Sukses

Jasad WNI ABK Kapal China Dibuang ke Laut Trending di Korea Selatan, Ini Kejadian Sebenarnya

Saat ini sedang viral video yang menunjukkan bahwa ada jasad WNI ABK Kapal China yang dibuang ke laut.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar mengenai jasad para WNI yang bekerja sebagai ABK di kapal milik China memang tengah jadi sorotan. Bahkan kabar itu trending di Korea Selatan lebih dulu sebelum di Tanah Air.

Pemerintah Indonesia pun telah mengonfirmasi kebenaran berita tersebut. Melalui Kementerian Luar Negeri, dilaporkan bahwa ada dua kapal ikan berbendera RRT yakni Long Xin 605 dan Tian Yu 8, yang beberapa hari lalu berlabuh di Busan, Korea Selatan. 

Diketahui kedua kapal tersebut membawa 46 awak kapal WNI dan 15 diantaranya berasal dari Kapal Long Xin 629. 

Spesifik mengenai kematian para WNI ketika berada di dalam kapal, pemerintah menyampaikan bahwa kejadian tersebut berlangsung pada Desember 2019 dan Maret 2020 lalu. 

Baik di kapal Long Xin 629 dan Long Xin 604, terjadi kematian 3 awak kapal WNI saat kapal sedang berlayar di Samudera Pasifik.

Kapten kapal menjelaskan bahwa keputusan melarung atau membuang jenazah ke laut karena kematian disebabkan penyakit menular dan hal ini berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya.

"KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus ini. Dalam penjelasannya, Kemlu RRT menerangkan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktek kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya," ungkap Kemlu RI dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/6/2020).

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 5 halaman

Kebijakan Melarung

ILO Seafarer’s Service Regulation telah mengatur prosedur pelarungan jenazah (burial at sea).

Dalam ketentuan ILO, disebutkan bahwa kapten kapal dapat memutuskan melarung jenazah dalam kondisi antara lain jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah sehingga dapat berdampak pada kesehatan di atas kapal.

3 dari 5 halaman

Trending di Korea Selatan

Media Korea Selatan, MBC News melaporkan adanya sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) diperlakukan seperti budak. Bahkan, para ABK yang ketahuan sakit dan meningal dunia maka jasadnya akan dibuang ke laut.

Media MBC melaporkan bahwa ketika penyelidikan hendak dilakukan, kapal tersebut sudah kembali melanjutkan perjalanan. Dalam video yang ditunjukkan MBC, terlihat ada seorang ABK yang meninggal di kapal tersebut yang kemudian jasadnya dibuang ke laut. 

Media tersebut juga turut mengungkapkan bahwa sebelum jasad yang ada di video tersebut dibuang, ada pula beberapa jasad lainnya yang telah dibuang terlebih dahulu, tepat setelah mereka meninggal dunia. Menurut informasi dari salah seorang saksi, ada 4 ABK yang telah meninggal dunia selama perjalanan kapal tersebut. 

Selanjutnya, media MBC juga menampilkan adanya surat pernyataan dari para ABK yang menyatakan kesediaan mereka untuk dikremasi bila timbul suatu musibah hingga meninggal di tempat kapal itu bersandar. 

4 dari 5 halaman

Kesaksian ABK Minum Air Laut

Sebuah kesaksian yang juga ditampilkan MBC menyatakan, sistem kerja di kapal milik RRT tersebut memiliki kondisi yang tidak layak termasuk mengeksploitasi tenaga kerja yang ada. Bahkan menurutnya, ABK yang meninggal tersebut sebelumnya sudah sakit selama satu bulan. 

"Awalnya keram terus tahu-tahu kakinya bengkak, dari kaki terus nyerang ke badan terus sesak dia," ujar seorang saksi yang ditampilkan MBC. 

Keadaan digambarkan lebih parah lagi, ketika ada laporan bahwa air mineral yang dibawa untuk perbekalan di kapal tersebut hanya diminum oleh awak China. Sedangkan awak Indonesia hanya diizinkan meminum air laut yang difiltrasi. 

"Pusing terus enggak bisa minum air itu sama sekali. Pernah juga sampai kaya ada dahak-dahak di sini," ujar saksi tersebut. 

5 dari 5 halaman

Kerja 18 Jam

Seorang saksi yang lain mengatakan bahwa para ABK memiliki jam kerja hingga 18 jam dengan waktu istirahat hanya 6 jam setelahnya. Tak sampai disitu, upah yang didapat mereka selama bekerja hingga 13 bulan hanya sekitar US$ 120 atau Rp 1,7 juta. Atau dengan kata lain, gaji bulanannya hanya sekitar Rp 100.000.

Kapal tersebut semestinya bertujuan menangkap ikan tuna, namun terkadang juga menangkap ikan hiu. Aktivitas ilegal itulah yang membuat mereka tidak bisa berhenti di daratan manapun.