Liputan6.com, Washington, D.C. - Pihak Gedung Putih berkata Amerika Serikat (AS) memilih mengembangkan alat tes Virus Corona (COVID-19) ketimbang bergantung kepada WHO. Alat yang diberikan WHO dinilai tak pernah diuji sesuai standar ASÂ
Isu ini menjadi bahasan setelah kandidat capres Joe Biden menuduh pemerintahan Donald Trump menolak alat tes yang ditawarkan WHO. Tudingan Biden ternyata salah karena WHO sejatinya tak pernah menawarkan alat tes ke AS, dan kini pemerintahan Trump mempertanyakan kualitas alat tes dari WHO.Â
Advertisement
Baca Juga
Koordinator Respons Virus Corona Gedung Putih, Dr. Deborah Birx, menyebut alat tes WHO belum diuji oleh Federal Drug Administration (FDA) di AS, serta tak ada data yang diberikan. Oleh karenanya, Birx mengaku khawatir ada alat tes yang hasilnya tidak akurat.Â
"Kami tidak membeli alat tes yang belum dilakukan quality control dan mereka mesti menunjukan datanya," kata Birx dalam briefing di Gedung Putih seperti dikutip Rabu (18/3/2020).Â
Lebih lanjut, Dr. Birx berkata alat tes yang kualitasnya buruk justru bisa memberi hasil false positive atau false negative. Artinya, orang yang sehat bisa saja hasilnya positif Virus Corona, dan orang yang sakit justru hasilnya negatif.Â
"Hal itu tidak membantu jika ada tes yang 50 persen atau 47 persennya adalah false positive," ujar Birx. "Bayangkan memberi tahu seseorang mereka positif HIV dan ternyata sebenarnya tidak," lanjutnya. Â
Namun, ia memberi klarifikasi bahwa angka 50 persen tersebut bukan berarti alat milik WHO. Ucapan Dr. Birx mengarah pada tes Virus Corona di China yang sempat menghasilkan 47 persen false positive, demikian laporan The New York Times. Â
Pemerintah AS memberikan kebebasan bagi pihak swasta atau lokal untuk mengembangkan alat tes Virus Corona, setelahnya alat-alat itu akan diuji dan dipelajari oleh FDA. Untuk alat tes WHO sendiri tidak pernah dipelajari atau disetujui oleh FDA.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
WHO Minta Pengujian Massal
Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan agar setiap kasus yang diduga sebagai Virus Corona COVID-19 untuk diuji. Hal ini ia sampaikan pada Selasa 16 Maret 2020, ketika negara-negara di seluruh Eropa memperketat aturan lockdown mereka dan pasar saham global jatuh lagi.
"Anda tidak dapat memadamkan api saat ditutup matanya," kata kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan. "Tes, tes, tes. Tes setiap kasus yang dicurigai."
Virus ini menyebar dengan cepat sehingga memaksa pemerintah untuk memberlakukan pembatasan yang jarang terlihat di luar perbatasan perang. Di antaranya termasuk penutupan, perintah karantina rumah dan membatalkan acara publik termasuk kegiatan olahraga utama. Demikian seperti dikutip dari Channel News Asia.Â
Tedros mengatakan lebih banyak kasus dan kematian sekarang telah dilaporkan di seluruh dunia daripada di China, di mana COVID-19 pertama kali muncul pada bulan Desember sebelum melintasi dunia.
"Ini adalah krisis kesehatan global yang menentukan saat ini," katanya kepada wartawan. "Krisis seperti ini cenderung memunculkan kemanusiaan terbaik dan terburuk."
Namun, di China terus ada tanda-tanda penurunan, dengan hanya empat kasus COVID-19 baru yang tercatat di Wuhan - tempat virus pertama kali terdeteksi pada bulan Desember, meskipun kasus impor meningkat.
Advertisement