Sukses

Usai Lockdown, Vietnam Tegaskan Perang Lawan Corona COVID-19 Belum Selesai

Vietnam sedang disorot warganet Indonesia karena sukses menjalankan lockdown, tetapi pemerintah negara sosialis itu tak mau takabur.

Liputan6.com, Hanoi - Pemerintah Republik Sosialis Vietnam menegaskan negaranya belum selesai memenangkan perang melawan Virus Corona (COVID-19). Pernyataan ini diberikan pejabat tinggi pemerintah usai Vietnam menyelesaikan lockdown tanpa korban jiwa. 

Wakil Perdana Menteri Vientam, Vũ Đức Đam, berkata masyarakat boleh merasa senang atas pencapaian selama lockdown, namun ia menekankan potensi penularan di masyarakat masih tinggi. Virus ini pun masih menyebar luas di dunia.

"Kita bisa senang dengan hasil terkini dan dapat mempercayai pada kepemimpinan kita, tetapi kita kita seharusnya tidak boleh lupa bahwa kita hanya memenangkan pertempuran individu, bukan seluruh perangnya," ujar Vũ Đức Đam pada Jumat kemarin, seperti dilaporkan Vietnam News, Sabtu (25/4/2020).

Hingga kini, ada total 268 kasus Virus Corona di Vietnam. Komite nasional pencegahan dan pengendalian COVID-19 di Vietnam berkata 40 persen kasus tidak menunjukan gejala apa-apa.

Hal itu menunjukan tingginya risiko yang berasal dari kasus tanpa gejala. Pasien-pasien kategori tersebut juga bisa tanpa sadar menularkan virus bila tidak segera diperiksa.

Vietnam menyetop penerbangan ke China, Hong Kong, dan Makau sejak 1 Februari lalu. Lalu pada awal April, Vietnam mulai lockdown dan meminta banyak bisnis ditutup supaya mencegah penyebaran masyarakat.

Akibat potensi penularan tinggi, kementerian, masyarakat, dan berbagai sektor diminta tetap waspada agar kasus malah tidak melonjak usai lockdown.

Sejak kasus Virus Corona merebak di China pada Januari lalu, pemerintah Vietnam sudah melakukan antisipasi. Hingga kini, tidak ada kasus kematian di Vietnam akibat Virus Corona.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Pakar Percaya Lockdown Bisa Berhasil

Keputusan China melakukan lockdown kota Wuhan efektif mencegah penyebaran ratusan ribu kasus. Berkat lockdown, aliran keluar-masuk warga berkurang sehingga penyebaran otomatis ikut menurun.

Dilaporkan Japan Times, data itu berasal dari penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Amerika Serikat, Hong Kong, China, dan Inggris. Mereka meneliti apa yang terjadi bila Wuhan tidak lockdown.

Hasilnya, penelitian menyebut jika Wuhan tidak lockdown pada 23 Januari, maka ada 700 ribu kasus yang menyebar pada 19 Februari atau hari ke-50 wabah Virus Corona jenis baru itu.

"Analisis kami menunjukan bahwa tanpa adanya travel ban Wuhan dan respons darurat nasional maka akan ada lebih dari 700 ribu konfirmasi kasus COVID-19 di luar Wuhan pada tanggal tersebut," ujar salah satu peneliti yakni Christoper Dye.

"Tindakan kendali China tampak berfungsi dengan secara sukses memutus rantai penyebaran; mencegah kontak antara orang yang terinfeksi dan yang tidak menyadarinya," lanjut Dye yang berasal dari Departemen Zoologi Universitas Oxford.

Penelitian ini melibatkan ahli dari berbagai latar belakang akademis. Ada ilmuwan dari fakultas perencanaan tata kota, entomologi, penyakit menular, ekologi, sains matematika, hingga ekologi dan biologi evolusi.

Para peneliti menggunakan kombinasi laporan kasus, informasi kesehatan masyarakat, dan pelacakan lokasi mobile phone untuk menginvestigasi penyebaran virus. Ilmuwan melihat ada pengurangan drastis warga yang keluar-masuk Wuhan berkat lockdown.

"Analisis mengungkap ada pengurangan luar biasa dari pergerakan setelah ada travel ban pada 23 Januari 2020. Berdasarkan data ini, kami juga bisa mengkalkulasi kemungkinan kasus-kasus terkait Wuhan di kota-kota lain di seluruh China," ujar Ottar Bjornstad dari Universitas Negeri Pennsylvania.