Sukses

Presiden Rouhani Yakin Trump Tak Akan Perangi Iran Jelang Pilpres AS

Presiden Iran, Hassan Rouhani menyebutkan bahwa Presiden AS Donald Trump tidak akan melakukan perang dengan Iran di waktu menjelang pemilihan presiden di AS.

Liputan6.com, Tehran - Presiden Iran Hassan Rouhani pada Minggu 16 Februari, mengatakan ia tidak yakin Amerika Serikat akan memulai perang dengan negaranya, karena hal itu akan merugikan upaya Presiden Donald Trump agar terpilih kembali untuk masa jabatan kedua.

Rouhani menegaskan, Trump tahu persis berperang dengan Iran akan 'merugikan' peluangnya memenangkan pemilu presiden AS 2020 ini.

Dilansir dari VOA Indonesia, Senin (17/2/2020), pemimpin Iran itu menambahkan perang akan merugikan kepentingan Amerika dan kepentingan sekutu di kawasan, serta Iran.

"Saya pikir Amerika tidak akan memulai perang karena mereka tahu hal itu akan merugikan mereka," ujar Rouhani.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Konflik AS Vs Iran

Ditambahkannya, negara-negara Teluk Persia seperti Uni Emirat Arab, Bahrain dan Qatar akan paling banyak menderita kerugian jika konflik antara Iran dan Amerika bergulir menjadi perang.

Iran dan Amerika hampir terlibat konflik terbuka Januari lalu ketika sebuah pesawat nirawak Amerika membunuh panglima pasukan elit Iran, Qassem Soleimani, di luar Baghdad, Irak. Iran membalas dengan meluncurkan serangkaian serangan rudal terhadap pangkalan militer Amerika di Irak.

Ketegangan terus memuncak sejak Trump menarik Amerika mundur dari perjanjian nuklir yang disepakati dengan Iran dan empat negara adidaya lain pada tahun 2015 lalu, dan memberlakukan kembali sanksi ekonomi yang melumpuhkan Iran.

Rouhani menggarisbawahi bahwa Amerika seharusnya mengembalikan perjanjian nuklir itu jika ingin Iran kembali ke meja perundingan. "Kita pada akhirnya suatu hari nanti akan dapat memaksa musuh kembali ke meja perundingan seperti sebelumnya," ujar Rouhani, merujuk pada Amerika.

Rouhani juga mendorong warga Iran untuk memberikan suara dalam pemilu parlemen Jum'at nanti, 21 Februari sebagai pembangkangan terhadap Amerika.

"Amerika tidak senang dengan jumlah pemilih yang tinggi," ujarnya. "Tentunya mereka (Amerika) akan senang jika tingkat partisipasi dalam pemilu parlemen rendah."

Pemilu parlemen Iran dipandang sebagai ujian atas popularitas kelompok Rouhani, yang relatif moderat dan pro-reformasi. Namun demikian pemerintahan Rouhani masih berupaya keras memenuhi janji-janji kampanyenya, yaitu untuk memulihkan tingkat kehidupan rakyat ketika perekonomian negara itu terpukul akibat sanksi-sanksi ekonomi Amerika.

Otoritas Iran juga telah melarang ribuan kandidat parlemen untuk mencalonkan diri, terutama dari kelompok reformis dan moderat.

Pemilu parlemen hari Jumat dapat memperkuat kelompok garis keras Iran, yang berhasil melakukan konfrontasi dengan Barat.