palsu tentang Virus Corona dikatakan sebagai alasan yang mengarah pada kemungkinan diskriminasi dan kekerasan. Dalam sebuah video yang dibagikan di Twitter, Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte, membahas hal ini dengan menyerukan, "Mari kita semua berhati-hati, karena ada beberapa tanda diskriminasi yang dapat berubah menjadi episode kekerasan", katanya.

Ia juga memberikan penegasannya dengan berkata, "Situasinya benar-benar terkendali, jadi tidak seorang pun di Italia harus berpikir untuk mengambil keuntungan dari situasi ini dengan menunjukkan diskriminasi atau bahkan kekerasan, yang sama sekali tidak dapat kami terima," kata PM Giuseppe Conte.

3 dari 3 halaman

Sosialisasi yang Cukup Tegas

Kementerian Kesehatan Italia dikabarkan telah menandatangani perjanjian dengan Twitter untuk memperhatikan hubungan kementerian resmi dalam pencarian online. Hal itu juga termasuk pembicaraan dalam membuat kesepakatan yang serupa dengan dengan Google.

Direktur Education Cannot Wait, (yang diselenggarakan oleh UN Children's Fund) Yasmine Sherif, mengatakan bahwa kuncinya adalah dengan mendidik publik secara global, termasuk berbagi langkah-langkah praktis dan preventif melalui sekolah, guru, anak-anak dan orang tua.

Menurut laporan Austria Press Agency, tim tanggapan cepat dari Austrian university telah ditugaskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk melawan teori konspirasi dan informasi yang salah dalam menangani Virus Corona.

Tim dari Danube University Krems, (yang terdiri dari 10 peneliti dan mahasiswa ilmiah) juga akan berkontribusi dengan WHO untuk meninjau studi dan laporan tentang Virus Corona dalam waktu 24 jam. Dengan adanya kerja sama itu, WHO akan dapat mendasarkan keputusannya pada fakta yang dapat dipercaya.