Sukses

Senin 6 April Jadi Hari Paling Mematikan di Prancis Akibat Corona COVID-19

Hari paling mematikan di Prancis akibat virus Corona COVID-19.

Liputan6.com, Paris - Prancis mencatat hari paling mematikan di negara mereka pada epidemi virus Corona COVID-19. Tercatat, 833 orang meninggal dalam 24 jam pada Senin, 6 April.

Menteri Kesehatan Prancis Olivier Véran berkata bahwa kasus negaranya masih belum mencapai puncaknya, meski korban sangat tinggi. Total kematian di Prancis sudah mencapai 8.911 nyawa.

"Kita belum mencapai akhir dari menanjaknya epidemi ini," ujar Menteri Véran seperti dikutip France24, Selasa (7/4/2020).

"Ini masih belum berakhir. Jauh dari itu. Jalannya panjang. Angka yang saya umumkan menunjukkan hal tersebut," lanjut Menkes Prancis yang meminta masyarakat tetap di rumah saja.

Prancis sudah melakukan lockdown akibat Virus Corona sejak 17 Maret lalu. Jam keluar masyarakat untuk olahraga atau beraktivitas luar rumah dibatasi satu jam saja dan polisi bisa aktif mengecek waktu aktivitas warga.

Pekerja juga diminta untuk work from home, penumpang angkutan umum harus saling memberi jarak, dan warga tak boleh mengunjungi keluarga apabila tidak penting.

Prancis cukup transparan memberikan data. Jumlah kematian virus Corona tak hanya berasal dari pasien di rumah sakit, tetapi yang meninggal di luar rumah sakit seperti di nursing home.

Secara keseluruhan, jumlah pasien yang meninggal di rumah sakit ada 605 orang.

Berdasarkan peta Johns Hopkins University, ada total 98.984 total kasus virus Corona di Prancis. Lebih dari 17 ribu orang sudah sembuh di Prancis, jauh lebih banyak dari pasien yang meninggal dunia.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Seperempat Kasus Virus Corona Dunia Ada di AS

Pada pekan pertama April, total jumlah kasus virus Corona (COVID-19) sudah hampir menyentuh 1,27 juta di seluruh dunia. Kasus tertinggi berada di Amerika Serikat (AS). 

Dilaporkan VOA Indonesia, Senin, 6 April 2020, hampir 25 persen atau seperempat kasus Virus Corona jenis baru di dunia ada di AS, berdasarkan dari Universitas John Hopkins per hari Minggu kemarin. New York adalah negara bagian yang paling parah dilanda Virus Corona, di mana sejauh ini telah membuat lebih dari 3.500 orang meninggal dunia.

Pakar-pakar kesehatan publik mengatakan situasi itu akan memburuk, tidak hanya bagi New York, tetapi juga bagi seluruh Amerika.

Meski demikian, New York mencatat sedikit perkembangan positif hari Minggu, termasuk turunnya jumlah pasien baru virus Corona penyebab penyakit COVID-19 yang dirawat di rumah sakit. Termasuk lebih sedikitnya pasien yang membutuhkan ventilator.

“Tetapi kami menangani hal ini secara sangat serius sekarang, karena menurut data, kami mungkin sedang hampir mendekati puncak, atau bahkan sudah di puncak perebakan sekarang ini,” ujar Gubernur New York Andrew Cuomo, hari Minggu. “Kami belum tahu hingga beberapa hari mendatang, apakah akan naik lagi atau justru turun.”

Rumah sakit di Amerika berjuang memberantas virus Corona jenis baru dengan “persenjataan” yang tidak memadai. Meski mereka telah meminta pasokan ventilator bagi pasien dan alat pelindung yang dipakai dokter dan pekerja medis, untuk mencegah perebakan virus SARS-CoV-2 antara tim medis dan pasien.

Presiden AS Donald Trump berkata dalam dua pekan pertama April, kasus kematian di negaranya akan memuncak. Kemudian setelah Paskah, Trump berharap kasus virus Corona jenis baru itu mulai menurun.

Saat ini, AS sedang melaksanakan gerakan social distancing. Masyarakat ditegaskan agar tidak pergi berkumpul, jaga jarak dengan satu sama lain, dan memakai masker.