Sukses

Ilmuwan Australia Bantah Jamu hingga Alkohol Bisa Obati Virus Corona COVID-19

Ilmuwan Australia tidak yakin jamu bisa menjadi pilihan obat Virus Corona COVID-19.

Melbourne - Obat atau vaksin bagi Virus Corona (COVID-19) hingga kini belum ditemukan. Para ilmuwan di seluruh dunia sedang berusaha keras mencari penawar dari virus tersebut. 

Di tengah ketidakpastian ini, beberapa pihak mencoba memberikan alternatif yang diduga bisa mengobati Virus Corona. Presiden Joko Widodo sempat menyebut jamu bisa mencegah COVID-19.

Tak hanya Jokowi, ada kabar yang beredar di media sosial bahwa merokok bisa melawan virus itu. Di India bahkan ada warga mencoba urine sapi untuk menangkal COVID-19.

Namun apakah berbagai pendapat tersebut memiliki dasar ilmiah?

ABC Australia membahasnya dengan dua pakar masalah medis di Australia, Professor Brian Oliver dari University of Technology Sydney dan Professor Damian Purcell dari University of Melbourne. 

Berikut respons ilmuwan terkait jamu dan bahan alternatif lain yang konon bisa melawan COVID-19, Liputan6.com kutip dari ABC Australia, Selasa (24/3/2020):

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 8 halaman

1. Jamu

Siapa yang mengatakannya? 

Warga di Bangkok, Thailand, di Indonesia, bahkan Presiden Indonesia Joko Widodo.

Apa yang dilakukan mereka? 

Ada sebuah klinik di luar kota Bangkok yang juga menjual ganja untuk pengobatan. Mereka kewalahan dengan permintaan untuk membeli ramuan herbal bernama Andrographis Paniculata. Ramuan ini biasanya untuk menghilangkan flu dan sakit tenggorokan dan warga berbondong-bondong untuk membelinya.

Di Indonesia, jamu menjadi popular dengan semakin banyak orang berusaha membeli bahan-bahan seperti kunyit, jahe, kunir and serai.

Warga percaya jamu ini akan memperkuat stamina tubuh dan kesehatan guna menangkal kemungkinan terkena corona.

Di sebuah konferensi pertanian dan makanan yang digelar pekan lalu, Presiden Jokowi bahkan mengatakan ia minum jamu tiga kali sehari untuk menjaga kesehatan tubuhnya.

"Saya minum jamu sekarang untuk menggantikan teh," katanya. "Saya juga memberikan minuman ini untuk para tamu, di pagi, siang dan malam."

Seberapa popular ini?

Jamu memang sudah lama popular di Indonesia walaupun isi ramuan akan berbeda-beda tergantung di mana dibuat.

Harga kunyit dan jahe dilaporkan sudah meningkat pesat di Jakarta dan di pulau Jawa, dimana harga jahe merah sudah naik dua kali lipat dan kunyit naik tiga kali lipat.

Inilah yang dikatakan para ahli:

Professor bidang virologi di University of Melbourne, Damian Purcell mengatakan ia belum menemukan bukti-bukti secara kedokteran mengenai manfaat jamu tersebut.

"Juga belum ada pengujuan yang secara khusus melihat apakah bahan-bahan jamu ini efektif."

3 dari 8 halaman

2. Rokok Kretek

Siapa yang mengatakannya? 

Pengguna jejaring sosial di Indonesia.

Apa yang dikatakan? 

Unggahan media sosial di Indonesia selama beberapa pekan terakhir mengatakan virus tidak menyerang mereka yang merokok.

Alasan mereka karena kandungan tembakau dalam kretek membuat virus tidak akan menyerang. Seorang pengguna Facebook mengatakan rokok kretek efektif membunuh virus.

Seberapa banyak yang mempercayai ini? 

Pendapat awal mengenai ini sudah menjadi viral di Twitter dan media sosial lainnya. Padahal jelas-jelas di bungkus rokok sudah ada peringatan bahaya merokok.

Inilah yang dikatakan para ahli:

Pendapat ini dibantah oleh pakar kesehatan di Indonesia, termasuk Professor Amin Soebandrio dari Eijkman Institute.

