Sukses

Rusia Mulai Geram dengan Aksi Militer Turki di Suriah

Turki melancarkan intervensi militer di Suriah. Rusia yang mendukung rezim Assad mulai gerah.

Liputan6.com, Ankara - Hubungan Rusia dan Turki memburuk karena aksi militer Turki di Suriah. Jumlah prajurit Turki yang tewas di wilayah Idlib juga terus meningkat menjadi 15 orang. 

Presiden Suriah Bashar al-Assad mendapatkan dukungan dari pemerintah Rusia. Kini, pemerintah Rusia telah secara terbuka menuding Turki justru mendukung terorisme di Suriah melalui aksi militer mereka. 

Dilansir VOA Indonesia, Jumat (21/2/2020), Kementerian Pertahanan Turki pada Kamis kemarin mengatakan serangan udara pada Kamis di Provinsi Idlib menewaskan dua orang tentaranya dan melukai lima lainnya.

Laporan itu tidak menjelaskan siapa yang bertanggung jawab atas serangan itu, tetapi menambahkan pasukan Turki telah melancarkan pembalasan atas lebih dari 50 sasaran pemerintah Suriah termasuk tank-tank dan meriam.

Kepala bagian komunikasi kepresidenan Turki, Fahrettin Altun, menuduh Suriah bertanggung jawab atas serangan udara itu.

"Tentara Turki yang berada di Idlib untuk menciptakan perdamaian dan menjalankan operasi bantuan kemanusiaan tewas dalam serangan yang dilancarkan rezim Suriah," kata Altun lewat twitter.

Pemerintah Suriah belum mengeluarkan pernyataan apapun, tetapi Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan angkatan udaranya melancarkan serangan atas pemberontak yang didukung Turki di Idlib.

Menurut The Moscow Times, itu adalah pertama kalinya pemerintah Rusia mengkritik aksi militer Turki secara terbuka. Pesawat perang Rusia juga ikut menyerang militan oposisi pemerintah Suriah.

Pada Kamis kemarin, pemberontak yang dibantu Turki melancarkan serangkaian serangan di Idlib untuk mengusir pasukan Suriah itu. Pers Turki mengklaim pemberontak berhasil merebut sebuah desa penting yang terletak dekat jalan raya M4 yang strategis.

Dalam beberapa minggu belakangan ini, Turki mengirim banyak peralatan militer dan tentara ke Idlib untuk mencegah pasukan Suriah merebut benteng terakhir kelompok pemberontak itu. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Perang Turki Vs Suriah di Ambang Mata

Sebelumnya dilaporkan, pasukan Turki telah membanjiri wilayah Idlib, Suriah. Bahkan masih banyak tentara Turki yang sedang menuju ke daerah perbatasan untuk memukul mundur serangan pasukan pemerintah Suriah terhadap pemberontak di barat laut negara itu yang hanya tinggal menunggu waktu.

Pasukan Turki tak lama lagi akan berhadapan langsung dengan pasukan Suriah yang didukung Rusia, setelah negosiasi dengan Rusia menemui kegagalan, ujar Presiden Tayyip Erdogan. 

Pihak Kremlin mengatakan, bentrokan antara pasukan Turki dan Suriah akan menjadi "skenario terburuk" dan Rusia akan berusaha untuk mencegah situasi semakin buruk.

Pasukan Suriah yang didukung pesawat tempur dan pasukan khusus Rusia telah bertempur sejak Desember untuk membasmi para pemberontak di benteng terakhir mereka yang berada di provinsi Idlib dan Aleppo.

Operasi militer yang dilakukan pasukan Suriah itu bisa menjadi salah satu episode terakhir perang saudara tersebut, yang sudah berlangsung selama sembilan tahun. Sudah hampir satu juta warga sipil mengungsikan diri dari serangan udara dan serangan artileri ke arah perbatasan. Keadaan itu membuat badan-badan bantuan internasional kewalahan menangani krisis kemanusiaan.

3 dari 3 halaman

Peringatan Terakhir Erdogan

Turki, yang telah menampung 3,6 juta pengungsi Suriah, mengatakan tidak dapat menangani lebih banyak lagi pengungsi.

Ketika berbicara kepada anggota parlemen dari Partai AK yang berkuasa pada Rabu 19 Februari, Erdogan mengatakan Turki bertekad menjadikan Idlib sebagai zona aman. Perundingan dengan Rusia akan dilanjutkan. Sejauh ini, beberapa putaran perundingan diplomatik gagal mencapai kesepakatan, katanya, seperti dilansir Antara.

"Kami memasuki hari-hari terakhir bagi rezim untuk menghentikan permusuhannya di Idlib. Kami membuat peringatan terakhir," kata Erdogan, yang negaranya memiliki jumlah tentara terbesar kedua di NATO.

"Turki telah melakukan persiapan untuk melaksanakan rencana operasi militer sendiri. Saya katakan bahwa kita dapat datang kapan saja. Dengan kata lain, serangan Idlib hanya masalah waktu."