Sukses

28-3-1965: Martin Luther King Pimpin 25 Ribu Demonstran di Alabama

Martin Luther King mencoba untuk mengajukan petisi keluhan warga kulit hitam kepada Gubernur George Wallace tetapi ia menolak untuk bertemu dengan delegasi.

Liputan6.com, Montgomery - Tepat hari ini, 55 tahun silam Dr Martin Luther King membawa massa kurang lebih 25.000 orang ke Montgomery, Alabama dalam upaya pejuang persamaan hak di Amerika Serikat.

Prosesi ini menandai berakhirnya pawai lima hari yang dimulai di Selma dan mengakhiri satu bulan protes hak-hak sipil di Alabama, demikian dikutip dari laman BBC, Sabtu (28/3/2020).

Kala itu, Martin Luther King sempat berbicara di hadapan massa dari atas podium dan menggambarkan perjalanan tersebut sebagai "salah satu pawai terbesar dalam sejarah Amerika Serikat".

"Tujuan kami bukan untuk mempermalukan dan mengalahkan orang kulit putih, tetapi untuk memenangkan persahabatan dan pengertiannya," tambahnya.

Martin Luther King mencoba untuk mengajukan petisi keluhan warga kulit hitam kepada Gubernur George Wallace tetapi ia menolak untuk bertemu dengan delegasi.

Pemimpin hak-hak sipil itu mengatakan dia akan meminta serikat pekerja untuk menolak mengangkut atau menggunakan produk negara dan dia mendesak Pemerintah Federal dan Departemen Keuangan untuk menarik semua bantuan dari daerah tersebut.

King juga mengatakan bahwa demonstrasi harus dilanjutkan apabila kondisi-kondisi penting tetap tidak terpenuhi.

Ketika pawai dimulai, sebuah bom besar meledakdi sebuah gereja jamaat kulit hitam, sebuah ruang duka dan rumah seorang pengacara kulit hitam terkemuka.

Untuk mencegah serangan lebih lanjut, Presiden AS Lyndon Johnson memberi para demonstran perlindungan hampir 3.000 pasukan, ditambah bantuan FBI dan polisi setempat.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Meninggal Ditembak

Martin Luther King dikenal sebagai sosok pemberani yang membela hak-hak warga kulit hitam. Namun sayang, pada 4 April 1968 sekitar pukul 18.00 waktu Tennessee, Amerika Serikat, Martin Luther King tewas tertembak.

Tokoh pejuang persamaan hak di AS tersebut berada di Memphis, Tennessee, untuk memberi dukungan terhadap aksi mogok yang dilakukan para pekerja sanitasi di kota itu.

Martin Luther King sempat dilarikan ke rumah sakit sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia. Ia meninggal di usia yang cukup muda, 39 tahun.

Beberapa bulan sebelum ajal menjemput, Martin Luther King merasa prihatin dengan masalah ketimpangan ekonomi di Negeri Paman Sam.

Oleh sebabnya, ia menggalang kampanye untuk memperjuangkan kesetaraan ekonomi. Pada 28 Maret 1968, sebuah unjuk rasa yang dipimpin Martin Luther King berakhir rusuh dan menimbulkan kematian seorang remaja.

Martin Luther King pun berjanji untuk kembali ke Memphis. Pada 3 April 1968, ia pun menginjakkan kaki kembali di sana. Keesokan harinya ia tampil memberikan pidato dan saat itulah ia ditembak mati oleh seorang pria yang diketahui bernama James Earl Ray.

Ray terbukti sebagai pembunuh Martin Luther King Jr dan dihukum 99 tahun penjara. Ia dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Memphis.

Pria tersebut sebetulnya mengaku terlibat dalam pembunuhan Martin Luther King. Namun, ia menolak tuduhan kalau dirinya adalah eksekutor aksi pembunuhan tokoh penting tersebut.

Terungkapnya sosok James Earl Ray yang merupakan seorang residivis berawal dari investigasi langsung FBI.

Pria tersebut baru saja kabur dari penjara Missouri pada April 1967. Ray berhasil ditangkap di London pada Juni 1968.

Penangkapan tersebut berhasil dilakukan karena Ray tertangkap membawa senjata ilegal dan memalsukan identitas di paspor.

Saat hukuman dijatuhkan kepada Ray, pria ini sempat menunjukkan emosinya. Meski mengaku bersalah, dia yakin plot pembunuhan terhadap Martin Luther King diliputi konspirasi besar.

Kendati menyampaikan pembelaannya, hakim yang menangani kasus Ray, Preston Battle menyatakan tidak terbukti kasus pembunuhan Martin Luther King merupakan sebuah konspirasi.

"Jika dia mengatakan hal itu adalah sebuah konspirasi, maka selama hidupnya ia tak akan hidup dengan damai dan aman," ucap Battle.

Selain kisah Martin Luther King, pada 28 Maret 1981, pesawat maskapai Garuda Indonesia dibajak. Pembajakan berdarah yang menelan korban jiwa itu merupakan yang pertama dalam sejarah penerbangan Indonesia.

Dalam perjalanan menuju Medan, tiba-tiba 5 anggota kelompok ekstremis 'Komando Jihad' yang menyamar sebagai penumpang beraksi. Dengan senjata api, mereka meminta pilot untuk menerbangkan pesawat ke Kolombo, Srilanka.