Sukses

5-4-1992: Ketika Ibu Kota AS Dipadati Pendukung Hak Aborsi untuk Perempuan

Pawai dan unjuk rasa mendukung hak-hak aborsi untuk wanita menarik ratusan ribu orang dalam demonstrasi yang digelar di Washington DC, ibu kota Amerika Serikat.

Liputan6.com, Washington DC - Hari ini, 38 tahun yang lalu, pawai dan unjuk rasa mendukung hak-hak aborsi untuk wanita menarik ratusan ribu orang dalam demonstrasi yang digelar di Washington DC, ibu kota Amerika Serikat.

Salah satu demonstrasi terbesar di ibukota negara, demonstrasi pro-choice (pendukung hak perempuan untuk memilih aborsi) datang ketika Mahkamah Agung AS akan mempertimbangkan keputusan konstitusionalitas terhadap undang-undang negara bagian Pennsylvania yang membatasi aborsi.

Banyak pendukung hak-hak aborsi khawatir bahwa pengadilan tinggi, yang terdiri dari mayoritas figur berhaluan konservatif, dapat mendukung undang-undang Pennsylvania atau bahkan membatalkan putusan yurisprudensi kasus Roe v. Wade tahun 1973 yang melegalkan praktik menggugurkan kandungan, demikian seperti dikutip dari History, Minggu (5/4/2020).

Dalam putusan Roe v. Wade, Mahkamah Agung memutuskan bahwa perempuan, sebagai bagian dari hak konstitusional mereka untuk privasi, dapat mengakhiri kehamilan selama dua trimester pertama.

Hanya selama trimester terakhir, ketika janin dapat bertahan hidup di luar rahim, negara akan diizinkan untuk mengatur aborsi dalam kehamilan yang sehat.

Putusan bersejarah dan kontroversial, yang pada dasarnya mengubah undang-undang anti-aborsi di AS berusia satu abad, adalah hasil dari seruan banyak wanita AS atas kontrol terhadap proses reproduksi mereka sendiri.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 3 halaman

Isu yang Memecah Belah Publik

Meskipun dibela oleh Mahkamah Agung pada beberapa kesempatan, legalisasi aborsi menjadi masalah publik yang memecah belah dan menimbulkan perdebatan emosional.

Perdebatan meningkat selama tahun 1980-an, dan baik organisasi anti-dan pro-pilihan memperkuat keanggotaan dan pengaruh politik mereka.

Pada 1992, 12 tahun kekuasaan Partai Republik yang konservatif di Gedung Putih telah melemahkan hak aborsi, dan Mahkamah Agung mengancam untuk membatalkan putusan Roe v. Wade 1973.

Pada April 1992, sebuah demonstrasi besar-besaran pro-choice diadakan di Washington DC, dan segera setelah itu, pengadilan tinggi menolak untuk mendukung pembatasan baru Pennsylvania dan membiarkan keputusan Roe v. Wade tetap berlaku.

Pada Januari 1993, politikus Partai Demokrat yang liberal, Bill Clinton, dilantik sebagai presiden dan dalam beberapa hari masa jabatannya membatalkan beberapa undang-undang eksekutif anti-aborsi yang telah ditandatangani oleh para pendahulunya dari Partai Republik, yakni Presiden Ronald Reagan dan Presiden George H. Bush.

Pada 1990-an, beberapa penentang hak aborsi ekstrem beralih ke metode kekerasan dalam kampanye mereka untuk membuat aborsi ilegal lagi.

3 dari 3 halaman

Demonstrasi Berlanjut

Pada 25 April 2005, lebih dari satu juta aktivis hak aborsi kembali mendatangi Alun-Alun di Washington sebagai bagian dari March for Women Lives. Mereka memprotes apa yang mereka lihat sebagai upaya oleh pemerintahan Presiden George W. Bush dari Partai Republik yang ingin mengabaikan hak-hak reproduksi wanita, serta larangan AS untuk mendanai klinik aborsi di luar negeri.

Dengan pengunduran diri pakar hukum swing-voters Sandra Day O'Connor dari Mahkamah Agung pada 2005 --yang meskipun berhaluan konservatif telah membantu memblokir upaya pembatalan Roe v. Wade-- kelompok pendukung hak aborsi khawatir bahwa keputusan penting itu mungkin dalam bahaya.

Dengan disahkannya undang-undang di Negara Bagian South Dakota untuk melarang hampir semua aborsi pada 2006, banyak yang memprediksi bahwa masalah ini akan kembali mencuat di AS dalam waktu dekat dan masa-masa mendatang.