Sukses

Studi Harvard: Social Distancing karena Corona COVID-19 Masih Perlu Sampai 2022

Studi Harvard menyatakan pemberlakuan social distancing atau jaga jarak karena Corona COVID-19 masih diperlukan sampai tahun 2022.

Liputan6.com, Washington D.C.- Ilmuwan Universitas Harvard yang membuat model lintasan pandemi mengungkap lockdown dalam satu kali tidak akan menghentikan Virus Corona COVID-19, dan periode jarak sosial yang berulang kemungkinan diperlukan hingga 2022 untuk mencegah rumah sakit yang dapat kewalahan. 

Penulis utama dari studi yaitu Stephen Kissler mengatakan dalam suatu panggilan telepon, "Kami menemukan bahwa langkah-langkah jarak sosial sebanyak satu kali kemungkinan tidak cukup untuk mempertahankan isu SARS-CoV-2 dalam batas kapasitas perawatan kritis di Amerika Serikat," seperti dilansir dari Channel News Asia, Rabu (15/4/2020).

Stephen menambahkan, apa yang tampaknya diperlukan dengan tidak adanya jenis perawatan lain adalah periode jarak sosial intermiten. 

Diterbitkan dalam sebuah makalah di jurnal sains, simulasi komputer tim peneliti Harvard mengansumsikan Virus Corona COVID-19 akan menjadi musiman, seperti Virus Corona yang berkaitan erat yang menyebabkan flu biasa, dengan tingkat penularan yang lebih tinggi dalam bulan-bulan yang lebih dingin.  

Tetapi banyak yang masih belum diketahui dalam studi itu, menurut para penulis studi. Termasuk tingkat kekebalan yang didapat dari infeksi sebelumnya dan berapa lama itu berlangsung. 

Menurut para penulis studi, tes viral secara luas juga dikatakan akan diperlukan untuk menentukan kapan ambang batas untuk memicu kembali jarak dilewati. 

Saat perawatan dan vaksin tersedia, durasi dan intensitas lockdown dikatakan dapat dilonggarkan. Namun bila hal itu tidak ada, dengan on and off social distancing dapat memberi rumah sakit waktu untuk meningkatkan kapasitas perawatan kritis agar memenuhi lonjakan kasus yang akan terjadi ketika langkah-langkah itu dilonggarkan. 

Salah satu penulis studi yaitu Marc Lipsitch mengatakan, "Dengan memungkinkan periode penularan yang mencapai prevalensi yang lebih tinggi daripada yang mungkin terjadi, mereka memungkinkan akuisisi kumpulan kekebalan yang dipercepat."

Kelemahan utama dalam model diakui oleh para penulis studi, yaitu bagaimana seberapa sedikit yang kita ketahui saat ini tentang seberapa kuat kekebalan seseorang yang sebelumnya terinfeksi dan berapa lama itu dapat bertahan.

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Virus Dapat Muncul Kembali

Saat ini, dikatakan perkiraan terbaik untuk Virus Corona COVID-19 yang berkaitan erat adalah bahwa ia akan memberikan kekebalan, hingga sekitar satu tahun.

Selain itu, dikatakan juga kemungkinan ada beberapa kekebalan silang dari Corona COVID-19 jika seseorang terinfeksi oleh betacoronavirus yang menyebabkan flu biasa.

Tetapi satu yang pasti adalah, virus itu dapat tetap ada. Seperti halnya dengan wabah SARS tahun 2002-2003, para peneliti mengatakan bahwa sangat tidak mungkin kekebalan akan cukup kuat dan bertahan cukup lama untuk mematikan Virus Corona COVID-19 setelah gelombang awal. 

Para peneliti juga mengatakan bahwa tes antibodi yang baru saja memasuki pasar dan mencari apakah seseorang sebelumnya telah terinfeksi akan sangat penting dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penting tentang kekebalan, dan vaksin tetap menjadi senjata pokok. 

Penelitian ini dikatakan mendapat pujian dari pakar luar, bahkan ketika mereka menekankan betapa banyak yang belum diketahui.

Seorang ahli epidemiologi penyakit menular di University of Edinburgh yaitu Mark Woolhouse mengatakan, "Ini adalah studi yang sangat baik yang menggunakan model matematika untuk mengeksplorasi dinamika COVID-19 selama beberapa tahun, berbeda dengan studi yang diterbitkan sebelumnya yang berfokus pada beberapa minggu atau bulan mendatang."

Namun hal yang juga penting untuk diketahui bahwa itu adalah model; itu konsisten dengan data saat ini tetapi tetap didasarkan pada serangkaian asumsi, yaitu contohnya tentang kekebalan yang diperoleh dan belum dikonfirmasi.