Liputan6.com, Pyongyang - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sudah dua minggu lebih tidak terlihat di depan umum. Ia terakhir muncul pada 11 April lalu kemudian dilaporkan menjalani operasi jantung.
Spekulasi bermunculan di dunia internasional terkait siapa sosok pengganti Kim Jong-un bila ia tak bisa memerintah negaranya. Sosok adik perempuan, Kim Yo-jong, dijagokan sebagai kandidat utama karena sudah aktif di pemerintahan.
Advertisement
Baca Juga
Namun, pengamat hubungan internasional menilai China tidak akan duduk manis menonton suksesi yang terjadi. China yang merupakan sekutu terdekat Korut diprediksi terlibat dalam mencari penerus Kim Jong-un.
"Jangan lupa juga pentingnya faktor China. Faktor Beijing. Siapa pun yang akan naik, itu sedikit banyak China juga akan ikut campur untuk make sure bahwa suksesi itu tidak menimbulkan gejolak yang luar biasa," ujar Guru Besar Politik Internasional Universitas Pelita Harapan Aleksius Jemadu kepada Liputan6.com, Senin (27/4/2020).
Salah faktor yang penting bagi China adalah potensi adanya pengungsi Korut yang pergi ke China jika ada gejolak. Posisi Korut juga penting bagi China dalam kebijakan strategis geopolitik kawasan Asia Timur.
Aleksius memandang China akan mengutamakan status quo di Korea Utara agar tidak merugikan kepentingan China.
"Korea Utara itu bisa dikatakan pionnya Beijing di wilayah itu untuk menghadapi Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan. Saya kira China tidak akan berdiam diri dan tidak akan membiarkan suksesi berjalan tanpa restu dia," jelas Aleksius.
"Saya pikir dari kepentingan Beijing rupanya seperti itu. Harus status quo. Tidak ada gejolak," tegasnya.
Restu Beijing
Sementara, pakar hubungan internasional lain menyebut Kim Yo-jong bukanlah orang asing di mata Beijing. Selain itu, konstitusi Korea Utara menjadi kunci agar Kim muda bisa menjadi pemimpin.
Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Nur Rachmat Yuliantoro, mengungkap konstitusi Korea Utara bersabda pemimpin Korut harus dari keluarga Kim. Dan Kim Yo-jong adalah yang paling potensial.
"Dari keluarga Kim yang saat ini ada, yaitu adiknya, Kim Yo-jong, itu punya potensi besar sebagai pemimpin karena dia sudah diikutsertakan dalam berbagai pengambilan keputusan, dia ikut bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara lain, dengan Trump, Xi Jinping, dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, dan dia ikut ambil keputusan baik untuk urusan domestik atau internasional," ujar Nur Rachmat.
Terkait intervensi China, Nur Rachmat tak melihat akan ada dampak kuat, karena sudah ada relasi antara Kim Yo-jong dan Presiden Xi Jinping. Kim Yo-jong lantas punya kemungkinan besar mendapat lampu hijau dari Beijing.
Meski demikian, Beijing dipredksi tetap melihat dulu bagaimana performa Kim Yo-jong bila menjadi Chairwoman menggantikan Kim Jong-un.
"Kim Yo-jong pernah bertemu Presiden Xi Jinping, jadi mungkin kalau dia menjadi pemimpin baru Korea Utara, China akan menerima sambil melihat situasi selanjutnya seperti apa. Apakah Kim Yo-jong akan seperti kakaknya? Atau apakah dia akan lebih, dalam tanda kutip, kejam atau brutal dari kakaknya? Maka China akan menunggu dulu," jelas Nur Rachmat.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Indonesia Tetap Akur dengan Korea Utara
Aleksius Jemadu berkata kecil kemungkinan ada sosok di luar dinasti Kim yang berkuasa. Namun, siapa pun yang terpilih, Aleksius menyebut yang terpenting bagi Indonesia adalah adanya stabilitas dan keamanan di region Asia Timur. Â
"Kita mengharapkan stabilitas, " ucapnya. "Stabilitas dan keamanan Asia Timur dan keseluruhan, termasuk Asia Tenggara juga."Â
Hal senada di sampaikan Nur Rachmat, peran Indonesia sebagai pendamai antara Korea Utara dan Selatan membuat Indonesia punya peran yang baik di Semenanjung Korea. Meski secara ekonomi hubungan Indonesia dan Korea Utara tak terlalu signifikan, tetapi ada faktor dari segi politik.
"Dalam konteks hubungan politik dan keamanan, Indonesia juga punya peran yang sangat baik dalam upaya menjembatani Korea Utara dan Korea Sealtan dalam upaya mencapai proses perdamaian di Semenanjung Korea," ujar Nur Rachmat.
Advertisement