Sukses

Pandemi Corona COVID-19 Picu Pemimpin Dunia Ini Dulang Popularitas dan Suara

Selama memimpin negara di tengah pandemi Corona COVID-19, beberapa pemimpin dunia malah mendapatkan popularitasnya di tengah masyarakat.

Jakarta - Presiden Prancis Emmanuel Macron tidak pernah benar-benar disukai pemilih Prancis. Tingkat kepuasan publik yang melonjak usai pemilu, lebih sering merangkak di kisaran 30% di sisa masa jabatannya, setidaknya hingga wabah Virus Corona COVID-19 melanda.

Meski mencatat lebih dari 165.000 kasus penularan danlebih 17.900 korban jiwa, tingkat kepuasan publik pada Macron melonjak tinggi ke kisaran 50%. "Tren seperti ini jarang terjadi,” tulis Jean-Daniel Levy  dalam keterangan pers usai menggelar jajak pendapat, akhir Maret silam.

Melansir DW Indonesia, Senin (20/4/2020), tren serupa juga diamati di Italia yang remuk oleh wabah corona.

Menurut survey teranyar, Perdana Menteri Guiseppe Conte mendulang  tingkat kepercayaan sebesar 71%, atau naik sebanyak 27% dari masa sebelum krisis.

Bahkan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, yang dibanjiri kritik ihwal kapasitas Sistem Kesehatan Nasional (NHS), juga menikmati lonjakan popularitas ke kisaran 70%. Hal serupa diamati di Jerman, Austria dan Belanda, tulis The Economist.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Presiden Moon di Korea Selatan

Lonjakan popularitas di tengah krisis kesehatan membuahkan banjir kepercayaan kepada partai-partai pemerintah di Korea Selatan. Dalam pemilihan umum legislatif, Rabu (16/4) silam, koalisi pemerintah meraup 180 dari 300 kursi di parlemen.

Kinerja pemerintah yang dianggap sukses meredam eskalasi wabah corona dilihat sebagai faktor utama di balik kemenangan pemilu. Meski wabah yang masih mengancam, angka partisipasi melonjak tinggi dengan lebih dari 28 juta pemilih memberikan suara. 

Saat ini angka penyebaran Virus Corona COVID-19 di Korsel bertengger stabil di kisaran 10.000 kasus denga 230 angka kematian. Meski laju penularan mencuat dini pada Feburari silam, Korsel mampu menghadang eskalasi wabah dengan menggandakan kapasitas pengujian cepat.

Kinerja pemerintahan Korsel di awal pandemi ikut menyelamatkan karir politik Moon yang sempat terancam ambruk oleh skandal korupsi dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hingga akhir Januari silam, tingkat kepuasan publik atas sang presiden masih merangkak di kisaran 40%.

3 dari 3 halaman

Kejatuhan Pemimpin Besar

Fenomena serupa sebaliknya tidak terjadi di Amerika Serikat yang menantikan pemilihan umum kepresidenan dan legislatif pada November mendatang. Menurut jajak pendapat Gallup, tingkat kepuasan Publik terhadap Presiden Donald Trump menyusut tajam ke angka 43%.

Trump dinilai abai saat berulangkali menyangkal potensi wabah corona di Amerika Serikat pada Februari silam. Dia dianggap melewatkan jendela waktu selama 70 hari yang dimiliki pemerintah untuk meredam penularan sebelum wabah mengganas Maret lalu.

Saat ini Amerika Serikat mencatat lebih dari 600.000 kasus penularan dan 34.000 angka kematian. 

Sikap abai yang ditunjukkan Presiden Brasil Jair Bolsonaro juga menjadi bumerang bagi popularitasnya. Menurut lembaga riset XP lp Epse yang dilansir France24, sebanyak 42% pemilih memandang buruk kinerja pemerintahannya dengan tingkat kepuasan anjok di angka 33%.

Bolsonaro sejak awal menentang ide karantina dan menolak menghentikan kegiatan ekonomi. Kamis (16/4) lalu dia memecat Menteri Kesehatan Luiz Henrique Mandetta lantaran ingin menerapkan karantina total di Brasil. 

Bahkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang memiliki otoritas mutlak atas pemberitaan media harus mengalami anjlokan tingkat kepuasan publik sebanyak 14,7% pada bulan Maret, klaim lembaga riset MetroPoll seperti dilansir media diaspora Turki, Ahval News yang bermarkas di London.

Menurut laporan tersebut, Erdogan kini hanya mencatat tingkat kepuasan publik sebanyak 41,9%.

Derasnya kepercayaan publik di tengah situasi krisis bukan fenoma baru, kata Nathalie Tocci, Direktur Institut Hubungan Luar Negeri di Italia saat diwawancara New York Times. "Hal yang sama terjadi pada pemimpin kompeten atau yang buruk sekalipun," kata dia.

Hanya saja efek positif pada elektabilitas itu tidak berumur panjang. Menurutnya jika situasi memburuk atau wabah berakhir, maka "warna aslinya baru akan terlihat."

Hal ini terjadi pada Presiden Prancis Macron. Usai menikmati lonjakan popularitas ke angka 59% pada 13 Maret lalu, kini tingkat kepercayaan public Perancis terkoreksi menjadi 43%.

Adapun ihwal tingkat kepuasan yang anjlok pada pemimpin populis seperti di AS, Turki dan Brasil, Tocci meyakini krisis kesehatan pada akhirnya mendorong penduduk lebih mempercayai model pemerintahan yang lebih rasional.