Liputan6.com, Jakarta - Akibat pandemi Corona COVID-19, ancaman baru seperti masalah kesehatan global, ekonomi, perdagangan dan pariwisata masih belum berhenti, demikian hal yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Taiwan Chen Shih-chung dalam pernyataan terbarunya.
Virus Corona COVID-19 dinilai Chen Shih-chun cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia karena transportasi udara internasional.
Pneumonia yang tidak dikenal dari Wuhan, China pada akhir 2019 lalu, kini telah menyebar ke seluruh dunia termasuk Taiwan.
Advertisement
Menurutnya, setelah mengalami pengalaman tragis SARS, Taiwan telah secara aktif merespons ancaman berbagai penyakit menular yang muncul selama 17 tahun terakhir ini, dan tidak pernah mengabaikannya.
Baca Juga
"Oleh karena itu, ketika dipastikan bahwa pneumonia yang tidak dikenal terjadi di Wuhan, China pada tanggal 31 Desember 2019, Taiwan segera mengambil langkah-langkah karantina check-in untuk penerbangan langsung Wuhan pada hari yang sama, dan melakukan tindakan awal untuk mencegah risiko penularan antar manusia," jelas Shih-chun dalam keterangan tertulisnya yang dimuat Kamis (23/4/2020).Â
Pada 2 Januari 2020, imbuhnya, Taiwan mendirikan Tim Penanggulangan Wabah Pneumonia Parah, dan 20 Januari membangun Pusat Komando Epidemi Nasional untuk secara efektif mengintegrasikan sumber daya pencegahan epidemi lintas-kementerian.
Meskipun Taiwan berdekatan dengan China secara geografis, jumlah yang terkonfirmasi per juta populasi berada di peringkat 123 dunia, menunjukkan bahwa pekerjaan pencegahan epidemi Taiwan telah mencapai hasil yang luar biasa.
Taiwan secara tegas mengakui bahwa penyakit menular tidak mengenal batas. Menanggapi gelombang COVID-19 ini, Negeri Foromosa memberlakukan karantina rumah selama 14 hari untuk para imigran dari negara-negara yang terdampak wabah, dan membangun sistem karantina elektronik melalui ponsel dari berbagai operator telekomunikasi di Taiwan.
Penumpang mengisi formulir melalui ponsel yang terhubung dengan sistem informasi manajemen kepedulian masyarakat dan kelangsungan hidup, sehingga unit pemerintah dapat merawat serta memberikan bantuan hidup dan pertolongan medis.
Taiwan juga mencatat riwayat perjalanan pasien pada kartu IC asuransi kesehatan, agar dokter bisa memberikan perhatian, dan deteksi dini kasus untuk memblokir penyebaran di masyarakat. Bagi warga yang dikarantina di rumah atau terisolasi di rumah, GPS lokasi karantina juga dipergunakan melalui kerjasama dengan operator telekomunikasi untuk penentuan posisi dan pelacakan. Pelanggar akan dihukum atau penempatan paksa untuk mencegah efek penularan.
Taiwan juga telah meningkatkan kapasitas pengujian laboratorium, secara bertahap memperluas cakupan pengambilan sampel dan inspeksi, serta secara retrospektif memeriksa subyek berisiko tinggi seperti pasien influenza yang kritis untuk mengidentifikasi kemungkinan kasus untuk perawatan isolasi.
Pada saat yang sama, 50 komunitas dan pusat kesehatan, 167 klinik laboratorium ditunjuk untuk perawatan dan pemeriksaan secara berjenjang.
Selain itu juga mengharuskan rumah sakit untuk membuat area khusus perawatan kamar pasien, isolasi berdasarkan prinsip satu orang satu kamar untuk menghindari penularan di rumah sakit.
Taiwan mulai mengontrol ekspor masker medis pada tanggal 24 Januari, dan melakukan kebijakan masker nasional dan memperluas kapasitas produksi masker.
Sejak 6 Februari, sistem identitas asli untuk pembelian masker telah diberlakukan, dan dapat dibeli melalui Community Health Pharmacy dan klinik kesehatan. Mulai tgl 12 Maret, dibuka pemesanan online dan pengambilan barang di minimarket terdekat tempat tinggal warga.
Penyakit tidak mengenal batas, ibarat percikan api cukup untuk menyalakan padang rumput. Jika epidemi regional tidak terkontrol dengan baik, akan menyebabkan pandemi global.
Meskipun Taiwan bukan anggota WHO, bukan berarti Taiwan dapat dikecualikan dari kesehatan dan keselamatan global.
Taiwan menjunjung tinggi tanggung jawab warga dunia, mematuhi Peraturan Kesehatan Internasional 2005 (IHR 2005), secara aktif menginformasikan kepada WHO tentang kasus yang terkonfirmasi, dan secara aktif berbagi dan berkomunikasi dengan banyak negara mengenai COVID-19, seperti kasus yang terkonfirmasi, riwayat perjalanan kontak fisik, tindakan kontrol perbatasan dan informasi lainnya, dan mengunggah rangkaian gen virus ke "Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID)" agar bisa ditelusuri oleh banyak negara.
Simak video pilihan berikut:
Taiwan Butuh WHO, WHO Butuh Taiwan
Menurut Menteri Shih-chun, Taiwan membutuhkan WHO, dan sebaliknya WHO juga membutuhkan Taiwan. WHO seharusnya tidak menolak siapa pun.
Ini adalah misi WHO. Namun saat ini, karena intervensi politik WHO mengesampingkan Taiwan, demikian disampaikan oleh Shih-chun.
Shih-chun menilai jika ini adalah tindakan yang tidak bijaksana. Taiwan bisa berbagi dengan dunia, baik dari pengalaman kesehatan masyarakat, sistem medis, sistem perawatan kesehatan, deteksi cepat tentang pencegahan epidemi, vaksin, kemampuan produksi obat terkait, bahkan kemampuan analisis virus.
Taiwan berharap setelah cobaan dari epidemi ini, WHO dapat menyadari bahwa epidemi tidak memiliki batas dan tidak ada satu tempat dimanapun yang terabaikan.
"Taiwan berseru kepada WHO dan semua lapisan masyarakat untuk peduli terhadap kontribusi jangka panjang terhadap kesehatan global dalam pencegahan epidemi. Serta kontribusi dalam hak asasi manusia atas kesehatan, dan dengan tegas mendukung penggabungan Taiwan ke dalam WHO, memungkinkan Taiwan untuk berpartisipasi penuh dalam pertemuan, mekanisme dan kegiatan WHO."
Kemudian secara bersama-sama mengimplementasikan Piagam WHO tentang "Kesehatan adalah Hak Asasi Manusia" dan visi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB 2030 yaitu "no one should be left behind".
Advertisement