Liputan6.com, Ahmedabad - Aksi represif dilakukan oleh oknum kepolisian India yang geram ada warga melanggar lockdown. Dalam sebuah video yang viral, tampak sekelompok polisi di Gujarat mengejar tukang sayur yang nekat keluar rumah.
Pada video yang dibagikan pegiat media di India, tampak para tukang sayur berlarian saat dikejar aparat berseragam. Tak hanya itu, polisi juga sempat menggulingkan gerobak sayur sehingga makanan tersebar di jalanan.
Advertisement
Baca Juga
Berikut videonya:
#Gujarat માં પોલીસ વિભાગ દ્વારા ઉત્કૃષ્ઠ કામગીરી કરાઈ રહી છે@dgpgujarat દ્વારા તમામને સંયમ જાળવવા સ્પષ્ટ સૂચના આપેલ છે ત્યારે@AhmedabadPolice ના કૃષ્ણનગરના પીઆઇ વિષ્ણુ ચૌધરીની શૂરવીરતામંજૂરી વગર બહાર નીકળવું કે વેચાણ કરવું અયોગ્ય પણ તોડફોડ કેટલી યોગ્ય ??@GujaratPolice pic.twitter.com/gPUAhi38XS
— Aravind Chaudhari અરવિંદ ચૌધરી (@aravindchaudhri) March 31, 2020
Aravind Chaudhari berkata melanggar lockdown memang tak dibenarkan, tetapi ia mempertanyakan aksi vandalisme aparat. Ia pun turut memberi mention kepada akun resmi kepolisian Gujarat dan Ahmedabad.
Tweet dari Aravind mendapat respons dari Dr. Shamsher Singh yang menjabat sebagai petinggi di Kepolisian Gujarat. Singh berkata aksi kekerasan oknum polisi tersebut sudah mendapat sanksi tegas.
"Atas instruksi Dirjen Polisi Gujarat, tindakan tegas telah diambil terhadap polisi-polisi yang bersalah. Kelakuan yang melanggar itu tidak akan pernah ditoleransi," ujar Singh,"
India saat ini sedang berjuang keras melawan Virus Corona (COVID-19) dengan cara lockdown. Kepolisian pun terlibat untuk melakukan kampanye positif.
Namun, lockdown di India diwarnai oposisi keras dari oknum warga. Ada video viral ketika kerumunan warga menyerang petugas kesehatan dan sempat ada kasus buruh nekat pulang kampung sehingga berpotensi menambah risiko penyebaran virus.
Lockdown India merupakan yang paling masif di dunia. Totalnya ada 1,3 miliar warga yang kena lockdown hingga 15 April mendatang.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Lockdown Berhasil di Wuhan
Keputusan China melakukan lockdown kota Wuhan efektif mencegah penyebaran ratusan ribu kasus. Berkat lockdown, aliran keluar-masuk warga berkurang sehingga penyebaran otomatis ikut menurun.
Dilaporkan Japan Times, Rabu (1/4/2020), data itu berasal dari penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Amerika Serikat, Hong Kong, China, dan Inggris. Mereka meneliti apa yang terjadi bila Wuhan tidak lockdown.
Hasilnya, penelitian menyebut jika Wuhan tidak lockdown pada 23 Januari, maka ada 700 ribu kasus yang menyebar pada 19 Februari atau hari ke-50 wabah Virus Corona jenis baru itu.
"Analisis kami menunjukan bahwa tanpa adanya travel ban Wuhan dan respons darurat nasional maka akan ada lebih dari 700 ribu konfirmasi kasus COVID-19 di luar Wuhan pada tanggal tersebut," ujar salah satu peneliti yakni Christoper Dye.
"Tindakan kendali China tampak berfungsi dengan secara sukses memutus rantai penyebaran; mencegah kontak antara orang yang terinfeksi dan yang tidak menyadarinya," lanjut Dye yang berasal dari Departemen Zoologi Universitas Oxford.
Penelitian ini melibatkan ahli dari berbagai latar belakang akademis. Ada ilmuwan dari fakultas perencanaan tata kota, entomologi, penyakit menular, ekologi, sains matematika, hingga ekologi dan biologi evolusi.
Para peneliti menggunakan kombinasi laporan kasus, informasi kesehatan masyarakat, dan pelacakan lokasi mobile phone untuk menginvestigasi penyebaran virus. Ilmuwan melihat ada pengurangan drastis warga yang keluar-masuk Wuhan berkat lockdown.
"Analisis mengungkap ada pengurangan luar biasa dari pergerakan setelah ada travel ban pada 23 Januari 2020. Berdasarkan data ini, kami juga bisa mengkalkulasi kemungkinan kasus-kasus terkait Wuhan di kota-kota lain di seluruh China," ujar Ottar Bjornstad dari Universitas Negeri Pennsylvania.
Advertisement