Sukses

10.000 Pria Ramaikan Festival Telanjang di Jepang

Hadaka Matsuri atau festival telanjang untuk pria, menarik sekitar 10.000 laki-laki yang hanya mengenakan cawat di tengah suhu dingin.

Liputan6.com, Jepang - 'Hadaka Matsuri' atau festival telanjang untuk pria, menarik sekitar 10.000 laki-laki Jepang yang hanya mengenakan cawat di tengah suhu dingin pada akhir pekan lalu. Dalam festival itu mereka masuk ke dalam kuil dan berebut jimat kayu beruntung dalam gelap dan kerumunan.

Ritual ini sudah dimulai sejak 5 abad lalu.

Puncak dari festival 'Hadaka Matsuri' yang riuh sepanjang hari, dimulai pada pukul 10 malam. Puncak acara berlangsung pada Sabtu 15 Februari.

Ketika lampu padam, seorang pendeta melempar setumpuk ranting dan dua batang keberuntungan masing-masing sekitar 8 inchi, di antara para peserta, demikian dilansir Huff Post, Selasa (18/2/2020).

Setelahnya terjadi pergulatan selama 30 menit untuk mendapatkan tongkat yang diidam-idamkan sebagai simbol keberuntungan dan kemakmuran.

Sebagian besar pria lolos hanya dengan beberapa luka dan memar. Namun, kejadian ini berbeda dengan kejadian-kejadian sebelumnya yang beberapa di antaranya ada yang dihancurkan hingga mati.

Saksikan video berikut ini:

2 dari 3 halaman

Setahun Sekali

"Setahun sekali, pada waktu terdingin di bulan Februari, kami membungkus diri dengan cawat untuk menjadi seorang lelaki," kata Yasuhiko Tokuyama (55), presiden sebuah perusahaan elektronik regional.

"Itulah pentingnya acara ini dan mengapa saya terus berpartisipasi," tambahnya.

Banyak sake dan bir dijual di luar kuil untuk menghangatkan orang-orang yang bersuka ria. Tak hanya itu, terjun murni ke kolam air dingin juga telah dilakukan sebelum dimulainya festival.

Perayaan tahunan di Kuil Saidaiji Kannonin di selatan kota Okayama berakar pada sebuah kompetisi untuk meraih jimat kertas yang telah berusia lebih dari 500 tahun.

3 dari 3 halaman

Semakin Populer

Ritual ini semakin meningkat popularitasnya. Hal ini membuat jimat kertas yang asli mulai sobek, demikian pula dengan pakaian yang dipakai untuk ritual.

Selain itu, jumlah peserta yang mengikuti ritual ini juga meningkat. Sehingga tongkat kayu mulai diadopsi, dan diputuskan untuk tidak menggunakan pakaian.

 

Reporter: Deslita Krissanta Sibuea