Liputan6.com, Brazil - Pada hari ini, tepatnya 36 tahun yang lalu, ledakan besar pipa gas terjadi di Sao Jose, Brazil, dan menghancurkan hampir seluruh kota itu.
Investigasi terhadap insiden tersebut kemudian mengungkapkan bahwa penghitungan kematian yang sebenarnya tidak mungkin diketahui, mengingat begitu banyak mayat telah dikremasi dalam kobaran api yang hebat.
Namun setidaknya 508 orang yang sebagian besar merupakan anak-anak, tewas dalam ledakan pipa gas dengan jarak 48 km dari tenggara Sao Paulo yang menghancurkan kota rawa-rawa, seperti yang dilaporkan oleh surat kabar Brazil pada saat itu.
Advertisement
Dikutip dari The New York Times, Selaasa (25/2/2020), pipa gas yang dikendalikan Petrobas beroperasi di sebelah permukiman kumuh. Ketika para pekerja membuka pipa yang salah pada hari sebelumnya, gas oktan yang sangat mudah terbakar mengalir ke parit Vila Soco.
Saat tengah malam, kobaran api menyebar dan meluap di saat bensin dari pipa yang pecah dinyalakan, memicu badai yang begitu hebat hingga melemparkan gubuk-gubuk kayu yang ada di sekitar begitu tinggi ke udara dan menyapu daerah.
Sehari setelah insiden ledakan, hanya sekitar 86 mayat yang ditemukan setelah api menyapu Sao Jose, daerah kumuh yang dibangun dengan kayu di atas rawa pantai.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Angka Kematian Tinggi
Menurut laporan dari surat kabar yang ditulis oleh dua jaksa penuntut umum Marco Ribeiro dan Jose Passos, gas beroktan tinggi yang melenyapkan kota kumuh terbakar lebih tinggi dari 982 derajat Celcius, yang cukup panas untuk membakar tulang dan gigi.
Penyelidik sampai di angka kematian dengan memperkirakan jumlah gubuk di pusat badai berdasarkan jumlah koneksi listrik yang legal. Perhitungan jumlah anak-anak dan orang dewasa yang tewas didasarkan pada kepadatan populasi, tingkat kelahiran, dan pendaftaran sekolah.
Menurut laporan surat kabar, mengatakan perkiraan konservatif dari jumlah kematian adalah 508, tetapi sangat mungkin bahwa jumlahnya jauh lebih tinggi, mungkin lebih dari 700.
Mereka memperkirakan setidaknya 300 anak di bawah usia tiga tahun tewas dalam insiden itu. "Ada lebih dari 300 anak, berusia 3 hingga 6 tahun, terdaftar di sekolah komunitas setempat, semua termasuk penduduk di daerah kumuh ini," kata pihak berwenang.
Petugas medis Affonso Figueiredo melaporkan, "Karena seluruh keluarga tewas, tidak ada yang bisa melaporkan kematian atau hilangnya anak-anak mereka."
Berdasarkan hasil penyelidikan, hanya 60 dari sekian banyak orang yang telah diidentifikasi secara positif masih hidup. Laporan itu mengatakan perkiraan optimis bahwa setengah dari anak-anak yang hilang, kini tinggal bersama kerabatnya yang masih hidup.
Â
Reporter: Jihan FairuzziaÂ
Advertisement