Professor Soebandrio mengatakan sel paru perokok menjadi lebih rentan terhadap saluran nafas, jadi memfasilitasi masuknya virus.

"Setiap reseptor di paru-paru berfungsi seperti pelabuhan, jadi bila ada semakin banyak galangan di pelabuhan, maka makin banyak kapal yang berlabuh," ujarnya.

Professor Oliver juga setuju dengan pendapat ini, yang mengatakan "merokok malah membuat tubuh semakin rentan terhadap serangan virus."

4 dari 8 halaman

3. Suhu Panas

Siapa yang mengatakannya? 

Di televisi Fox Business, Presiden Donald Trump mengatakan, "anda tahu di bulan April, virus ini akan mati karena cuaca yang lebih hangat."

Menurut CNN, dia juga mengatakan hal yang sama kepada beberapa gubernur di AS, "anda tahu banyak yang mengatakan ini akan berakhir di bulan April dengan suhu panas, dengan suhu meningkat, virus ini akan menghilang bulan April."

Seberapa luas pemberitaan ini? 

Pernyataan Donald Trump ini sudah dilaporkan oleh media di seluruh dunia.

Inilah yang dikatakan para ahli:

Profesor Penyakit Pernapasan di University of Technology Sydney, Brian Oliver berpendapat virus yang mati tergantung pada tingkat suhu yang dibicarakan.

"Sebagai contoh, suhu tubuh kita adalah 37 derajat Celcius dan kita tahu virus corona masih bisa bertahan hidup," ujarnya.

"Jadi kalau suhu 37 derajat atau 40 derajat Celsius, mungkin masih akan bertahan hidup," Kata Professor Oliver. "Bila suhunya 50 derajat Celcius, mungkin virus itu tidak akan bertahan hidup. Namun di mana ada tempat di dunia ini yang suhunya mencapai 50 derajat?"

Pakar penyakit pernapasan juga mengatakan kepada CNN mungkin terlalu dini untuk mengatakan suhu yang panas akan berdampak pada virus. Namun Professor Oliver mengatakan suhu yang tinggi bisa bermanfaat.

"Suhu ekstrim digunakan sebagai bentuk sterilasi di rumah sakit," katanya.

"Dan bila memang pas matahari terik, sinar ultra violet (UV) yang dipancarkan matahari bisa membunuh virus. Pada dasarnya sinar UV menghancurkan bahan genetik. Namun kita tidak tahu seberapa lama diperlukan untuk membunuh virus tersebut."

5 dari 8 halaman

4. Urine Sapi

Siapa yang mengatakannya? 

Beberapa kelompok masyarakat Hindu dan seorang politisi di India.

Apa yang mereka lakukan? 

Belasan pegiat dari kelompok Hindu berkumpul di New Delhi akhir pekan kemarin untuk mengadakan kegiatan meminum air kencing sapi bersaama-sama.

Mereka berpendapat tindakan ini dapat mencegah mereka terkena virus corona dan penyakit lainnya.

Pihak lain di India yang mengatakan manfaat kencing sapi dan bahkan juga kotoran sapi, adalah seorang politisi di negara bagian Assam. Politisi ini berasal dari partai pemerintah yang dipimpin Perdana Menteri Narindra Modi.

Bagi warga Hindu, sapi adalah binatang yang dianggap suci.

Apakah ini dipercayai oleh banyak orang? Anggapan ini baru disampaikan oleh beberapa kelompok Hindu kecil, sehingga belum menjadi kepercayaan umum di India.

Inilah yang dikatakan para ahli:

Professor Oliver mengatakan meminum kencing sapi sama sekali tidak akan bermanfaat bagi kita.

Memang air kencing bisa bermanfaat untuk menjadi pencegah kuman di permukaan apapun, namun "kita harus sepenuhnya mandi air kecing sapi untuk mencegah dari virus corona".

"Satu-satunya hal yang berguna adalah kalau kita tidak punya sabun dan air, kita bisa menggunakan air kencing untuk membersihkan sesuatu dari kuman," jelasnya.

6 dari 8 halaman

5. Alkohol

Siapa yang mengatakannya?

Warga di Iran.

Apa yang dikatakan? 

Beberapa orang di Iran percaya minum alkohol bisa membantu mematikan virus corona, menurut sumber di Iran, seperti dilaporkan wartawan ABC Eric Throzek.

Seorang sumber mengatakan, "sekarang ini minuman alkohol dilarang di Iran, dan salah satu bisnis menguntungkan adalah membuat minuman alkohol di rumah dan menjualnya dengan harga tinggi".

Seberapa banyak dipercaya? Sampai saat ini masih sedikit yang mempercayainya.

Inilah yang dikatakan para ahli:

Professor Oliver mengatakan kita memerlukan alkohol dalam konsentrasi tinggi untuk mematikan virus.

"Kalau mencuci tangan misalnya kita memerlukan 60-70 persen kadar ethanol supaya efektif."

Professor Purcell juga menyetujui pendapat tersebut, yang mengatakan hanya ada beberapa jenis minuman yang memiliki kadar alcohol 30-40 persen dan jumlah ini tidak akan cukup untuk membunuh virus.

7 dari 8 halaman

6. Air Garam

Siapa yang mengatakannya?

Informasi yang beredar di internet, jejaring sosial, mungkin juga tetangga, teman atau sanak keluarga anda.

Apa yang dikatakan? 

Menurut Johns Hopkins Medicine di Amerika Serikat, sudah ada beberapa anggapan jika menenggak dan kumur-kumur dengan minyak, air garam atau ramuan lain bisa mengobati virus corona.

Seberapa banyak yang percaya? 

Ini tampaknya banyak beredar, hingga membuat pusat kesehatan Johns Hopkins memberikan jawaban di situs mereka.

Inilah yang dikatakan para ahli:

Menurut Professor Purcell, kalau anda sudah terkena virus, kecil kemungkinannya meminum air garam, obat-obatan atau ramuan akan membantu.

"Virus itu membawa material genetis ke dalam tubuh, jadi kita harus mengusir sel itu sendiri," katanya.

"Ketika virus itu masuk tubuh, kita bisa mengurangi jumlah virus yang masuk, namun diperlukan sistem kekebalan tubuh untuk memeranginya."

Professor Oliver juga mengatakan hal yang sama, meski ia berpendapat obat-obatan tradisional memiliki '"khasiat untuk beberapa kondisi tertentu".

"Walaupun bekerja, mereka tidak akan bekerja semaksimal seperti obat-obatan yang diproduksi secara kimiawi."

"Ramuan seperti teh herbal atau yang lainnya bisa menyembuhkan, namun tidak berarti keesokan harinya hal itu akan terjadi lagi."

"Sementara obat yang dibuat di laboratorium diuji sehingga akan berkhasiat sama setiap kali digunakan, dan kita juga tahu kadar keselamatan ketika menggunakan obat-obat tersebut."

8 dari 8 halaman

7. Punya Kulit Hitam

Siapa yang mengatakannya? 

Anggapan ini diduga dimulai dari Amerika Serikat, yang juga banyak beredar lewat media sosial di Papua Nugini.

Apa yang dikatakan? 

Salah satu pendapat umum yang didengar wartawan ABC di Papua Nugini, juga banyak dibagikan di media sosial, adalah mereka yang berkulit hitam kebal terhadap Virus Corona COVID-19.

Ketika virus ini pertama kali muncul, Ada banyak pertanyaan soal ini dari warga di Papua Nugini.

Beberapa postingan di jejaring sosial menyebut adanya hubungan virus dengan tingkat melanin, yang memberikan warna pada kulit.

Seberapa banyak yang mempercayainya? Sekarang dengan semakin banyak kasus corona terjadi di Pasifik, semakin banyak postingan di media sosial yang membantah kebenaran hal tersebut.

Inilah yang dikatakan para ahli:

Menurut Professor Oliver, teori itu tidak masuk akal sama sekali.

"Apapun warna kulit anda, virus tidak tertarik, karena tidak berhubungan dengan kulit manusia." katanya.

"Ini mungkin ada hubungannya kalau virus itu menulari kulit. Namun dalam hal ini saya tidak tahu dari mana pendapat tersebut muncul."

Professor Purcell mengatakan, "virus tidak berkembang di kulit" dan tidak ada seorang pun yang kebal.